"Lho ... lho ... kenapa ini?" Bukan suara Mama Ai, melainkan Papa Awan yang ternyata ada di rumah Badai. Mungkin datang ketika Badai tidak di rumah. Dan saat pulang, selepas bertemu Aruna barusan, senyum yang dia bawa ketika pergi tak terbit lagi, malah datang-datang langsung memeluk Mama Ai, dengan punggung yang bergetar. Paham mengapa putranya jadi begini, Ainara balas pelukan itu. Sungguh ... hari ini, dia merasa sangat bersalah, bukan semata kepada Aruna, tetapi juga pada putranya. Sebab yang hancur dari adanya perjodohan itu bukanlah perasaan Aruna saja, tetapi Badai juga, dan yang hancur bukan cuma hubungannya, tetapi harapan hidup mereka. Ya Tuhan .... Sebagai orang tua, Ainara sungguh menyesali ide yang dia kira brilian itu. Nyatanya? Lihatlah. Seorang Badai pun bisa sebegini