42. Patah tapi bukan ranting Hari-hari dilalui Dewa dengan berat. Dia tidak lagi bersemangat menyiapkan sidang skripsinya. Dia menatap kalender di atas meja belajar di kamarnya. Kurang dari seminggu dia akan menghadapi sidang skripsi ini. Dia menghela nafasnya yang terasa berat. Dia sangat, sangat merindukan Putri. Dewa tidak bisa menjabarkan bagaimana berat rasa rindunya. Berat badannya semakin menurun. Matanya tampak cekung dan pipinya semakin tirus. Drrtt drrtt Dewa meraih ponselnya di laci meja. Sebuah panggilan masuk dengan nama Kris di sana. Dewa langsung menggeser tombol hijau. “Halo, Mas.” “Wa, kamu di mana?” “Masih di rumah. Kenapa, Mas?” “Aku tunggu di kampus. Anak-anak ingin berkumpul untuk tasyakuran pergantian pengurus UKM. Undangannya nanti jam 11. Sekarang masih jam