Surya sedang mencoba untuk memejamkan matanya, dia kembali teringat ucapan lelaki yang bertandang ke kontrakannya tadi. Dia tau, sangat tau jika dia takan pernah bisa lari dari mereka.
"Jangan lakuin hal yang sia-sia. Gue takutnya yang jadi incaran mereka bukan Lo lagi, tapi Anjani. Gunain otak Lo, jangan cuma jadi pemberat kepala aja. Gue pamit, Lex," pamit lelaki itu.
Dia tau, jika itu bukanlah ancaman. Tapi peringatan, agar dirinya tidak bersikap sembrono lagi. Bukan Surya namanya kalau dia menyerah hanya gara-gara ucapan seperti itu.
Dia akan melindungi Anjani, di mana pun mereka berada. Melindungi gadis pujaan hatinya dari berbagai macam ancaman yang akan melukai gadisnya.
Mata Surya perlahan terpejam, saat rasa kantuk mulai melanda dirinya. Dia harus istirahat, mengistirahatkan tubuh dan otaknya setelah seharian dia dibuat lelah secara lahir batin.
Surya tertidur saat hatinya merasa lega karena lamarannya sudah diterima oleh Anjani. Sekarang dia tinggal fokus mencari uang, untuk mempersunting Anjani. Menjadikannya seorang istri yang akan selalu ada di sampingnya.
******
Surya terbangun saat alarm ponselnya berdering. Bangun, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Membasuh tubuhnya, agar terasa lebih segar.
Selesai mandi, Surya bergegas mengenakan pakaian kerjanya. Hari ini dia shift pagi di minimarket, sorenya dia akan bekerja di restoran dan malamnya dia akan kang ojek online.
Surya benar-benar bekerja keras untuk mempersunting Anjani. Dia ingin menjadikan Anjani wanita yang paling beruntung, karena sudah memiliki dirinya. Surya ingin menjadikan Anjani wanita yang paling bahagia, karena berada di samping laki-laki hebat seperti Surya.
Memanaskan motor beat hitam miliknya, tas selempang yang berisi dompet kosong, ponsel dan baju ganti sudah ia pakai. Tak lupa hodie hitam yang akan melindunginya dari panasnya mentari sudah melindungi tubuhnya.
Melajukan motornya menuju minimarket yang ada di pertigaan jalan, tapi sebelum itu dia ingin sarapan dulu di warungnya Teh Ira. Sarapan sambil ngapelin gadisnya, menyelam sambil minum s**u. Selalu saja ada jalan baginya Surya, untuk menemui Anjani.
Setibanya di depan warung nasi Teh Ira, Surya langsung turun dari motornya dan masuk ke dalam. Matanya langsung tertuju pada Anjani yang sedang sibuk mengelap piring.
"Pagi, gadis kesayangannya aa," ucap Surya lembut.
Anjani langsung menoleh, saat mendengar suara lelaki yang tak asing baginya. Suara lelaki yang sangat enak saat ia dengar.
"A Surya!"
Surya hanya tersenyum, dia melepaskan tas selempang lalu duduk di bangku kayu. Dia menatap berbagai jenis lauk pauk di dalam etalase yang ada di hadapannya. Perutnya langsung berbunyi, meminta untuk segera diisi.
"Mau makan sama apa, A?" tanya Anjani sambil mengambilkan nasi lalu membuka gorden putih yang menutupi etalase.
"Sama apa aja, deh. Aa bingung, keliatan enak semua soalnya."
"Lha, kok, gitu?" protes Anjani sambil menatap tunangannya yang ada di depannya, hanya terhalang oleh etalase saja.
"Udah, ambilin yang menurut Neng enak aja. Aa mau lepas hodie dulu, gerah juga, ya."
Anjani hanya tersenyum, dia menatap Surya sambil tersenyum. Mengambilkan perkedel dan opor ayam bagian d**a, lalu tambahan goreng bawang. Menyodorkannya pada Surya, melalui etalase yang bagian depannya sudah dibolongi dan ditutup dengan kaca yang dapat digeser.
Surya menerima piring yang sudah dipenuhi oleh nasi dan lauk pauk. Mengaduk-aduk nya, lalu hendak memasukannya ke dalam mulut tapi dicegah oleh Anjani.
"Jangan dimakan dulu, A," cegahnya.
"Kenapa?" tanya Surya sambil menoleh ke arah samping, di mana sudah ada Anjani dengan segelas teh tawar hangat.
"Minum dulu."
"Oh, iya! Aa lupa," ucap Surya sambil nyengir, menampilkan deretan gigi putih nan rapihnya.
Jantung Anjani langsung dag-dig-dug ga karuan, saat melihat senyuman maut milik Surya. Tak dipungkiri lagi, kalau Surya itu gantengnya ga ada akhlak. Gantengnya pake banget, nggak ganteng aja, tapi pake bangettt!
"Neng?" panggil Surya menyadarkan Anjani yang malah bengong.
"Y - ya?"
"Kenapa? Kok, malah bengong?" tanya Surya panik, takutnya ada sesuatu yang membuat gadisnya sampai seperti itu.
"A - aku nggak apa-apa, kok."
"Serius?" tanya Surya memastikan.
"Iya, serius," sahut Anjani sambil meletakkan gelas di atas meja, lalu kembali ke dalam.
Surya menikmati sarapannya dengan sangat lahap, dan menghabiskannya dengan waktu yang tak lama. Mengusap mulutnya dengan tisu, lalu mencongkel sisa-sisa makannya dengan tusuk gigi.
