16. Karyawan Baru

1407 Kata
"Yuri, sini!" teriak Tania saat Yuri baru saja memasuki lobi kantor. Senyuman Yuri mengembang, berjalan cepat menghampiri Tania yang duduk di sofa lobi kantor. "Tan, kita nggak terlambat kan?" "Ya enggak lah. Masih kurang lima belas menit dari jam masuk kantor." "Syukurlah." "Kamu kenapa keringetan begitu? Kayak yang ke sini jalan kaki aja!" "Ya emang aku jalan kaki." "Hah! Kok bisa? Kenapa nggak bilang sih. Tau gitu tadi aku jemput kamu." Tuh, kan. Yuri kelabakan. Susah ngomongnya. Apa iya dia harus cerita kalau tadi diantar Zakwan. Nggak mungkin. Yuri garuk-garuk belakang telinganya. "Itu tadi ojek yang aku naikin mogok. Padahal sudah dekat kantor. Ya udah sih. Aku pilih jalan kaki." "Astaga, Yuri!" Tania sigap membuka tas dan mengulurkan tisu basah pada sahabatnya. "Buruan rapiin make-up. Jangan sampai di hari pertama kerja malah kelihatan kucel." Yuri meringis. Ingin ke toilet membenarkan riasan wajahnya, hanya saja tidak sempat karena karyawan di bagian resepsionis sudah memanggilnya dan meminta pada keduanya agar menemui bagian personalia karena ada beberapa hal yang akan disampaikan terkait dengan pekerjaan. Rupanya bukan hanya ada mereka berdua saja yang menjadi karyawan baru di perusahaan ini, tapi ada lima orang lagi dengan penempatan lain divisi. Sungguh, Yuri merasa sangat bersyukur. Meski pun dia bisa bekerja di tempat ini karena perantara papa tiri Tania, tapi tetap saja dia dan Tania mampu bersaing dengan beberapa kandidat yang lainnya. Akan melalui masa training selama tiga bulan. Jika mereka mumpuni dalam pekerjaan, maka bisa langsung diangkat menjadi karyawan kontrak. Yuri terlihat sangat antusias sekali. Perlahan, semua mimpinya bisa ia wujudkan. Dia yang selama ini hidup dalam serba kekurangan, mempunyai mimpi yang begitu besar dan ingin menjadi orang sukses agar dapat membahagiakan orang-orang di sekelilingnya. "Selamat pagi, maaf saya terlambat," ucap seorang wanita yang masuk ke dalam ruangan. Yuri dan Tania saling pandang. Dia tahu siapa sosok wanita dengan baju mencolok yang baru saja memasuki ruangan. Wajahnya terlihat begitu angkuh sama seperti sikapnya yang selama ini terkenal arogan. Malika Tandi. Yuri dan Tania mengenalnya karena gadis itu juga berasal dari Universitas yang sama dengannya. Hanya saja mereka memang tidak dekat karena kasta di antara mereka jauh sekali perbandingannya. Selama ini, Yuri juga hampir tidak mau berinteraksi dengan teman-temannya kecuali Tania yang menjadi sahabat baiknya. "Kenapa Anda bisa terlambat?" tanya seorang staff wanita di bagian personalia yang sedang memberikan bimbingan pada para karyawan baru. "Jangan salahkan saya jika terlambat. Salahkan saja jalanan yang setiap pagi selalu macet," jawab Malika membuat wanita berkacamata itu menganga mulutnya. Pun halnya dengan Yuri dan Tania yang memilih untuk tak ambil perduli pada Malika. Meski kenal tapi pura-pura diam. Malika tersenyum sinis. "Memangnya Anda tidak tau siapa saya?" Wanita itu langsung membuka file di atas meja dan tampak terkejut lalu mendongak menatap Malika dengan senyuman. "Maaf. Saya tidak tahu jika kamu putri dari Pak Bakti Tandi. Baiklah. Kalau begitu mari semua ikut saya. Akan saya antar