“WOOHOO!” seru Gyan. Memekik senang. Percayalah, rasanya jantung Leandro sudah melompat keluar. Anak panah yang Ara lepaskan terdengar jelas menancap sesuatu. Tanah yang ia jejak seolah dihajar gempa, bergoyang hebat. Jika saja tak ada tali yang menahannya, mungkin ia sudah terjerembab mencium bumi. Gyan mendekati Leandro, melangkah riang bak anak kucing. Ia lalu mengambil apel yang tertancap anak panah. “Aaa!” ujar Gyan seraya menyodorkan apel itu ke mulut Leandro. Sontak, Leandro menangis histeris. Ketakutan setengah mati. Kenapa juga ia bisa lupa jika parrain yang satu itu jarang warasnya. “Dih, disuruh makan malah nangis.” “I’m so sorry,” ujar Leandro, terbata di tengah tangis. “Nanti aja, belum lebaran!” balas Gyan, tengil. Ia berbalik hadap, tak peduli dengan raut wajah Leandro