Anjani bergegas keluar, mengambil piring kotor lalu mengelap mejanya. Saat hendak kembali ke dalam, suara seorang wanita membuatnya menghentikan langkahnya.
"Anjani."
"Bu Tati?" panggilnya sambil tersenyum.
"Kerja di sini, Neng?" tanya Tati sambil menghampiri Anjani yang sedang berdiri dengan piring kotor di tangannya.
"Iya, Bu," sahutnya sambil menghampiri Tati dan mencium tangannya.
"Oh, gitu?" Tati tersenyum dan mengusap kepala Anjani lembut.
"Iya, Bu." Anjani tersenyum. "Ibu habis dari mana?" tanya Jani sopan.
"Ibu habis dari pasar, Jani."
"Sendirian?" tanya Jani basa-basi.
"Nggak, sama anak pertama ibu. Tuh, anak ibu," ucap Tati sambil menunjuk anak tampannya yang sedang berjalan ke arahnya.
Anjani hanya mengangguk, lalu masuk ke dalam menyimpan piring kotor dan gelas kotor di tempat cuci piring. Saat itu anak laki-laki Bu Tati datang, dengan keresek di kedua tangannya.
"Mau makan sama apa, A?" tanya Tati pada Reza, anak pertamanya.
"Terserah Ibu aja," sahut Reza sambil duduk di sebelah Tati.
"Jani, nasi dua, lauknya samain aja. Opor ayam, goreng tempe, sama sambal goreng kentang."
Anjani mengambilkan apa yang Tati minta. Mengambilkan nasi, opor ayam, goreng tempe lalu sambal goreng kentang dan memberikannya pada Tati.
"Ini, Bu," ucap Jani sambil memberikan dua piring nasi pada Tati.
"Iya, makasih, ya."
Saat akan kembali ke dalam, suara Surya menghentikan langkah Jani yang hendak masuk ke dalam. Membalikkan badan, dan melihat Surya sudah memakai hodie nya lagi. Sepertinya Surya-nya akan segera pergi bekerja.
"Mau kerja sekarang, A?" tanya Anjani lembut.
"Iya, aa mau kerja sekarang." Surya mengeluarkan uang lima puluh ribuan pada Anjani, dan gadis itu bergegas kembali ke dalam untuk memberikan kembalian pada Surya.
"Ini, A," ucap Anjani sambil memberikan uang kembalian.
"Ya udah, aa pergi sekarang, ya," pamit Surya sambil mengusap pucuk kepala Anjani.
"Iya, hati-hati," kata Anjani sambil mesem-mesem.
Surya pun bergegas pergi menaiki motor metiknya, meninggalkan warung Teh Ira, dan Anjani yang masih menatapnya dari teras warung. Sedangkan Tati yang sedari tadi memperhatikan Anjani hanya tersenyum, melihat interaksi keduanya. Tati yakin, kalau Anjani dan lelaki yang tadi itu memiliki hubungan yang spesial.
"Duh, pacarnya ganteng ya, Jani," goda Tati sambil mengusap mulutnya dengan tisu.
"Hehe, Ibu bisa aja," sahut Jani sambil malu-malu meong.
"Udah pacaran lama?"
"Nggak, baru beberapa hari, Bu. Tapi dia langsung ngelamar. A Surya buktiin keseriusannya, dengan langsung melamar saya, Bu." Jani menceritakan bagaimana romantis Surya-nya.
Tati hanya tersenyum, dia bersyukur kalau Anjani sudah memiliki lelaki yang ada di sampingnya. Niatnya ingin mendekatkan Anjani dengan Reza harus ia urungkan, karena tak ingin merusak kebahagiaan Anjani.
Selesai makan, Tati dan Reza langsung pulang. Mereka pergi ke rumah Tati dengan keheningan. Reza menahan rasa dongkol, karena dipaksa oleh ibunya untuk pergi bersama dengan Tati. Menolak pun percuma, karena Tati terus memaksanya.
Reza sedikit bersyukur, karena gadis yang ditunjukkan oleh ibunya sudah memiliki kekasih. Saat pertama kali melihat Anjani, Reza sedikit tertegun akan kecantikan alami yang dimiliki oleh Anjani.
Tidak seperti Bella - mantan istrinya, yang selalu berdandan dengan make-up yang tebalnya bukan main. Tunggu, kenapa sekarang dia malah membanding-bandingkan Bella dengan gadis yang baru ia temui. Ada apa sebenarnya?
"Agak kaget juga sebenarnya Anjani udah punya tunangan. Ibu kira, anak itu masih sendiri. Tapi ibu bersyukur, kalau sekarang dia udah punya pendamping yang baik dan juga tampan."
"Iya."
"Pas pertama kali kamu lihat dia, kesan apa yang kamu dapatkan?" tanya Tati sambil tersenyum.
"Baik. Kayaknya dia gadis yang baik, apa adanya."
"Iya, bener. Tadinya ibu pengen jadi jodohin kamu sama dia. Tapi kalau dia udah punya calon, ibu bisa apa selain mendoakan kebahagiaan dia?" tutur Tati ikhlas.
"Jodoh nggak akan kemana, Bu." Tiba-tiba saja mulut Reza berkata begitu.
Benar, bukan? Jodoh tidak akan kemana. Jika Anjani memang sudah ditakdirkan berjodoh dengannya, laki-laki yang namanya Surya itu bisa apa? Astaga, ada apa dengan dirinya itu? Buru-buru Reza menggelengkan kepalanya.
"A, kenapa?" tanya Tati heran.
"Nggak kenapa-kenapa, Bu."