Eps 11.

1399 Kata
Berkali Gantan mengetuk jari diatas meja. Kata berupa penjelasan yang tadi disampaikan Ying hecong berputar di kepala. Seumur hidup yang sama sekali belum pernah menyentuh senjata, lalu syarat bisa kembalinya dia ke dunia miliknya harus melakukan hal besar itu. Ia memijat pelipis, merem memikirkan nasib yang akan ia lalui berikutnya. “Jika kau tak ingin ikuti perang, kau bisa menikmati hari-hari indahmu di dalam istana. Duduk manis, minum arak dengan banyak wanita yang selalu sedia menemani dan menuruti apa yang kau mau.” Kata-kata Ying hecong kembali terngiang. Membuat Gantan memukul kepalanya pelan. Memang sih, hidup di istana itu enak banget. Bangun tidur udah ada yang menyiapkan segalanya. Tak akan ada omelan seperti yang selalu bu Sarmi lontarkan. Di istana, semua serba ada. Tapi … ini bukan dunianya. Dia tak betah disini. “Yang mulia,” Panggilan Yang jin membuat lamunan Gantan buyar. Menoleh, menatap Yang jin yang baru saja masuk kedalam rumah. “Pangeran Qin Yuwan mempunyai tenaga dalam yang sangat hebat. Dia juga memiliki tangan besi yang kuat. Selama puluhan tahun ini, belum ada satu pun kasatria yang mampu mengalahkan bela dirinya.” Tutur Yang jin, semakin membuat Gantan ciut nyali. Yang jin mengangkat teko kecil yang masih mendidih, menuangkan teko berisi air teh itu ke cangkir kecil. “Saya akan menemani yang mulia belajar bela diri di sini jika yang mulia bertekat akan menghadapi pangeran Qin Yuwan.” Ucapnya dengan tangan mengulurkan cangkir berisi teh panas itu. Gantan menatap wajah serius Yang jin untuk beberapa detik, lalu mengambil cangkir itu, meniunya labih dulu sebelum akhirnya meneguk sedikit. “Tidak perlu sampai seperti itu, Yang jin. Bahkan, aku ini … bukanlah tuanmu. Aku adalah orang lain yang tersesat disini.” “Yang mulia, hubungan saya dan Pangeran Zhao Gantan memang kurang baik. Kita berdua hampir tak pernah bertegur sapa. Tapi … ketika yang mulia kaisar meminta saya untuk menemani, mendampingi dan menjaga pangeran, saya sudah bersumpah untuk menjaga pangeran sampai titik darah terakhir saya.” “Yang jin,” Gantan menggenggam kedua tangan Yang jin yang mengepal saling bertumpu. Makin menunduk menyembunyikan wajah serius dengan kedua mata yang memanas. “Yang mulia, saya ingin menemani anda berjuang sampai akhir. Tolong, ijinkan saya terus berada disamping yang mulia pangeran.” “Yang jin, tapi aku ini—” “Saya tau,” kini Yang jin mulai mengangkat wajah. “Tapi saya peduli dengan anda, yang mulia. Walau anda bukanlah pangeran Zhao Gantang, saya tetap menghormati anda sebagai tuan saya.” “Yang jin,” Gantan beranjak, berdiri tepat didepan Yang jin. “Bisa kan, kau menganggap aku ini teman?” Kedua mata lebar Yang jin sedikit melotot. “Saya tidak berani, yang mulia.” Jawabnya dengan menunduk. “Aku butuh teman, ajari aku tentang hal yang disini aku tak bisa.” “Yang mulia,” “Yang jin, kita teman. Lain kali, panggil saja aku Gantan. Namaku adalah Gantan, bukan Gantang.” Lama Yang jin menatap wajah serius Gantan, tapi detik berlalu, ia mengangguk. “Baik, yang mulia.” ** “Silakan, yang mulia. Ah, maksudku, Gantan.” Yang jin menyingkir dari meja kecil setelah menyiapkan kertas, kuas dan tinta. Gantan melongo menatap yang kini ada didepannya. Dia mulai mendudukkan p****t di kursi kecil. Tangannya mulai memegang kuas, menatap ujung kuas dengan begitu heran. “Yang jin, setauku, ini adalah alat untuk menggambar. Yang benar saja, kau menyuruhku menulis surat ke kaisar dengan barang seperti ini. Carikan pena saja.” Kedua alis Yang jin berlipat. “Pee—na?” tanyanya, yang tentu tak paham. “Itu … itu makanan apa?” Gantan menepuk kening, ada yang ia lupakan. Walau Yang jin sudah seperti sahabat, tetap saja, dia ini tak paham bahasanya. Mulai beranjak, menyingkir dari hadapan kertas putih itu. Mengembalikan kuas di tempat semula. “aku yang bicara, kau yang nulis.” Yang jin mengangguk setuju. Ia mulai duduk di kursi, tangannya memegang kuas yang sudah ia basahi dengan tinta hitam. Seusai menulis surat, Yang jin memerintahkan semua bawahannya untuk kembali pulang ke istana Yongheng dan memberikan surat tertulis itu ke kaisar Zhao. Dia sendiri akan menemani Gantan berlatih bela diri di hutan Lingling bersama Ying hecong. Di tempat yang berbeda, Qin Yuwan membanting gelas kaca yang beberapa detik lalu ia gunakan untuk minum. Dia menegakkan duduknya, menerima baju yang dipakaikan oleh dayangnya. Wajah tampan yang lebih mendominasi tegas dengan kedua mata