Langit sore itu mendung. Awan bergelantung berat seperti menahan hujan yang tak kunjung turun. Angin meniup dedaunan kering, membuat halaman belakang rumah Sarah terasa seperti dunia yang tak berpenghuni. Rumah besar itu sunyi. Terlalu sunyi. Dan satu-satunya suara yang terdengar adalah langkah kaki pelan Sarah di anak tangga menuju ruang bawah tanah. Tangannya membawa sebuah nampan berisi semangkuk sup ayam hangat, dua potong roti empuk, dan sebotol air mineral. Ia tak membawa sendok—Fiona tidak pernah memakainya. Kakaknya itu terlalu marah, terlalu sombong untuk menyentuh sesuatu yang diberikan Sarah dengan cara yang wajar. Kadang Fiona akan menyendok sup dengan tangan, kadang malah membuang semuanya tanpa mencicipi. Tapi Sarah tetap membawakannya makanan. Setiap hari. Tanpa henti. Tan