Pintu rumah besar itu terdengar terbuka dengan cepat. Kavindra masuk tergesa, langkah kakinya berat, dadanya sesak, dan wajahnya pucat penuh kepanikan. Sepanjang perjalanan, pikirannya hanya dipenuhi bayangan Sarah yang pergi meninggalkan rumah bersama Alvano. Bayangan kehilangan istri dan anaknya membuat tubuhnya bergetar hebat. Namun, begitu kakinya melangkah ke ruang tengah, ia terhenti. Pandangannya langsung tertuju pada sosok Sarah yang duduk di sofa dengan wajah datar. Tidak ada tangisan, tidak ada senyuman, hanya tatapan kosong penuh kecewa. Di pangkuannya, Alvano yang masih berusia enam bulan tidur tenang, tangannya kecil menggenggam kain selimut. Kavindra menahan napas, seolah seluruh rasa bersalah menamparnya sekaligus. Ia sempat mengira Sarah benar-benar akan meninggalkan ruma