Beberapa hari tanpa kehadiran Albert terasa seperti oase di tengah gurun bagi Kiara. Walau dia masih terkurung di mansion yang besar dan sepi itu, namun tidak adanya pria tua itu membuat napasnya lebih lega. Tidak ada teriakan. Tidak ada suara sepatu kulit berat menghantam lantai marmer. Tidak ada tatapan penuh tekanan yang seolah menguliti setiap gerak-geriknya. Sejenak, hidupnya seperti normal kembali. Meski hanya semu. Pagi itu, Kiara bangun lebih awal dari biasanya. Setelah menyeduh teh dan menatap taman bunga mawar merah dari balik jendela kaca yang lebar, ia memutuskan untuk memulai harinya dengan sesuatu yang baru: membuat roti isi kacang sendiri. Dia tidak ingin hidupnya hanya sekadar duduk dan menunggu waktu berlalu. Setidaknya, dengan menyibukkan diri, pikirannya tidak terus-men