Yuri mematut penampilannya di depan cermin. Ini adalah hari pertamanya masuk kerja setelah dua minggu lamanya gadis itu berjuang melalui serangkaian tes penerimaan karyawan baru.
Meski dia dan Tania lewat jalur orang dalam, tetap saja mereka berdua harus melakukan beberapa tahap seleksi penerimaan karyawan hingga baik Tania dan Yuri pada akhirnya berhasil menempati posisi sebagai seorang staff baru di sana.
"Yuri!" panggilan Fina, memutar kepala Yuri pada sang kakak ipar yang berdiri di ambang pintu kamar.
"Iya, Kak?"
"Sudah siap?"
"Sudah."
"Ada Zakwan di depan."
"Hah! Ngapain dia di sini, Kak?"
"Mana kakak tau. Kakak pikir kalian sudah janjian dan Zakwan mau antar kamu pergi kerja."
Kepala Yuri menggeleng. "Enggak kok, Kak. Aku bahkan nggak ada pembicaraan apapun dengannya."
Hal-hal kecil seperti inilah yang sering mengejutkannya. Karena Zakwan seolah tau apa saja yang akan dikerjakannya. Tiba-tiba muncul di saat yang tepat ketika dia sedang membutuhkan bantuan. Entah, apakah lelaki itu sengaja membuntutinya atau bagaimana karena setiap kali Yuri mengingatkan Zakwan, pria itu selalu beralasan jika diminta oleh Tuannya.
"Ya udah sana temui dulu. Kebetulan dia di luar sama Mas Yoga."
Yuri menganggukkan kepalanya. Lalu keluar kamar bersama Fina.
"Zak, kamu ngapain pagi-pagi sudah di sini?" tanya Yuri yang langsung memberondong pertanyaan membuat pria itu mendongakkan kepalanya.
"Nona, saya hanya diminta oleh Tuan Erik untuk menjemput Anda. Katanya ... hari ini adalah hari pertama Nona kerja."
"Kok kamu tau? Perasaan aku nggak ada kasih tau apapun tentang ini ke kamu?"
"Mungkin Nona lupa saat saya membantu Nona pindahan kapan hari, Nona Yuri sendiri yang mengatakan minggu depan akan mulai masuk kerja. Minggu depan yang Nona maksudkan ... hari ini kan?"
Yuri meringis mengingat obrolannya dengan Zakwan minggu lalu. Pria itu juga yang membantu dia mengangkut barang-barang dari rumah kos ke rumah kakaknya.
"Apa iya aku cerita ke kamu?"
Zakwan hanya tersenyum kecil. "Satu lagi Nona pesan dari Tuan Erik. Beliau meminta pada Nona untuk tinggal di rumah mulai hari ini karena saya rasa rumah Anda dengan kantor, jaraknya lebih dekat daripada jika Anda pulang ke sini. Saya juga sudah membicarakan hal ini dengan Mas Yoga atas perintah Tuan Erik."
Yuri memandang Yoga dan Fina secara bergantian. Sungguh, sebenarnya Yuri masih ingin berkumpul dengan kakaknya setelah selama ini memilih tinggal di rumah kos yang lebih dekat dengan kampus. Hanya saja ... Yuri juga tidak bisa selamanya menumpang di rumah kakaknya ini. Mana tidurnya saja harus sekamar dengan Vino, keponakannya.
Yoga melihat keraguan di wajah adiknya. Pria itu mencoba memberikan pengertian. "Yuri, ikuti saja apa yang Erik mau. Bukan maksud kakak mengusir kamu. Tidak begitu. Hanya saja jika kakak pikir-pikir lagi ... kalau kamu pulang ke sini kejauhan dan kamu akan capek di jalan. Tenang saja. Kapan pun kamu mau ke sini ... datang saja."
Yuri mengembuskan napas panjang. "Baiklah kalau begitu. Akan aku coba tinggal di sana untuk sementara waktu. Tapi, kalau aku tidak betah tinggal di sana ... mungkin aku akan kembali pulang ke rumah ini."
Yoga mengangguk setuju.
"Ya sudah, Kak. Aku berangkat dulu," pamit Yuri pada Yoga dan Fina.
Zakwan pun sigap membuka pintu mobil untuk sang nyonya. Memastikan Yuri duduk dengan nyaman di dalamnya.
"Zak!"
"Iya, Nona?"
"Memangnya Paman Erik masih ada di Dubai?"
