Vanilla membalikkan tubuhnya menghadap tembok. Ia tahu suaminya masih enggan pergi dari sana, tapi seperti William yang tak menganggapnya ada. Vanilla juga akan coba melalui semuanya seorang diri. Hubungan mereka yang Vanilla kira menghangat sejak beberapa bulan ini, nyatanya tak menjamin apa-apa. Ah, harusnya Vanilla sadar diri kalau sampai kapan pun dia tak bisa memiliki William sepenuhnya. Salahnya juga yang terlalu tinggi menggantungkan harap pada lelaki itu. "Maaf. Tolong maafkan aku, Van. Maaf untuk sikapku padamu selama ini. Maaf sudah membuatmu terluka." Lirih dapat Vanilla dengar suara suaminya serupa bisikan. Malam makin meninggi, tak banyak aktivitas di gedung itu membuat setiap suara terdengar dengan jelas. Termasuk hela napas William yang beradu dengan mesin pendingin uda