kalian ke meja kerja masing-masing." Mereka semua beranjak berdiri. Pun halnya dengan Yuri dan Tania. Malika menatap keduanya. Lagi-lagi senyum sinis dia tunjukkan. "Kalian di sini juga rupanya? Lewat jalur siapa? Rasanya enggak mungkin jika orang-orang seperti kalian bisa masuk kerja di perusahaan ini dengan mudah tanpa ada orang dalam yang kalian kenal." "Kami bisa kerja di sini lewat seleksi. Jangan suka menuduh sembarangan," jawab Tania. Malika malah tertawa. "Oh ya? Nggak percaya tuh!" Tania hendak membalas, tapi ditahan lengannya oleh Yuri. "Tan, sudah. Ini hari pertama kita bekerja jangan bikin masalah. Ayo!" Yuri menyeret Tania membawa keluar dari dalam ruangan dan mengikuti staff personalia yang membawanya berkenalan dengan beberapa karyawan. ••• "Kamu karyawan baru kan?" Tiba-tiba seorang perempuan berambut panjang dengan bibir merah merona yang Yurika ingat bernama Desi menghampirinya. Desi yang tadi dikenalkan dengan managernya. "Iya. Saya Yuri, Bu." Satu tumpuk berkas diletakkan dengan kasar di atas meja. "Semua berkas-berkas ini kamu fotokopi. Lalu kamu file sesuai urutan dan simpan di ruang arsip." Yurika hanya mampu mengerjab-ngerjabkan matanya. Kenapa di hari pertamanya bekerja dia malah diminta memfotokopi dokumen sebanyak ini? Bukankah pekerjaannya di kantor ini sebagai technical marketing, bukan staff administrasi. Tapi ingin protes, Desi sudah pergi meninggalkannya. Dengan terpaksa Yuri beranjak dari duduknya dan menjalankan apa yang Desi minta. Tidak sebentar waktu yang Yuri butuhkan untuk mengerjakan semuanya. Bahkan sampai jam kerjanya selesai, Yuri masih berada di dalam ruang arsip. Ketika hendak keluar dari dalam ruangan tersebut, Yuri kesusahan membukanya. "Sial! Apa jangan-jangan ada yang menguncinya dari luar?" tanyanya pada diri sendiri. Yuri mencoba menggerakkan handel pintu, dan menggedornya. Sayangnya pintu tersebut tidak bisa terbuka dan tak ada orang yang mendengar teriakannya. Yuri frustasi, untungnya dia menyimpan ponsel dalam saku celananya. Menelpon Tania beberapa kali tapi tidak diangkat. Sahabatnya itu ditempatkan di divisi yang berbeda dengannya. Tubuh Yuri merosot di balik pintu. Siapa gerangan yang bisa dia mintai bantuan untuk datang menolongnya. Setelah melalui pemikiran yang panjang, nama Zakwan yang teringat olehnya. Mungkin saja pria itulah yang bisa membantunya keluar dari dalam ruangan ini. Yuri mencoba men-dial nomor Zakwan dan benar saja. Baru dua kali deringan, pria itu langsung menjawabnya. "Selamat sore, Nona!" "Zak, apa kau bisa membantuku?" "Tentu saja bisa. Apa yang harus saya lakukan untuk Nona Yuri? Apa Nona mau saya menjemput sekarang?" "Zak, aku terkurung di dalam ruang arsip. Cepat datang ke sini dan bantu aku keluar dari tempat ini." "Baik, Nona!" Yuri lega. Ada secercah harapan untuknya bisa keluar dari tempat ini. Sekarang Yuri hanya harus memastikan ponselnya tetap menyala agar ketika nanti Zakwan mencarinya tidak kesusahan menemukan di mana keberadaannya. ••• Malika tertawa puas dengan apa yang sudah dia lakukan. "Makasih, Desi. Kau tenang saja. Bonusmu bulan ini akan ditransfer dengan gaji." Malika berani bicara demikian karena sang ayah yang bernama Bakti Tandi mempunyai jabatan penting di perusahaan. Sebagai Manajer keuangan. "Siap, Nona. Jika Nona membutuhkan bantuan saya lagi ... saya akan siap sedia untuk Nona Malika." "Bagus. Aku sungguh tidak menyangka jika perempuan itu malah bekerja di tempat ini. Bagaimana bisa? Tidak mungkin Bagas kan sebagai perantaranya?" "Setau saya ... Yurika memang murni lolos seleksi penerimaan karyawan baru, Nona." "Sial! Bagaimana mungkin dia bisa seberuntung itu. Dulu dia begitu saja bisa mendapatkan Bagas. Lelaki tampan dan kaya raya pewaris CW Group. Dan setelah dia dan Bagas putus ... kupikir tak akan ada lagi yang menjadi penghalang hubunganku dnegan Bagas. Ternyata wanita itu malah ada di sini. Awas saja aku akan melakukan segala macam cara agar Yuri tidak betah kerja di sini. Jangan sampai Bagas mengetahui keberadaannya di sini dan wanita itu kembali berhasil merayu Bagas seperti dulu lagi." Malika jelas sekali murka karena untuk bisa mendapatkan Bagas sangatlah susah sekali. Dulu saat masih kuliah, Malika sudah menyukai sosok Bagas yang merupakan cucu pemilik perusahaan sekaligus anak dari direktur utama perusahaan ini. Malika kerap bertemu saat ada acara perusahaan yang melibatkan keluarga. Mati-matian Malika mencari cara untuk menaklukkan Bagas sampai suatu ketika dia tau bahwa hubungan Bagas dengan Yuri telah kandas. Dan Malika dengan segala macam cara maju untuk memikat hati Bagaskara. ••• "Nona! Anda masih di dalam!" teriak Zakwan diluar pintu. Tidak sendirian tapi bersama petugas keamanan dan seorang office boy. Yuri yang sudah hampir satu jam menunggu dalam keputusasaan, beranjak berdiri menyahuti teriakan Zakwan. "Zak! Tolong keluarkan aku dari sini!" "Nona sabar. Tunggu sebentar. Kita akan buka pintunya." Petugas keamanan sigap membuka pintu yang terkunci dari luar. Yuri berhambur keluar begitu pintu berhasil terbuka. Menghirup udara sebanyak-banyaknya memenuhi paru-parunya. Di dalam sana rasanya pengab sekali dan hampir kehabisan pasokan oksigen. Dengan napas tersengal, perempuan itu berucap. "Terima kasih karena sudah mengeluarkan saya dari sini." Zakwan mendekati Nona mudanya. "Nona, Anda baik-baik saja?" Yuri mengangguk. "Aku baik-baik saja." Zakwan dengan geram menatap tajam pada petunjuk keamanan. "Cari tau siapa yang sudah membuat Nona Yuri terkunci di dalam ruangan!" Namun, Yuri lekas menyela. "Zak, tidak perlu memperbesar masalah. Yang penting aku baik-baik saja." "Tapi Nona. Ini sudah masuk dalam tindakan kriminal dan membahayakan Nona." "Tak apa. Untuk kali ini ... biarkan saja. Aku tidak mau membuat masalah dengan siapapun juga di hari pertamaku kerja. Tapi nanti semisal di lain hari ada lagi kejadian yang membahayakan, aku tak akan tinggal diam." "Baiklah jika itu kemauan Nona." "Terima kasih, Zak. Ayo kita pulang." Zakwan menganggukkan kepalanya. "Zak!" "Iya Nona?" "Tolong jangan cerita apapun juga pada Paman Erik." "Baik, Nyonya." Meski Yuri tidak yakin apakah Erik ada rasa perduli padanya, akan tetapi Yuri tidak ingin kerjaan pertamanya akan hilang begitu saja karena adanya segelintir orang yang tidak menyukainya. Yuri akan buktikan bahwa dia mampu mengatasi semuanya tanpa harus melibatkan Erik di dalamnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN