Bab 11. Tamu Tak Diundang

1322 Kata
Talita berdiri dengan tangan terlipat di depan d**a. Tatapannya tak lepas dari Darren, mencoba mencari celah di wajah suaminya yang terlihat tenang namun menyimpan ketegangan. Sementara itu, Darren memilih diam sejenak, menatap keluar jendela kamar mereka yang menghadap ke taman luas di mansion. Dia tahu, apa pun yang dikatakannya akan memicu emosi Talita yang sudah memuncak. “Kak Darren! Aku tanya, jawab!” Talita meninggikan suaranya, tidak lagi mampu menahan emosinya. Darren berbalik, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. “Kalau kamu sudah tahu Celina tidak ada di mansion, kenapa masih tanya lagi? Ya, benar. Aku memintanya untuk tinggal sementara di luar mansion.” “Di luar mansion? Atas alasan apa?!” Talita menekan suaranya, matanya membulat penuh kemarahan. “Alasannya? Karena aku ingin dia lebih tenang dan fokus memulihkan dirinya, setelah apa yang sudah terjadi di sini!” Darren menjawab tegas dibalik kata dusta, menatap tajam istrinya. Talita tertawa kecil, sinis. “Pemulihan diri? Memangnya apa yang terjadi ... hah! Jangan-jangan Kak Darren sengaja ingin menjauhkan denganku supaya bisa bebas bersama dia! Itu alasan yang sebenarnya, kan?” Darren mendekati Talita, berdiri hanya beberapa langkah darinya. “Talita, kamu pikir aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan pada Celina? Apa yang kamu katakan padanya tadi pagi itu? Aku tahu semua, dan aku tidak bodoh.” Talita terkejut, tapi berusaha menutupi kepanikannya. “Tadi itu? Kak Darren ngomong apa sih? Aku cuma bilang yang seharusnya dia tahu. Bahwa dia kita beli untuk menjadi maid di sini, dan masalah apa yang terjadi semalam itu antara Kak Darren dan dia anggap saja ambil keuntungan atas membelinya. Udah cuma itu saja yang aku katakan.” “Mungkin menurutmu itu ‘cuma’,” Darren menekankan kata itu, suaranya menurun namun tajam, “Tapi yang kamu lakukan hampir membuatnya kehilangan hidupnya, Talita. Dan aku tidak akan diam saja melihat seseorang yang tidak bersalah dihancurkan seperti itu.” Sepertinya apa yang dikatakan oleh Darren lebih cocok untuk dirinya, bukan untuk Talita. Kesakitan Celina itu karena ulah Darren. Talita terdiam sejenak, matanya berkilat penuh rasa tidak terima. “Oh, jadi sekarang Kak Darren membela dia, wanita yang baru kita kenal? Jadi, wanita itu lebih penting daripada aku, istrimu?!” “Ini bukan tentang siapa yang lebih penting, Talita,” jawab Darren, nada suaranya mulai meninggi. “Ini soal tanggung jawab. Kamu tahu betul pernikahan ini adalah kesepakatan bersama. Kamu yang memintaku menikahinya, dan aku melakukannya demi memenuhi permintaanmu, juga demi orang tuaku. Tapi sekarang, kamu ingin aku menceraikannya begitu saja, seolah-olah dia barang yang bisa dibuang kapan saja!” Talita menahan napas, dadanya terasa sesak mendengar kenyataan itu. “Kak Darren selalu menyalahkanku! Apa Kak Darren pernah berpikir bagaimana rasanya jadi aku? Melihat suamiku berbagi perhatian dengan wanita lain, mendengar keluargamu yang terus mendesakku soal anak, sedangkan aku sendiri tidak bisa memberikannya!” Darren menghela napas panjang, mencoba meredam emosinya. “Aku tidak pernah menyalahkanmu, Talita. Tapi kamu juga harus ingat, ini keputusan yang kita buat bersama. Dan aku hanya meminta satu hal: berhenti mempermainkan perasaan orang lain. Celina tidak pantas diperlakukan seperti itu.” Talita menggigit bibirnya, hatinya berperang antara rasa sakit dan gengsi yang tinggi. “Baik, kalau memang Kak Darren merasa dia begitu penting, silakan pilih. Aku atau dia.” Darren tertegun. Pernyataan Talita seperti petir di siang bolong, memaksanya menghadapi ultimatum yang sebenarnya tidak pernah dia inginkan. “Jangan memaksaku membuat pilihan seperti itu, Talita,” balas Darren dingin. “Kenapa? Karena Kak Darren takut memilihku akan menyakiti dia? Atau karena sebenarnya Kak Darren sekarang sudah jatuh cinta padanya?” Talita menantang, suaranya bergetar menahan air mata. “Ini bukan soal cinta atau tidak cinta. Aku mencintaimu, Talita.” Darren menjawab, nadanya datar tapi penuh penekanan. “Ini soal tanggung jawabku sebagai seorang laki-laki yang sudah menikahinya, walaupun karena kesepakatan.” Talita menatap Darren dengan luka yang tergambar jelas di wajahnya. Ia merasa hancur, seperti posisinya sebagai istri pertama telah runtuh. “Jadi, aku harus menerima kenyataan kalau wanita itu akan terus ada