Aurora tidak tahu dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga ia dipertemukan oleh laki-laki gila sejenis Christian. Sejak kejadian ciuman itu, Aurora tidak lagi melihat batang hidung Christian selama empat hari ini. Aurora bersyukur akan itu. Ia jadi tidak perlu menghindar atau hidup dalam keadaan was was. Empat hari itu juga Barney terlihat tenang tanpa kehadiran Christian dan dua temannya.
Di kantin fakultas, karena Aurora belum berkenalan dengan seorang teman pun dan hanya Barney yang ia kenal, ia makan siang bersamanya. Kebetulan sekali mereka bertemu.
“Aurora, aku minta maaf atas kejadian tempo hari. Aku tidak bisa menolongmu,” ungkit Barney.
Sejujurnya Aurora benci membahasnya, ia juga tidak nyaman karena masih terbayang saat Christian memaksanya untuk berciuman. Hal itu sangat menyebalkan.
“Christian tidak melakukan hal buruk kepadamu, kan?” tanya Barney memastikan.
Tangan Aurora yang tengah memegang sendok mengepal, gadis itu menggigit bibir bawahnya menahan kesal. “Christian berengsek! Aku membencinya,” tekan Aurora.
“Aku juga, aku membencinya,” setuju Barney.
“Kenapa kau tidak melawan, Barney? Kenapa juga dia merundung dan menindasmu? Kesalahan apa yang kau perbuat?” tanya Aurora heran.
“Tidak ada alasan, Aurora. Jika Christian ingin, ia akan melakukannya. Di kampus ini tidak ada yang berani padanya.”
“Memangnya dia siapa, sih? Kenapa dia ditakuti? Apa yang semua orang takuti terhadapnya?”
“Memangnya kau tidak takut pada Christian?” tanya Barney balik. Ia membenarkan letak kacamatanya sebelum menatap Aurora.
“T- takut, sih. Christian memang menyeramkan. Tapi aku tidak tahu apa yang membuatnya tampak menyeramkan. Tatapannya tajam dan itu menakutkan,” jabar Aurora.
“Orang tuanya punya kekuasaan, dia juga sangat kaya, dia bisa melakukan kejahatan apa pun tanpa dihukum. Dia kejam, Aurora. Bahkan dia bebas membunuh siapa pun yang menurutnya mengganggu tanpa didakwah dan dipenjara. Tahun lalu, sebelum dia merundungku, dia merundung seorang mahasiswa yang berujung dia bunuh karena mahasiswa itu melawan. Mahasiswa itu dihajar habis-habisan, kemudian dibuang begitu saja dari atap gedung.”
Jantung Aurora berdetak lebih kencang dari biasanya mendengar cerita dari Barney tentang Christian. Aurora tahu Las Vegas adalah kota penuh dosa dan kejam, tapi ia tidak tahu kalau kota ini sangat kejam. Aurora jadi semakin takut berada di kota ini.
“Kau tahu apa yang paling tidak adil?” tanya Barney dan dibalas gelengan oleh Aurora. “Korban Christian dinyatakan bunuh diri, padahal jelas-jelas Christian yang membunuhnya. Orang tua korban tidak bisa melakukan apa-apa selain pasrah. Christian sekejam itu, bahkan kasus itu saja hanya sebagian kecil dari kejahatan yang dia perbuat, Aurora.”
“Dia kriminalis, dia harus dipenjara agar tidak membahayakan orang sekitar, kan?”
“Sudah aku bilang sebelumnya, dia sangat berkuasa terlebih di Las Vegas. Seolah Las Vegas berada di genggaman keluarga Christian. Dia bebas melakukan apa pun termasuk membunuh orang tak bersalah.”
Aurora jadi tidak nafsu makan mendengar cerita dari Barney. Ia menatap nampan berisi makanannya yang baru ia habiskan setengah.
“Kau tidak takut dibunuh Christian?” tanya Aurora.
“Selama aku menurut, selama aku pasrah dengan apa yang dia lakukan terhadapku, aku tidak akan dia bunuh.”
“Tapi sampai kapan, Barney?”
“Sampai dia bosan dan mencari mainan baru.”
“Apa dosen juga tidak …,” belum selesai Aurora berbicara, Barney memotongnya.
“Polisi dan pemerintah saja tidak bisa mengusiknya apalagi hanya dosen, Aurora.”
