Saat jam dosen berlangsung, Aurora tidak bisa fokus. Ia memikirkan kejadian tadi, pula memikirkan ucapan Barney tentang Christian. Jika memang Christian seberbahaya itu, Aurora hanya perlu menghindarinya, bukan? Semakin dipikirkan, semakin membuat kepada Aurora pusing.
“Aurora!” seru dosen di depan kelas membuat lamunan Aurora buyar begitu saja. Gadis itu terkesiap dan menatap dosen dengan mata bingung.
“Apa kau tidak mendengarkanku menjelaskan materi di depan?” tanya dosen menatap Aurora tajam.
“M- maaf, Bu.”
“Keluar dari kelasku! Kau tidak diizinkan mengikuti kelas khusus untuk hari ini!” sentaknya marah.
Aurora menunduk sedih, ia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan pergi dari sana. Gadis itu menyesal. Andai pikirannya fokus pada jam mata kuliah, ia tidak akan diusir dari kelas karena melamun memikirkan si Christian gila itu. Semakin bertambah alasan Aurora membenci Christian.
Sekarang Aurora tidak tahu harus apa. Ia tidak punya teman dekat, ia juga sudah bilang mamanya kalau ia pulang kuliah sore.
Aurora hendak menuju perpustakaan. Ia pikir lebih baik jika ia membaca buku di sana untuk menghabiskan waktu. Ia pun melangkah menuju perpustakaan fakultas.
Namun langkah Aurora terhenti dengan refleks saat ia mendengar suara Christian. Ia melangkah mundur sebelum sampai ke perpustakaan. Gadis itu memilih tidak jadi ke perpustakaan dibanding bertemu dengan laki-laki gila seperti Christian. Sungguh Aurora ingin menghindarinya sebisa mungkin.
Langkah Aurora tertuju pada kamar mandi yang sedang sepi. Ia berkaca di wastafel seraya membuang napas lelah. Kuliah belum genap dua minggu, ia sudah dihadapkan oleh masalah-masalah. Aurora merindukan masa-masa saat ia masih duduk di bangku SMA. Rasanya hidup Aurora tenang, tidak serumit saat ini.
Baru saja Aurora mengeluh di dalam hati, matanya membulat melihat seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi. Aurora melihat orang itu adalah Christian dari pantulan kaca wastafel.
Aurora membalikkan badannya dan menatap Christian terkejut. “K- kau kenapa bisa masuk di sini?” tanya Aurora.
“Memangnya tidak boleh?” tanya Christian balik.
Aurora berpikir keras, atau dia yang salah masuk toilet? Tapi jelas-jelas ia masuk di toilet yang benar. “Atau aku masuk di toilet yang salah?” tanyanya pada diri sendiri pelan. “Kalau begitu aku permisi, sepertinya aku salah masuk toilet,” ujar Aurora. Ia mengais tasnya dan berniat untuk pergi, namun baru dua langkah, Christian sudah mencekal tangannya.
“Ini benar toilet perempuan, kau tidak salah masuk toilet,” balas Christian.
“Tapi kenapa kau bisa masuk? Kalau ada orang lain bagaimana?” tanya Aurora takut-takut. Ia juga tidak mau disangka yang macam-macam.
Christian menarik kasar Aurora, menghempaskan tubuhnya pada wastafel dan mengukungnya menggunakan dua tangan sehingga Aurora tidak bisa ke mana-mana. “Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu.”
“P- pertanyaan apa?” tanya Aurora gugup. Christian lagi-lagi mengintimidasinya.
“Apa kau punya kekasih?”
Aurora menggeleng.
“Baguslah, kalau kau punya aku pasti sudah melenyapkannya.”
“Uh? Maksudmu?”
“Kau terlalu lambat berpikir Aurora. Maksudnya aku akan membunuhnya agar kau tidak punya kekasih.”
“Kau gila Christian!” hardik Aurora. Ia berusaha mendorong d**a Christian, namun Christian tidak ada niatan pergi.
“Masih banyak yang ingin kutanyakan.”
“Iya tapi nggak di toilet perempuan juga. Lagi pertanyaan yang kau lontarkan tidak ada yang penting!”
“Penting, Aurora,” tekan Christian. “Kalau kau berontak seperti ini, kau pikir semua akan selesai dengan cepat? Kau dan aku akan selamanya dengan posisi ini. Jadi mohon kerjasamanya.”
Aurora menyerah. Gadis itu mendongak menatap kedua mata Christian kesal. “Ya sudah apa lagi? Aku akan menjawab, tapi setelah itu lepaskan.”
“Kau berasal dari mana? Thailand? Korea? Atau—“ ucapan Christian segera Aurora bantah.
“Indonesia.”
“Umm okay.” Christian kembali memperhatikan wajah cantik Aurora. “Kenapa bisa di Las Vegas?”
“Mama dipindah tugaskan kerja di sini, mau tidak mau aku harus ikut dengan Mama.”
“Mau jadi milikku?” tanya Christian.
Alis Aurora tertaut, ia menjawabnya dengan gelengan.
“Kenapa kau menggeleng? Kau menolakku?” tanya Christian mengeraskan rahangnya menahan marah.
“Kau aneh. Kenapa aku harus jadi milikmu? Maksudnya, milikmu seperti apa? Ucapanmu sulit dipahami Christian.”
Christian menarik dagu Aurora, menyuruh Aurora menatap dalam kedua matanya. “Menjadi milikku, menuruti semua mauku.”
“Aku bukan pelayanmu. Kalau kau butuh pelayan, kau bisa menyewanya. Bukankah kau orang kaya? Kau terkenal kaya dan seenaknya.”
“Sayangnya aku tidak menerima penolakan, Aurora. Ayolah jangan pancing amarahku dengan belagak polos seperti ini.”
“Kau mau aku jadi pelayanmu? Menuruti semua keinginanmu? Maksudnya kau mau membullyku seperti Barney?” tanya Aurora takut-takut. Ia jadi panik takut dirinya dijadikan sasaran selanjutnya karena bosan dengan Barney.
“Apa salahku? A- aku tidak melakukan kesalahan fatal terhadapmu, Christian. Kenapa aku?” tanya Aurora menahan tangis. Ia harap seseorang masuk dan menyelamatkannya dari Christian saat ini.
Christian memutar bola matanya muak. “Aku tidak berniat membullymu. Aku ingin menjadikanmu milikku. Kita bersama, kau menuruti mauku, dan aku akan melindungimu selama di kampus. Dosen dan mahasiswa lain tidak akan berani padamu.”
“Aku tidak mau. Kau cari perempuan lain saja.”
“Aku maunya kau Aurora,” desis Christian. “Aku cukup sabar menghadapimu, jangan membuatku kehilangan kesabaran dan berbuat kejam terhadapmu, hm?”
Aurora mengalihkan pandangannya saat Christian semakin tajam menatapnya. Lidah Aurora menjadi kelu, ia jadi tidak bisa bicara untuk mengutarakan penolakannya.
“Kenapa tadi menghindariku?” tanya Christian.
“Ka- kapan?”
“Jangan belagak bodoh Aurora!” bentak Christian.
Aurora tersentak. Gadis itu menahan mati-matian rasa takutnya saat ini.
“Sekali lagi aku melihatmu menghindariku, lihat saja apa yang akan aku lakukan terhadapmu,” ancam Christian.
“I- itu hakku,” cicit Aurora.
“Coba bicara sekali lagi,” tantang Christian.
“Apa pun yang aku lakukan, itu hakku. Aku bebas untuk melakukan apupun sesuai keinginku, Christian.” Jelas Aurora memberanikan diri membela dirinya sendiri.
“Rupanya kau tidak mengerti saat aku bilang jangan menguji kesabaranku hm?”
Tangan Aurora semakin gemetar hebat. Ia membenci dirinya sendiri karena setiap kali bertemu dengan Christian, Aurora selalu ketakutan. Christian seperti ancaman tersendiri untuknya.
“Kau punya dendam padaku karena kejadian di toko roti? Aku harus apa agar kau tidak marah lagi dan berhenti menggangguku seperti ini?” tanya Aurora.
“Kau gemar sekali memancing emosiku.”
“Aku tidak memancing. Aku… aku hanya bertanya agar aku bisa memperbaiki kesalahanku padamu.”
“Kenapa kau ingin sekali lepas dariku?”
“Kau menakutkan Christian. Kau membuatku tidak nyaman.”
“Apa yang membuatmu tidak nyaman berada di dekatku?”
“Seperti saat ini. Jarak kita sangat dekat, kau juga mengukung dan menatapku tajam seolah ingin menghabisiku. Aku takut!”
Christian tertawa singkat. Ekspresi Aurora berhasil membuat emosinya akan sikap Aurora yang terlalu polos itu meluap. Aurora tampak imut di matanya.
“Semua mahasiswi di kampus ini ingin berada di posisimu sekarang Aurora. Bahkan mereka akan sukarela membuka kedua kakinya untukku.”
Sekali lagi Aurora heran. “Membuka kedua kaki? Untuk apa?”
Christian menunjukkan smirk-nya. Ia mengangkat Aurora untuk duduk di atas wastafel. Christian membuka kaki Aurora dan menekan pusat Aurora dengan pusatnya. “Melakukan ini,” bisiknya seduktif.
Aurora menegang. Ia berontak, namun Christian menahan dirinya. Hal ini termasuk pelecehan, Aurora tidak bisa lagi membendung air matanya untuk tidak keluar. Dari luar celana, Aurora bisa merasakan milik Christian mengeras.
Christian menggesek miliknya dengan milik Aurora dari luar celana. Hal ini pertama kalinya untuk Aurora, sebelumnya ia tidak pernah sedekat dan seintim ini dengan laki-laki. Membuat Aurora tidak bisa berbicara bahkan seluruh tubuhnya gemetar takut.
Sadar itu, Christian berhenti melakukan aksi gilanya meski saat ini ia ingin melakukan s*x dengan Aurora. Christian mengusap wajah Aurora, menghapus air mata yang mengalir di kedua pipinya.
“Kenapa menangis? Bukankah kau ingin tahu kenapa para mahasiswi membuka kakinya untukku? Aku hanya memberimu contoh, Aurora.”
“Kau jahat, Christian.”
“Kalau aku jahat, aku sudah menelanjangimu di sini. Melakukan apa yang ingin aku lakukan. Tapi aku menahannya meski aku sangat ingin mengoyak tubuhmu.”
Aurora semakin deras menangis. Meski Christian tidak menggesek miliknya lagi, tapi tetap posisi mereka masih begitu intim. Aurora menunduk tidak berani menatap mata Christian. Ia takut benar-benar Christian lecehkan. “Lepaskan aku,” lirih Aurora.
Christian menyingkirkan rambut Aurora, ia menunduk dan mengecup leher Aurora sebelum berbisik. “Tidak mau.”
“Aku akan melaporkanmu ke polisi,” ancam Aurora.
Christian menertawakan ucapan Aurora yang terdengar seperti sebuah lelucon di siang hari. Ancaman Aurora seolah menggelitiki perutnya. “Jangan Aurora, aku takut pada polisi,” ucap Christian memelas. Namun sedetik kemudian ia mengubah raut wajahnya menjadi dingin, “Kau tidak berharap aku mengatakan hal itu, kan, Aurora?”
“Kau sudah melecehkanku.”
“Belum, tapi nanti akan iya jika kau terus-terusan memancing amarahku.”
“Aku tidak pernah memancing amarahmu, kau saja yang mudah marah.”
Christian menghembuskan napasnya. Kembali ia membelai wajah Aurora yang dipenuhi dengan air mata. “You're driving me crazy Aurora. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, kau beruntung karena aku masih menunjukkan sisi baikku saat menginginkan sesuatu.”
Aurora diam saja, masih dengan air mata yang tidak berhenti mengalir dari wajahnya. Matanya kembali bertemu dengan manik mata hijau milih Christian, gadis itu menahan d**a Christian agar mereka tidak terlalu dekat. Lama keduanya saling bertatapan, Christian mengusap air mata Aurora seraya berkata dengan lembut. “Jangan menghindariku lagi, aku benci itu.”
Aurora mengangguk takut-takut.
“Be a good girl, Aurora. Don’t make me angry hum?”
— To be continued —
Hi! Akhirnya setelah hectic mengurus pekerjaan ini itu di real life, aku bisa kembali di duniaku yang ini. Aku akan update Aurora setiap hari. Jadi jangan lupa untuk memberi komentar, atau men-share Aurora agar mereka ikut membaca. Cerita ini khusus untuk dewasa, aku harap yang masih di bawah umur tidak perlu membaca ceritaku karena belum waktunya untuk kalian baca. Temui aku di ig @virda.aputri atau wp @PinkCappuccino yang belum follow akun aku ini, silakan difollow agar tidak ketinggalan ceritaku yang lain :)
spread love!!! See u!