di antara kita? Aku hanya minta Kak Darren menceraikannya!” Sebelum Darren sempat menjawab, pintu kamar diketuk. Seorang pelayan masuk dengan kepala tertunduk. “Maaf mengganggu, Tuan, Nyonya. Ada tamu di ruang tamu yang ingin bertemu.” “Siapa?” tanya Darren, mencoba mengalihkan pikiran sejenak dari pertengkaran mereka. “Bu Puspa, Tuan,” jawab pelayan itu. Wajah Darren langsung berubah serius. “Kenapa dia bisa ada di sini?” Talita menatap suaminya dengan alis terangkat. “Puspa? Itu’kan ibu Celina. Apa lagi maunya dia sekarang?” Darren tidak menjawab, hanya melangkah cepat meninggalkan kamar, meninggalkan Talita yang masih berdiri di tempat dengan emosi membuncah. Di ruang tamu, Puspa duduk dengan gaya angkuhnya. Wajahnya yang penuh riasan mencerminkan kesombongan yang selalu melekat padanya. Sementara Livia yang ikut dengan ibunya tampak terkagum-kagum melihat interior mansion. Puspa tidak sia-sia menanyakan alamat rumah Darren pada Yoga, sehingga ia bisa berada di sini. “Bu, aku mau tinggal di sini. Pokoknya Ibu harus bisa membawa Celina pulang, dan aku yang menggantikannya,” ujar Livia pelan. “Ya, sabar, ini Ibu lagi usahakan.” Darren mendekatinya dengan langkah mantap, namun pandangannya penuh kewaspadaan. Puspa dan Livia serempak menatap sosok yang menghampiri mereka berdua. “Ada apa, Bu Puspa? Kenapa datang ke sini tanpa pemberitahuan?” Darren membuka pembicaraan dengan nada dingin. Puspa tersenyum tipis, lalu berdiri. Begitu juga dengan Livia yang tampak terpesona dengan sosok Darren. “Selamat malam Tuan Darren, saya hanya ingin memastikan keadaan Celina, sekalian membawa barangnya. Kabarnya dia sedang tidak ada di mansion ini? Apa dia belum pulang kerja, kah?” “Itu bukan urusan Anda,” balas Darren tegas. “Saya tidak perlu melaporkan keberadaannya pada Anda.” Puspa tertawa kecil, namun tawanya penuh sindiran. “Oh, jadi sekarang Tuan Darren benar-benar melindungi dia ya? Bahkan dari keluarganya sendiri? Padahal dia itu tidak lebih dari wanita tak berguna yang membawa masalah. Saya pun ke sini sengaja mengajak anak saya, Livia yang seharusnya menikah dengan Tuan Darren.” Livia mengulum senyum cantiknya, dengan tangannya terulur pada Darren. Sayangnya, pria itu tidak menyambut uluran tangan wanita itu. “Cukup!” Darren menyela dengan nada keras, membuat Puspa terdiam sejenak. “Saya tidak akan membiarkan Anda menghina Celina di mansion ini. Kalau Anda tidak punya alasan jelas untuk datang, lebih baik Anda pergi.” Puspa menyipitkan mata, lalu mendekat ke Darren. “Tuan Darren, Anda harus tahu sesuatu. Celina itu tidak sesuci yang Anda pikirkan, Celina tidak perawan lagi, maaf kalau baru saya katakan sekarang. Dia bisa memanfaatkan situasi untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Jangan sampai Anda menyesal di kemudian hari. Celina wanita licik. Dan, kedatangan saya ke sini pun dengan senang hati saya malah mau menawarkan Celina untuk digantikan oleh Livia. Anak saya yang satu ini masih perawan, dan sudah tentunya sangat bersedia jika harus mengandung anaknya Tuan Darren. Livia pun wanita yang bisa menjaga kehormatan suaminya, dan bakal jadi madu yang tahu posisinya.” Darren menatap Puspa dengan penuh ketegasan, masalah keperawanan Celina justru ia lebih tahu. “Saya tahu siapa Celina. Masalah licik ... justru Anda yang sangat licik, seorang ibu malah menjual dan menyodorkan anaknya sendiri.” Puspa terdiam, tidak menyangka Darren akan membela Celina sekeras itu. Sebelum dia sempat membalas, Talita muncul di ruang tamu, wajahnya penuh amarah. “Apa sebenarnya tujuan Anda datang ke sini, Bu Puspa?” tanya Talita tajam. Puspa tersenyum sinis, lalu menggeleng pelan. “Tujuan saya hanya ingin memberi peringatan. Berhati-hatilah dengan Celina, dia wanita licik. Tapi kalau kalian berdua tidak mau mendengarnya, itu bukan urusan saya lagi. Saya hanya berharap kalian siap dengan konsekuensinya. Dan, buat Nyonya jaga suaminya jangan sampai suaminya direbut Celina. Padahal saya menawarkan Livia sebagai pengganti Celina.“ Setelah berkata demikian, Puspa melangkah pergi dengan penuh keangkuhan, meninggalkan Darren dan Talita yang saling menatap penuh ketegangan. Livia menatap bingung, padahal ia ingin masih berada di sana. “Tampaknya aku harus lebih waspada sepertinya, aku tidak rela jika Celina merebut suamiku. Itu tidak boleh sampai terjadi!” batin Talita
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN