Kaia melangkah keluar dari ruang ICU seperti robot. Wajahnya tanpa ekspresi, langkahnya kaku dan patah-patah. “Kai?” Ben langsung berdiri begitu melihat Kaia menghampiri kursi tunggu. Hans menelepon Ben ketika Kaia dipanggil dokter tadi. Ben dan Angga langsung bertolak ke rumah sakit begitu mendapat telepon dari Hans. Mereka menyaksikan semua adegan Kaia dan Suhendar di dalam ruang ICU tadi, sampai monitor jantung pria itu menunjukkan sebuah garis lurus panjang. Dan sejahat apapun Suhendar, pemandangan itu tetap terlihat menyedihkan. “Gimana perasaan kamu?” tanya Ben sambil memegang kedua lengan Kaia. Kaia mendongak, menatap Ben dengan tatapan kosong. “Gimana?” ulangnya bingung. “Kai?” Ben terenyuh melihat Kaia seolah kehilangan kemampuannya untuk berpikir dan merasakan. Ia segera me