menyorot tajam itu semakin terlihat mengerikan. “Bagaimana mungkin Pangeran Gantang masih bisa bertahan hidup?” gumamnya, satu tangannya mengepal dengan gertakan gigi yang bergemeletuk. Ia kembali mengambil kertas broken white dengan tulisan tangan rapi itu. Surat yang belum lama ia baca, surat dari teman masa kecil, bahkan mereka sampai sekarang masih saling berkomunikasi karna sebuah tujuan yang sama. “Ambilkan kuas!” teriaknya pada pelayan yang ada didalam kamarnya. “Baik, pangeran.” Si pelayan dengan cepat menyiapkan kertas beserta kuas dan tinta. Tanpa komando, Pangeran Qin segera duduk di kursi dan menulis beberapa rentet kalimat sebagai pesan balasan untuk Putri Xiao yuran. ‘Yuran, suratmu baru sampai ke tanganku. Jika kau tak mengabariku tentang kembalinya Pangeran Gantang, aku pasti tak akan tau. Aku akan mengirim beberapa orang untuk membantumu. Ada plat Wu hijau pada orangku. Tunggulah di Jian kang, aku belum bisa meninggalkan istana. Ayahhandaku sakit keras, dan aku harus menggantikan posisinya untuk sementara waktu. Salam sayang, Qin Yuwan.’ Usai menulis, ia melipat kertas itu, memasukkannya kedalam kayu kecil. Segera beranjak mengambil merpati dari dalam sarang. Setelah suratnya tersemat disela kaki merpati, Pangeran Qin Yuwan melepaskan merpati putih itu, menatapnya yang terbang jauh menuju tempat Xiao Yuran berada. “Yang mulia, bukankah Pangeran Gantang tak bisa bela diri? Untuk apa engkau terlalu mencemaskan ini? Bukankah akan sangat mudah untuk kembali menghancurkannya?” seorang wanita cantik yang belum lama masuk ke dalam istananya menuangkan arak di cangkir baru. Pangeran Qin melangkah, mendudukkan p****t di tepi tempat tidurnya. Menerima teh dari tagan cantik si pelayan. Menatap wajah gadis itu dengan lekat, sangat cantik dan begitu mempesona. Ia meneguk arak yang di ulurkan si pelayan. “Siapa namamu?” “Lan zhu, hamba di utus oleh permaisuri Jing untuk melayani apa pun keperluan yang mulia pangeran Qin.” Patuhnya dengan menunduk penuh hormat. Pangeran Qin menyerahkan cangkir kosong, mengelus wajah mulus Lan zhu dengan penuh ketertarikan. “Tinggalkan kami!” interupsinya pada semua pelayan yang ada di dalam kamarnya. Semua pelayan membungkukkan badan, lalu melangkah keluar. Setelah pintu tertutup, pangeran Qin menarik tubuh molek Lan zhu, membawanya keatas peraduan di dalam kamarnya. Ya, begitulah yang menjadi kebiasaan sang pangeran. Dia selalu menjajal semua wanita yang masuk ke kediamannya. Sama halnya dengan yang dilakukan oleh pangeran Zhao gantang. Hanya saja, pangeran Gantang tidak berganti-ganti pasangan. Dia hanya melakukan kesenangannya dengan pelayan Wu weiwei saja. ** “Pergilah ke hutan belakang rumah ini.” Perintah Ying hecong dengan begitu santai. Gantan menunjuk wajahnya sendiri. “Aku?” Ying hecong mengangguk dengan sedikit melirik si pangeran yang tersesat. Kembali ia meneguk minumannya yang selalu ia bawa kemana pun. “Cari kayu bakar seukuran dua meter.” Gantan menatap arah belakang rumah tua Ying hecong. Ada banyak kayu besar dengan semak belukar yang pati terlihat begitu menyeramkan. “Gantan, saya akan menemanimu.” Usul Yang jin. “Tidak, tidak. Kau tak boleh menemaninya. Biarkan saja dia pergi sendiri.” Tolak Ying hecong, dia mulai berdiri. Menatap wajah Gantan yang tentu kurang setuju dengan pekerjaan ini. Dia mendorong bahu Gantan dengan satu jarinya. “Aawwgg!” seru Gantan dengan begitu heran. Hanya satu jari, kenapa rasanya seperti dapat pukulan keras? “Gantan, kau tak apa?” dengan cepat Yang jin menopang tubuh Gantan yang terhuyung, hampir saja jatuh. “Hahahah ….” Ying hecong tertawa terbahak. “Hanya sentuhan satu jariku, tubuhmu sudah jatuh. Ini tak ada seujung kuku kekuatan dari pangeran Qin. Kau benar-benar akan langsung jadi abu jika tak ingin berusaha.” Gantan mengelus bahu kirinya. “Aku tak apa.” Tatapannya tertuju kearah Ying hecong yang kini melangkah meninggalkannya. “Jangan pergi. Aku tau kau tak pernah melakukan hal ini. kau benar-benar akan terluka.” Peringatan dari Yang jin yang begitu menghawatirkan tuannya. Gantan sedikit mengulas senyum. Mengambil parang yang tergeletak diatas meja. “Aku tak apa. Anggap saja, ini adalah awal perjuangan untuk kembali ke duniaku.” Menepuk bahu Yang jin, lalu ia melangkah masuk kedalam hutan. Di sudut rumah, Ying hecong tersenyum melihat Gantan yang mau menuruti apa perintahnya. Dia sendiri mengikuti langkah Gantan melalui atas.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN