“Dek, jangan nekat.” Mbak Nia mencengkram pergelangan tangan Luna yang sedang memasukkan pakaian ke dalam tas. Luna menggeleng. “Luna butuh berpikir jernih, Mbak. Dan di rumah, Luna nggak mungkin bisa berpikir jernih.” “Terus ini kamu mau ke mana?” “Nanti pulang kerja Luna mau mampir ke rumah temen, di deket rumahnya ada pantai. Mbak Nia tahu Luna suka banget merenung di pantai kalau lagi banyak pikiran gini.” Luna berusaha menjelaskan dengan lembut. Nia menghela nafas pelan, mengalah. “Ya sudah kalau gitu, tapi kamu bakal pamit sama Ummi dan Abi kan?” Luna terdiam sejenak lalu menggeleng. “Nggak bakal diizinin kalau izin sama Abi sama Ummi. Bilang aja Luna lembut kalau ditanya.” “Itu bohong dong, Dek.” “Ya udah bilang aja nggak tahu. Luna mungkin balik malem atau besok paginya. Ngg