Keesokan hari, Darren terbangun dengan tubuh yang terasa pegal dan kepala yang masih dipenuhi kekhawatiran. Ia mengerjap pelan, menyesuaikan diri dengan cahaya lampu rumah sakit yang mulai menerangi ruangan tunggu. Di hadapannya, Karina berdiri dengan wajah penuh perhatian. Wanita paruh baya itu tidak menyangka anaknya rela tidur di kursi. Meski sebelumnya Karina sangat kecewa pada putranya, tapi kini perlahan-lahan ia harus mencoba memaafkan putranya, apalagi ia akan segera memiliki cucu dari Celina yang harus sangat dijaga. "Darren, ayo mandi dulu dan sarapan. Kamu butuh tenaga," ujar Karina lembut. Darren mengusap wajahnya, menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku nggak lapar, Mah. Aku mau lihat Celina dulu." Karina menatap putranya dengan sorot penuh kasih. "Nak, dokter bilang