Aksa menghembuskan napas kasar. Senyum yang semula terus terbit di bibirnya kini meredup. Penuh tanya, lelaki itu menatap gadis yang baru saja menjauhkan tangannya dari tubuh mungil itu. "Aku masih marah dengan perjanjian yang kamu sama Om Willi sepakati diam-diam di belakangku." "Van, kan sudah aku jelaskan tadi. Itu semua terpaksa aku lakukan demi bisa bersama kamu lagi." Aksa pikir kemarahan Vanilla lenyap seiring dengan sikap yang ditunjukkan gadis itu padanya barusan, tapi nyatanya salah. "Tetap saja ... aku kecewa. Aku merasa seperti barang yang dimainkan." "Van, tunggu! Kita belum selesai bicara!" Aksa mencegah kepergian Vanilla yang hendak meninggalkannya begitu saja. "Aku harap kamu nggak salah paham dengan apa yang aku lakukan tadi. Terpaksa aku melakukannya, situasinya m