Eps. 8 Amarah Joanna

1056 Kata
Tristan menatap tajam Joanna. Tapi entah mengapa dia merasa wanita di hadapannya itu hanya raganya saja yang berdiri di sana sedangkan jiwanya entah ke mana. “Baiklah, briefing kali ini sudah selesai. Kalian bisa buyar dan kembali bertugas sekarang.” Tristan mengakhiri sesi briefingnya. Meskipun dia sebenarnya adalah seorang CEO tapi sedikit banyak dia mengerti tentang tugas sekuriti. Karena di perusahaannya, Galaxy dia juga yang menangani semua masalah perusahaan termasuk masalah sekuriti. Jadi terbilang mudah baginya jika harus menyamar sebagai seorang petugas sekuriti. Setelah semua sekuriti bubar dari barisan, Tristan mendekati Joanna yang masih diam mematung di sana. “Apakah dia melamun?” Tristan sudah berdiri tepat di hadapan Joanna. Namun wanita itu berkedip saja tidak, mungkin saja malah tidak melihat kehadiran dirinya. Sudah pasti itu! Tristan bahkan membuka lebar satu telapak tangannya dan melambaikan ke kiri dan ke kanan, namun Joanna tak meresponnya juga. Tetap mematung di sana. “Ada apa dengannya, apa dia baik-baik saja?” Tatapan mata Joanna memang nampak kosong seperti cangkang telur yang kosong, tak ada isinya. Pikirannya masih belum lah sehat seperti biasanya. Dia Terpukul berat dengan kejadian semalam hingga membuatnya seperti ini. Joanna yang larut dalam pikiran kalutnya, tiba-tiba saja melelehkan cairan bening di sudut kelopak matanya yang menerobos turun tanpa bisa dia bendung. Plus tak sadar membiarkan air matanya berderai tatkala teringat pada sosok Dimas. Dimas satu minggu ini kita belum bertemu. Bagaimana aku akan menghadapimu besok? Apa aku bisa tak sanggup bicara denganmu mengenai kehidupan bersama kita mendatang? Hatinya serasa berdenyut diremas-remas sampai remuk berbentuk. Tak terasa urusan bening yang meleleh dari sudut matanya semakin bertambah deras saja. Apa yang dia pikirkan? Kenapa dia melamun dan sekarang menangis? Tristan bingung melihat seorang wanita menangis di depannya. Rasanya ia bisa merasakan perih itu walaupun tak mengalaminya secara langsung. Apa peristiwa semalam benar-benar mengguncangnya? Kali ini ia nampak salah tingkah juga merasa bersalah setelah teringat kejadian semalam. Kejadian yang tak diinginkannya dan merupakan sebuah kecelakaan. Di antara rasa bersalah juga sebagai manusia yang mempunyai rasa toleransi tinggi, ia pun tanpa sadar mengusap air mata Joanna. Hah! Wanita itu tersentak kaget begitu merasakan ada sentuhan lembut di sekitar pelupuk matanya. Mata sendunya seketika berubah tajam dan membulat sempurna, tatkala melihat siapa yang ada di depannya sekarang. “Kau.... Kenapa kau lagi?” sentak Joanna marah. “Aku sudah bilang padamu jangan pernah temui aku lagi. Kau tahu, kau membuatku muak!” Air matanya kering seketika tanpa dia minta. Ia juga menyentak Tristan serta mendorongnya menjauh dari dirinya. Entah rasanya dia masih takut saja pada pria itu. “Sebenarnya kau duluan yang membuatku kemari.” “Apa maksudmu?” sengit Joanna. “Kau melamun menatapku dan mengundangku datang kemari.” Joanna tak mengerti maksud penjelasan Tristan. Mengundang apa maksudnya? Jika dari tadi ia hanya menatap rumput hijau di depannya dan beberapa punggung petugas sekuriti yang tak dikenalnya. Sialnya pria yang paling dibencinya juga yang paling tak ingin ditemuinya ada di antara mereka, dan kali ini kembali membuatnya kesal. “Hey! Dengar, aku sama sekali tidak memanggil ataupun mengundangmu kemari. Aku bahkan tidak tahu kalau kau ada di sana. Buat apa aku memanggil orang yang jelas-jelas sudah merenggut ke--” ucapannya segera dipotong oleh Tristan. Pria itu membekap bibir Joanna agar tak melanjutkan perkataannya atau semua yang ada di sana akan mendengar juga mengetahui apa yang terjadi diantara mereka berdua, karena Joanna bicara dengan setengah berteriak. Tangan Joanna di bawah sana terkepal sempurna. Bersiap untuk meninju muka Tristan hingga remuk, bahkan jika sampai tulang jemarinya itu patah pun ia rela asalkan muka pria di depannya itu tak lagi berbentuk. “Jangan lanjutkan lagi. Di sini banyak telinga berjalan di manapun. Jadi kau harus waspada di manapun kau berada jika ingin semua rahasiamu tersimpan rapi,” bisik lirih Tristan. Ia juga tak ingin ada seseorang di perusahaan ini yang mengetahui kejadian semalam yang tak diharapkannya jika tidak mungkin ada oknum akan memanfaatkan kesempatan ini untuk memerasnya atau sebagainya. Joanna semakin jengkel dan marah hingga ke ubun-ubun dengan sikap Tristan yang serasa menghina dirinya dan menghempaskannya ke lapisan terdasar bumi. Akh! Tristan sampai berteriak saat Joanna bukannya menurut pada dirinya namun malah menggigit jemari tangannya. Rasanya sekarang Tristan itu seperti mengoyak dagingnya dan akan meremukkan tulangnya. “Kau gila!” hardiknya lagi.” Joanna menyentak tangan Tristan dengan kasar. Secepatnya ia pergi menjauh dari Tristan. "Hey, kau! Tunggu!” Tristan mengejar Joanna. Ia sampai menarik bahu wanita itu dan membuatnya kembali berhenti. “Apalagi yang kauinginkan dariku? Tidakkah sudah cukup bagimu menikmati tu--” Tristan kembali membekap bibir Joanna, sebelum mengucapkan kalimat lengkapnya. Sorot mata Joanna kali ini tampak tajam menatap Tristan. Ia benar-benar merasa direndahkan sekali oleh pria itu. Lagi, ia menyentak tangan Tristan dengan kasar. Pria itu memang melonggarkan cengkraman tangannya sehingga Joanna bisa menyingkirkan tangannya. “Tolong jangan bicara dengan nada tinggi seperti itu lagi. Kau akan mempermalukanku di depan publik.” “Malu? Apa kau punya malu? Sampai-sampai kau menjamahku semalam?” Tristan merasa Joanna memang gila. Sudah berulang kali ia melarang gadis itu untuk tidak membahas kejadian semalam. Belum ada satu menit berlalu, tapi Joanna sudah menghalangi kesalahannya untuk yang ketiga kalinya. Dan itu tak ada ampun lagi baginya. Bugh! Tristan pun terpaksa menyudutkan Juana hingga merapat ke dinding dan tak bisa bergerak lagi. “Sekali lagi kau berteriak dan menganggap kejadian semalam aku tak akan segan lagi untuk menindakmu.” Joanna sama sekali tidak takut dengan ancaman Tristan. Dirinya benar. Malahan ia kembali bicara. Berteriak dengan lantang agar semua bisa mendengarnya. “Dasar kau pria perenggut kesucian. Bagimu kesucian itu tidak penting apa?!” Joanna sudah tak bisa menahan lagi amarahnya yang meledak-ledak.” Tristan tak tahu lagi harus berbuat apa untuk membungkam bibir Joanna supaya tidak mengumbar aib mereka lagi. “Jangan salahkan aku bertindak nekat.” Tristan mengancam, karena Joanna terus mereka mengumbar aib mereka. Terpaksa ia pun membungkam bibir Joanna dengan bibirnya. “Apa yang kau lakukan?!” Joanna tersentak kaget dan menggigit bibir Tristan sampai berdarah agar tautan bibir mereka terlepas. Akh! Tristan mendesis perih, mengusap darah di bibirnya. Sementara Joanna yang belum puas marah dan masih kesal sekali pada Tristan, mendorong kembali pria itu menjauh dari dirinya. Ia kemudian berlalu dengan cepat menghentakkan heelsnya ke lantai meninggalkan Tristan yang masih membeku di sana. “Boss manajer, apa terjadi sesuatu?” Seorang petugas sekuriti datang menghampiri Tristan karena sempat mendengar suara berisik di sana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN