Lean menatap kesal Shanea yang mulutnya suka asal sahut dan menyebalkan itu. Selalu menyepelekan perasaan dan sakit hati orang lain, karena dia biasa hidup dimanja. “Diam! Aku sedang minta pertanggung jawaban mereka sebagai orang tuaku, sebelum nanti mereka mati dan ditagih di akhirat! Kamu bisa bicara segampang itu, karena tidak pernah merasakan berada di posisiku. Kalau saja dibalik, apa kamu terima diperlakukan seperti aku?!” balas Lean. Shanea melengos kesal. Sementara Tama dan Kemala juga masih dengan bungkamnya. Lean mendecih keras dengan gelengan pelan. Memang apa yang dia harapkan dari orang berjiwa kerdil seperti mereka. Mana mungkin mau mengakui salahnya. “Aku sudah pernah bilang, itu adalah perintah mutlak dari Hardian. Dia tidak ingin aku ada sangkut pautnya lagi dengan ….”