CHAPTER 7

1384 Kata
Axelle melepas jas putihnya ketika ia telah berada di rumah. Dirinya melirik jam yang telah menunjukkan pukul dua malam dan sudah bisa dipastikan kalau Letta sedang tidur. Untung saja dia mempunyai kunci cadangan untuk membuka pintu. Axelle terduduk di atas sofa ruang tamu sambil mengusap wajahnya frustasi. Kepalanya pusing untuk memikirkan langkah apa yang harus ia ambil nanti. Caroline kini telah berhasil hamil akibat peristiwa malam itu dan tentu saja bayi itu milik Axelle mengingat kalau Caroline hanya bercinta dengannya terakhir kali. "Ya Tuhan... Aku harus bagaimana sekarang?" Ingin rasanya Axelle menelepon ayah atau ibunya untuk meminta solusi, tapi sayang... Alex memutus semua komunikasi dengannya bahkan ia dilarang untuk datang ke mansion keluarga kecuali Alex telah mati. Betapa buruknya, kan? Axelle selalu membuat masalah dalam hidupnya, tidak ada sesuatu hal yang ia lakukan dengan benar dari ia masih bayi sekalipun. Entah kenapa dirinya selalu merasa sial dan kini masalah baru telah timbul. Axelle tidak tahu cara untuk mengatakan kepada Scarletta soal kehamilan Caroline dan rasanya ia tidak pernah sanggup untuk mengatakannya. "Ayah memang benar... Aku bukan pria yang pantas untuk Scarletta." Axelle meremas rambutnya karena rasa sesal di dalam d**a. Entah bagaimana ini akan berlanjut karena semuanya sudah sangat terlambat untuk diperbaiki. Axelle tidak mungkin meminta Caroline menggugurkan bayi itu karena bagaimanapun juga, dia adalah ayah dari bayi tersebut. Bagaimana mungkin Axelle ingin membunuhnya? "Apa yang harus aku lakukan?" Axelle menghembuskan napas lelah berulangkali. Dia tidak mungkin menelantarkan bayi tersebut apalagi menyembunyikannya. Keluarganya akan sangat marah dan kecewa jika mengetahui kalau dirinya menyembunyikan aib sebesar itu. Axelle tidak berbicara soal dirinya, dia berbicara tentang kehormatan dan perasaan seluruh keluarganya terutama Scarletta. Apa yang akan wanita itu lakukan jika mengetahui kalau dia telah membuat kacau pernikahan mereka? "Letta... Aku benar-benar minta maaf padamu. Aku tak bisa menjadi suami yang kau harapkan." ... Scarletta bangun pagi-pagi sekali karena dia ingin menyiapkan kejutan spesial untuk sang suami. Tadi malam ia tidak sempat melakukan itu karena ternyata Axelle pulang cukup larut dan membuat dia sangat amat merasa kantuk yang tidak tertahankan lagi. Wanita itu menyimpan alat tes kehamilannya di dalam kotak kecil lalu membungkusnya dengan kertas kado berwarna biru tua dan sebuah pita merah yang ia hias secantik mungkin. Scarletta memeluk hadiah tersebut dengan perasaan gugup dan bahagia. Ia penasaran apa yang akan Axelle katakan setelah mengetahui kalau mereka akan segera memiliki anak. Saat wanita itu melangkah keluar kamar, bisa ia lihat kalau Axelle telah bangun dan sedang berbicara dengan seseorang di ponsel. Siapa yang menelepon pagi-pagi buta seperti ini? Letta menyimpan hadiahnya di belakang tubuh dan memerhatikan sang suami yang berdiri menghadap pintu balkon. "Ya, baiklah. Hari ini aku akan kesana menyusulmu. Tunggu aku di lokasi." Pria itu mematikan ponselnya dan berbalik. Ia tersentak kaget saat melihat istrinya telah berdiri tepat di belakangnya. "Letta? Sejak kapan kau berdiri di situ?" Scarletta menggeleng kecil dan ia menyimpan rapat-rapat kotak kecil di belakang tubuhnya. "Sepertinya... Kau hendak pergi?" Tanya Scarletta dengan agak pelan. Axelle lantas memberinya tatapan bersalah dan penuh penyesalan,"Sayangnya iya. Siang ini aku harus berangkat ke Paris karena ada urusan dengan rekan ku di sana. Apa kau keberatan kalau aku pergi?" Scarletta dengan cepat menggeleng walau sebenarnya ia sangat keberatan. Letta ingin memberi kejutan untuk suaminya soal kehamilan yang baru saja ia ketahui semalam, tapi dirinya juga tak bisa menahan Axelle yang punya urusan jauh lebih penting. "Berapa lama perginya?" "Aku janji hanya beberapa hari. Tidak lebih dari seminggu," Jawabnya sambil mencium kening Letta dengan sayang. Scarletta lalu tersenyum masam dan ia cepat-cepat berbalik ke kamar mandi untuk menyimpan kado yang akan ia berikan nanti setelah kepulangan Axelle dari Paris. Tidak mengapa, hanya diundur beberapa hari saja. Axelle pasti akan sangat senang dengan kejutannya nanti. Axelle terpaku di tempatnya ketika Scarletta telah masuk ke dalam kamar mandi. Dia melirik ponselnya dengan miris karena lagi-lagi ia berbohong. Caroline menghubunginya dan mengatakan kalau ia ingin Axelle menyusul ke Paris karena di sana ia memeriksakan kandungan. Caroline tahu kalau ia memaksakan kehendak untuk berduaan dengan Axelle di kota yang sama dimana seluruh keluarga Axelle tinggal, maka itu akan menjadi masalah besar. Jadi ia pergi ke Paris tanpa mengatakan apapun agar dirinya bisa bebas menghabiskan waktu dengan pria yang ia cintai. Aku mencintaimu, Letta. Maafkan aku karena telah mengkhianati mu. Setelah beberapa lama, Scarletta dan Axelle pun berpisah. Axelle mengatakan kepada sang istri kalau ia akan menelepon jika dirinya sampai di Paris dan ia berpesan agar Scarletta berhati-hati dalam berkendara atau naik bus. Letta pun berucap sama, ia mendoakan yang terbaik untuk Axelle dan tentu saja ia tidak sabar menunggu kejutan yang akan ia berikan terhadap suaminya nanti. Scarletta memarkirkan mobilnya ketika ia telah sampai di rumah sakit tempat ia bekerja. Wanita itu membawa tas tangannya lalu keluar dari mobil. Ketika ia berada di lobi rumah sakit, Scarletta berpapasan dengan Jacob yang ternyata baru saja datang. "Letta? Tumben sekali datang agak siang?" Scarletta tersenyum kecil,"Tadi aku sedang membantu Axey untuk mengepak pakaiannya. Dia berangkat ke Paris hari ini." "Paris?" Scarletta mengangguk tanpa menaruh rasa curiga, sedangkan Jacob tampak berpikir sesuatu. Semalam wanita simpanan Axelle itu mendatangi Axelle entah untuk apa dan hari ini ia mendapat kabar kalau Axelle pergi ke Paris untuk melakukan sesuatu. Apa-apaan semua kebetulan ini? Jangan-jangan Axelle diam-diam menikahi Caroline tanpa sepengetahuan Scarletta. Namun, tidak mungkin kan kalau dia nekad? "Jacob? Kenapa malah melamun? Kau tidak punya tugas kah untuk hari ini?" Jacob terlonjak dan buru-buru dia menyusul Letta yang sudah beberapa langkah di depannya. Jacob tidak peduli apakah Axelle memang berencana untuk menikah lagi atau tidak, dia hanya ingin Scarletta bahagia entah bagaimana cara yang akan ia tempuh. Sebenarnya sulit untuk membuat Scarletta membenci Axelle mengingat betapa baiknya hati yang wanita itu miliki. Bisa saja Letta pasrah dengan keadaan asal ia tidak kehilangan Axelle— pria yang ia idamkan sejak masa sekolah. Mereka berpisah setelah Scarletta masuk ke dalam ruangannya sendiri. Wanita itu menaruh tas tangannya lalu ia duduk di atas kursi warna coklat muda untuk memikirkan kejutan seperti apa yang akan ia berikan. "Apa aku meminta bantuan Jacob atau sebaiknya kulakukan sendirian?" Tanyanya pada diri sendiri. Letta mengusap perutnya lalu menggeleng kecil. Ini adalah kado paling spesial, mungkin sebaiknya ia sendiri yang mengatakan kepada Axelle tanpa bantuan orang lain. "Tumbuh yang sehat ya, nak? Mommy dan Daddy menyayangimu." Di sudut kota lain, tampak dua orang pasangan terlarang sedang berpelukan di bandara. Axelle baru saja sampai dan ternyata Caroline telah menunggunya sejak tadi. Wanita itu dengan segera memeluk kekasih hatinya seperti pasangan yang sedang melepas rindu. Axelle pun tak kalah erat memeluk tubuh Caroline. Sebenarnya ia senang karena akan memiliki anak, tapi dirinya bingung bagaimana menjelaskan kepada Scarletta tentang hal ini. "Aku senang kau benar-benar menyusul kemari. Kukira kau tidak akan datang," Ucap Caroline. Axelle tersenyum tipis,"Aku juga ingin melihat anakku di dalam sini, Carol." Ia mengusap perut wanita itu dengan tulus, membuat Caroline sangat bahagia karena bisa memiliki Axelle kembali walau dalam keadaan yang sangat tidak tepat baginya untuk mendekap Axelle kembali. Sampai saat ini Caroline tidak tahu siapa wanita beruntung yang berhasil mendapatkan Axelle. Pria itu tak pernah mengatakan soal wanita tersebut karena ia tidak ingin Caroline tahu apapun soal pernikahannya dan ia tidak mendapatkan informasi dari data diri Axelle. "Ayo kita pergi ke rumah orangtuaku. Hanya ada sepupuku di sana mengingat kalau ayah dan ibu sudah meninggal." Axelle mengangguk lalu ia membawa kopernya mengikuti Caroline yang rupanya datang menggunakan mobil. Mereka bercanda ria di dalam sana sambil kembali mengulang masa-masa indah ketika sedang berpacaran dulu. Sesekali Caroline menyinggung soal kehamilannya dulu yang sempat ia gugurkan, tapi untungnya Axelle mau memaafkannya dan berniat untuk mengulang semuanya dari awal lagi. "Semoga saja anak ini akan menjadi kesayanganmu seperti kau menjadikan aku kesayangan juga." Axelle menatap ke dalam bola mata Caroline lalu ia mengelus pipinya dengan pelan sebelum mencium bibir wanita itu tanpa memedulikan kalau supir mobil mampu menatap mereka dari kaca spion. "Aku mencintaimu, Carol. Aku janji tidak akan meninggalkan mu sendirian bersama anak kita." Carol semakin merasa bahagia. Ia mengusap punggung tangan Axelle sebelum ia menyentuh cincin pernikahan pria itu. "Axelle, kapan kau akan menikahi ku kalau begitu? Aku juga ingin memakai cincin pernikahan yang sama seperti mu." Seketika bibir Axelle kembali menipis. Pria itu duduk dengan gusar karena memang ia tidak punya pikiran untuk menikah lagi. "Apa kau takut keluargamu menolak? Atau... Kau tidak mau menyakiti istrimu?" Tanyanya sedikit memancing. Caroline benar-benar penasaran tentang wanita itu dan ia ingin sekali mencari tahu. "Aku akan pikirkan cara lain. Caroline, aku mencintaimu, tapi aku juga mencintai istriku. Aku tidak bisa melepaskannya." TBC A/N : Halo kita ketemu lagi :) kesal ga sih sama sih caroline? Jangan lupa klik love/follow ya biar saya rajin up tiap hari :)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN