Romeo, dalam lemahnya, memanfaatkan sakit yang menyerang tubuhnya seperti seorang raja yang mendramatisasi takhtanya di ambang kehancuran. Wajahnya yang pucat dan bibirnya yang mengerucut seolah menjadi senjata untuk menarik perhatian Maudy. Dengan gerakan penuh harap, ia menggenggam tangan gadis itu, membimbingnya ke pelipisnya yang berkeringat. "Kepalaku sakit…" bisiknya, lebih seperti rayuan dibanding keluhan. Maudy, yang sudah hafal polah Romeo, mulai memijat dengan tekanan yang sedikit lebih kuat dari biasanya, sengaja. Romeo langsung meringis, setengah teriak. "Sakit, sayang... pelan-pelan dong," rengeknya dengan nada memelas yang sulit ditolak. Namun Maudy hanya mendengus, bibirnya membentuk garis lurus antara sabar dan kesal. "Kenapa enggak panggil Nona Kleo atau Erina sa