"Kamu salah membunuh orang! Aku bilang Serena! Bukan Romeo!" suara Erina melengking, penuh dengan amarah yang tak terbendung. Ruangan sempit di mana mereka bertemu kini terasa seperti ruang pengadilan, dengan Erina berdiri sebagai hakim yang tersulut emosi. Tangannya mencengkeram meja, sementara matanya menatap tajam ke arah laki-laki di depannya. Pria itu, dengan tubuh kekar dan wajah penuh bekas luka, menatap Erina dengan dingin. “Tapi aku sudah melakukan tugas, itu artinya kamu harus membayarku,” jawabnya dengan nada kesal, serak seperti batu yang tergores logam. Erina menggeleng dengan penuh kekesalan. “Aku tidak mau membayarmu! Enak saja!” ujarnya tegas, suaranya nyaris seperti raungan. Pria itu mengangkat alis, tatapannya berubah berbahaya. “Baiklah, kalau begitu. Aku akan melap