"Saya sendiri kurang tau Nona, Tuan Erik ada di mana sekarang. Beliau sering berpindah-pindah tempat."
"Apa selama ini Paman Erik pernah pulang ke rumah?"
"Rumah mana yang Anda maksud, Nona?"
"Ya rumah Paman Erik yang di sini."
"Oh, kalau itu tidak pernah Nona. Semenjak Tuan Erik meninggalkan Indonesia, Tuan Erik belum pernah pulang sama sekali ke sini hampir satu tahun ini."
"Oh, begitu. Yang membuat aku heran, dia sering menghubungimu. Tapi kenapa dia tidak mau sekedar menelponku atau sekedar bertanya tentang kabarku."
"Beliau sibuk, Nona. Hanya berpesan pada saya untuk menjaga Nona dan memastikan Nona baik-baik saja."
Yuri mendengus kesal. Menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang ia duduki. "Kalau kakek apa kabar?"
"Beliau masih dalam tahap pemulihan. Jika sudah kuat melakukan perjalanan jauh ... dalam waktu dekat juga akan pulang lagi ke Indonesia."
"Ah, rindu sekali aku sama kakek," ucap Yuri yang hanya ditanggapi Zakwan dengan melirik Yuri melalui kaca spion yang ada di atas kepala.
Mobil melaju membelah padatnya jalanan. Tania sempat menelpon Yuri dan mereka janjian ketemu di lobi kantor yang mulai hari ini akan menjadi tempat untuk mengais rejeki.
"Zak! Turunkan aku di jalan sebelum gerbang masuk ya?" pintanya. Jujur, Yuri masih belum ingin sesiapun tau tentang status pernikahannya. Bahkan sengaja Yuri belum mengurus KTP-nya sampai hampir satu tahun dia dan Erik menikah sehingga statusnya di kartu tanda pengenal masih lajang.
"Kenapa Nona? Nanti Anda kejauhan jalan kakinya."
"Nggak papa. Sekalian olahraga biar sehat."
"Anda yakin?"
"Iya. Lagian aku tidak mau jika ada yang melihatku turun dari mobil mewah. Kau ingat kan bahwa tidak ada yang tau tentang statusku kecuali keluarga dekat. Bahkan Tania saja tak tahu dan masih mengira jika kamu ini gebetanku."
Yuri merasa bersalah pada sahabatnya itu yang mengira jika Zakwan adalah salah satu pria yang sedang mendekatinya karena Tania beberapa kali sempat berjumpa dengan Zakwan di saat lelaki itu sedang menjalankan tugasnya menjaga sang Nyonya muda.
"Baiklah kalau begitu, Nona. Jangan lupa. Nanti saat Anda pulang kerja, telpon saya biar saya jemput Anda."
"Tidak perlu dijemput. Kau tenang saja. Aku akan pulang ke rumah Paman Erik nanti sore. Aku bisa naik taksi saja."
"Baiklah kalau begitu."
"Berhenti di depan, Zak. Aku turun di sana."
Zakwan menurut. Menepikan mobilnya perlahan dalam jarak seratus meter dari gerbang masuk perusahaan.
Sebelum keluar dari dalam mobil, Yuri celingak-celinguk memperhatikan sekelilingnya takut jika ada yang melihat dia keluar dari dalam mobil mewah. Yuri menggerutu yang masih sanggup tertangkap telinga oleh Zakwan.
"Lain kali, bawa mobil yang termurah yang ada di garasi rumah Paman Erik agar tidak ada yang curiga padaku. Dikiranya aku ini simpanan om-om kaya," ucap Yuri sembari keluar dari dalam mobil. Berjalan cepat meninggalkan mobil dengan Zakwan di dalamnya. Pria itu tertawa sembari geleng-geleng kepala melihat tingkah laku Nyonya mudanya.
Mengeluarkan ponsel dari dalam saku kemejanya. Menghubungi seseorang untuk memberikan laporan. "Tuan, hari ini adalah hari pertama Nyonya bekerja. Saya akan pastikan lagi jika mulai hari ini Nyonya akan kembali tinggal di rumah."
"Baiklah. Biarkan dia menjalani kehidupan barunya di sana."
"Siap, Tuan. Dan hingga detik ini Pak Bayu juga belum tahu siapa sebenarnya Nyonya Yuri."
"Tidak masalah. Jika saatnya tiba nanti, aku sendiri yang akan membuka jati diri Yuri dan mengumumkan pernikahan kami."