Mata Salman membulat, begitu juga dengan mulutnya. “Kamu ngomong apa, San?” Ahsan tak menggubris, buru-buru mengangkat kardus air mineral menuju dapur umum. “Ini punyamu, San.” Hanif menyodorkan sepiring nasi dan lauk pauk. “Makasih, Nif.” Ahsan ikut duduk di sebelah Hanif, menyantap makan malamnya dengan nafsu makan yang terjun bebas. Salman menunaikan kebutuhan terakhirnya, meneguk air mineral. Ia sudah selesai makan. Tapi kini, keinginannya untuk kembali ke asrama diurungkan. Ada yang lebih membuatnya tertarik. “Kenapa bolak-balik menghela nafas gitu?” tanya Salman sembari duduk di sebelah Ahsan. “Gak tau, nih. Tadi juga pas di kamar keliatan banyak pikiran banget. Makanya aku ajak makan ke sini,” sahut Hanif seirama. Ahsan tertegun, ia menatap Hanif penuh tanya. Tapi bibirnya t