“Christian aneh, tempo hari dia mengatakan hal gila,” ujar Aurora.
“Apa yang dia katakan?” tanya Barney penasaran.
“Katanya aku miliknya. Dia mengklaim seenaknya, dan aku benci itu. Apa yang harus aku lakukan, Barney?”
Raut wajah Barney berubah menjadi pucat. “Christian tertarik padamu, Aurora.”
“Uh? Tertarik? Apa itu tandanya aku dalam bahaya?”
Baru saja Barney hendak menjawab, namun kantin yang awalnya gaduh berubah menjadi hening hanya dalam hitungan detik. Barney hapal keadaan ini, tanpa ia menoleh pun ia juga pasti tahu kalau Christian baru saja memasuki kantin.
Aurora yang tidak sadar dengan kehadiran Christian pun mengoyak lengan Barney. “Jelaskan, kenapa kau malah diam?” tanya Aurora menuntut.
“Wow Barney, kau berani menyentuh milikku?” tanya sebuah suara yang berasal dari belakang.
Barney membeku, dengan gerakan gagap ia berdiri dan menjauh dari Aurora, membuat tangan Aurora yang tengah menyentuh lengannya terlepas begitu saja.
“M- m- maaf, Christian. Aku tidak bermaksud untuk …,” ucapan Barney terputus saat Christian menamparnya keras sampai ia terhuyung dan hilang keseimbangan.
Mata Aurora melebar, ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Kantin semakin hening. Tangan Aurora gemetar hebat, ia berdiri dan melangkah hendak menolong Barney sebelum Christian kembali bersuara. “Kalau milikku kembali menyentuhmu, kau akan menerima lebih dari itu, Barney.”
Barney segera menjauh sebelum Aurora menyentuhnya. Membuat gerakan Aurora terhenti. Aurora ingin menangis saja, ia benci bertemu dengan Christian, bahkan ia benci mendengar suaranya.
“Aku ingin suasana kantin yang bising! Kenapa kalian semua diam hah!” bentak Christian tiba-tiba.
Tidak butuh waktu lima detik setelah Christian mengucapkan hal itu, kantin berubah menjadi bising. Mereka yang makan di sana berlaku seolah tidak terjadi apa-apa. Kembali mengobrol, kembali makan, dan kembali melakukan aktivitas lain.
Aurora masih terpaku di tempatnya. Berdiri membelakangi Christian dan melihat Barney yang baru saja berdiri seraya menunduk dalam.
Tubuh Aurora menegang saat Christian tiba-tiba memeluknya dari belakang. Membuat air mata yang mengambang di pelupuk mata menetes begitu saja. Aurora jadi ingat dengan ucapan singkat Barney tentang Christian. Aurora sedang ketakutan saat ini.
“Bernapas Aurora, kau akan mati jika terus menahan napasmu seperti ini.”
Dan baru Aurora sadari bahwa ia tidak bernapas. Gadis itu menghembuskan napasnya seraya masih gemetar di dalam pelukan Christian.
“Kenapa kau jadi gemetaran seperti ini, hm? Apa yang sudah dikatakan Barney padamu?” tanya Christian.
Noah merangkul Barney, “Apa yang kau katakan kepada kepunyaan Christian, Barney? Kau mau mati cepat sebelum kami bosan terhadapmu?” tanya Noah.
“B- Barney tidak mengatakan apa pun,” balas Aurora.
“Memangnya aku bertanya padamu?” tanya Noah menatap tajam mata Aurora. Membuat Aurora semakin ketakutan.
“Noah, siapa yang menyuruhmu menatapnya? Siapa juga yang menyuruhmu membuatnya ketakutan?” tanya Christian tajam.
“Maaf, Christian. Tidak akan terulang lagi,” ucap Noah.
Christian semakin mengeratkan pelukannya. Ia mengecup singkat pipi Aurora dan menghapus jejak air mata yang keluar tanpa disengaja itu. “It’s okay, mine. Kau tidak perlu takut. Kau milikku, tidak ada yang berani menyakitimu.”
“Kecuali aku,” bisik Christian.
“Christian,” panggil Aurora pelan. Suaranya bahkan tidak bohong kalau ia ketakutan.
“Hm?”
“Aku mau ke kelas. Ada jam dosen,” izin Aurora.
“Apa kau tidak merindukanku? Empat hari kita tidak bertemu karena aku harus mengurus sesuatu.”
“T- tapi aku harus pergi.”
“Aku jadi penasaran apa yang Barney katakan kepadamu. Apa aku harus merobek mulutnya agar dia mau cerita?”
“Sungguh tidak ada yang dia ceritakan. Kami hanya makan siang bersama,” dusta Aurora.
“Kenapa kau jadi sangat ketakutan bertemu denganku?”
“Karena… karena kau galak.”
Christian tergelak. Aurora menggemaskan dan ia ingin melihat wajah Aurora saat ini. Dengan sekali gerakan, Christian membalikkan tubuh Aurora untuk menghadap ke arahnya.
“Cium aku dulu, baru aku akan melepasmu.”
Aurora mendongak memberanikan diri menatap kedua mata Christian. “Tapi ini di kantin.”
“Siapa yang peduli? Bahkan jika kita melakukan s*x di sini tidak akan ada yang peduli, Aurora.”
Aurora menjauh satu langkah mendengar ucapan spontan dari Christian. Menciumnya saja Aurora tidak mau, bisa-bisanya dia mengatakan hal sevulgar itu tanpa tahu malu. Apa penduduk Las Vegas memang seperti ini?
“Kalau kau pergi tanpa menciumku, Barney yang akan menerima akibatnya.”
“Kenapa kau selalu mengancamku?” tanya Aurora menahan tangis.
“Kau beruntung aku masih bersuara untuk memperingatimu karena suasana hatiku sedang baik. Biasanya aku langsung melakukannya tanpa banyak bicara seperti saat ini,” balas Christian.
Aurora melirik kanan dan kiri, tidak ada yang bisa ia lakukan selain menuruti ucapan si sinting Christian hanya untuk lepas darinya. Aurora kembali melangkah mengikis jarak di antara mereka.
“Menunduk, kau terlalu tinggi.”
Christian menampilkan smirk-nya. Ia sedikit merendahkan punggungnya untuk menyamakan tinggi dengan Aurora yang hanya sebatas pundaknya saja. Christian sudah bersiap menerima ciuman saat Aurora mendekatkan wajahnya. Namun di luar prediksi, Aurora justru mencium pipi Christian bukan bibirnya.
“A- aku sudah menciummu. Izinkan aku pergi.”
Christian menegakkan kembali tubuhnya. Ia tergelak dengan tingkah yang Aurora tunjukkan. “Kau boleh pergi,” putus Christian.
Aurora bernapas dengan lega, ia mengais tasnya dan segera pergi dari sana. Ia sudah menuruti ucapan Christian, ia yakin Christian tidak akan berlaku macam-macam kepada Barney.
Namun ada sedikit rasa ragu terselip di hati kecil Aurora. Ia menghentikan langkahnya, kemudian berbalik untuk menatap Christian. “Barney tidak mengatakan apa-apa, aku juga sudah menuruti perintahmu, jadi… jadi jangan apa-apakan dia dan buat aku merasa bersalah kepadanya.”
“Aku tahu.”
“Kau mau berjanji?” tanya Aurora tidak yakin.
“Berjanji dengan cara apa agar kau percaya?”
Aurora kembali menghampiri Christian. Ia mengambil tangan Christian, kemudian menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Christian. Ukuran jari Aurora yang jauh lebih kecil membuatnya tampak lucu bertaut dengan jari kelingking Christian yang ukurannya tiga kali lipat lebih besar.
“Kau sudah berjanji, jangan mengingkarinya.”
Setelah itu Aurora benar-benar berlari meninggalkan kantin. Mata Christian tidak berhenti menatap punggung Aurora yang semakin menjauh. Ia semakin tertarik dengan gadis itu. Bagaimana bisa ada mahasiswa yang masih menggunakan pinky swear untuk meneken janji? Kekanak-kanakan, tapi entah kenapa membuat Christian tidak berhenti tersenyum.
Menarik, batin Christian.
“Lepaskan dia, kita pergi,” titah Christian kepada dua temannya.
“Maksudmu? Kau benar-benar akan melepaskan Barney begitu saja?” tanya Noah tidak percaya.
“Jangan rusak kebahagiaanku, Noah,” balas Christian penuh penekanan.
Noah menelan ludahnya, ia melepaskan Barney sesuai perintah Christian.
- To be continued -