“Coba jelasin kenapa kamu mukulin Emir, Arista?” tanya Arka dengan wajar datar. Mereka duduk berhadapan di ruang kerja Arka. Emir duduk di single sofa sembari mengompres pipi dan pelipisnya yang membiru. Arista mendengus. “Tanya aja sama dia!” sahutnya ketus. “Arista, nggak ada masalah yang bakal selesai kalau kamu main pukul sembarangan kayak tadi,” tegur Arka dengan suara lembut. Berusaha meredakan kekesalan kekasihnya. “Sudah, Ka, nggak apa-apa.” Emir bicara sambil terus mengompres. “Gue pantes diginiin.” “Nah, dia aja nggak keberatan!” balas Arista tak mau kalah. Arka mendesah pelan. “Lo tahu kenapa lo dipukul, Mir?” Emir melirik Arista sekilas, kemudian mengangguk. “Gue bisa minta waktu buat ngobrol sama Arista bentar nggak?” “Ih, gue nggak mau!” cetus Arista dengan tatapan jij