Yuri melangkah menuju ranjang besar dengan sprei putih membentang. Menjatuhkan tubuhnya di sana dan yah ... kasur yang begitu empuk dan lembut. Kepala Yuri memindai seluruh isi penjuru ruangan. Di dalam kamar yang luas, mungkin sebesar rumah kakaknya, tak hanya terdapat sebuah ranjang saja tapi juga meja rias yang berdampingan dengan meja belajar. Yuri tersenyum. Merasa dispesialkan lantaran Erik menyiapkan ini semua jelas untuknya. Selain itu, di sudut kamar juga terdapat single sofa dan juga meja mengarah pada televisi yang menempel di salah satu sisi dinding kamar.
Gadis itu beranjak berdiri. Penasaran dengan dua ruangan berpintu yang ada dalam kamar ini. Saat membuka salah satu ruangan, Yuri dibuat takjub dengan keberanian kamar mandi mewah khas orang kaya. Begitu luas dilengkapi dengan jacuzzi di dalamnya. Lalu, pintu di sebelahnya terdapat lemari besar yang berjajar berisikan banyak barang mulai dari baju, sepatu dan beberapa accessoriesnya. Bukan hanya baju milik Erik saja, tapi ada sederet lemari yang menarik perhatian Yurika.
Gadis itu membuka salah satu lemari dengan pintu kaca tembus pandang, yang mana terlihat jejeran baju perempuan dan matanya dibuat terbelalak ketika memang benar di dalam lemari tersebut berjejer rapi aneka macam model dan jenis baju untuk wanita. Yuri mengambil satu di antaranya. Mengepas di tubuhnya. Lagi-lagi dibuat takjub karena ukuran bajunya sangat pas untuknya. Ini seperti mimpi. Yuri mengembalikan lagi baju tersebut ke gantungan. Lalu menutup kembali pintu lemari tersebut. Dia tidak mau dianggap lancang telah berani melihat-lihat barang yang bukan miliknya. Apalagi mengira jika baju-baju tersebut sengaja Erik siapkan untuknya. Bisa jadi milik kekasih Erik yang tidak diketahui olehnya.
Ketika langkah kakinya kembali menuju ranjang, ponselnya berdering mengalihkan fokus Yuri. Buru-buru membuka tas dan mengambil alat komunikasinya tersebut. Nama Tania muncul di layarnya. Yuri menepuk dahinya. Dia sampai melupakan tanggungjawabnya bekerja di toko kue milik ibunya Tania. Padahal tadi dia sudah janji akan membantu Tania.
"Halo, Tan!"
"Yuri! Kamu di mana? Sudah sesore ini kok belum datang?"
"Iya ... iya, maaf. Tadi aku ada sedikit urusan. Sekarang juga aku datang."
Tanpa menunggu pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Tania, Yuri menutup panggilan secara sepihak lalu berlari kecil keluar kamar. Gadis itu dengan tergesa menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Dan apa yang telah dilakukan oleh Yuri tentu saja menarik perhatian beberapa pelayan yang sedang membersihkan rumah.
"Nyonya, maaf. Anda jangan lari-lari. Nanti jatuh." Salah satu pelayan yang Yuri belum tau siapa namanya, memberikan peringatan. Pasalnya, jika sampai terjadi sesuatu yang buruk pada istri majikannya, pasti Tuannya akan marah karena dianggap tidak becus menjaga sang Nyonya rumah.
"Ah, maaf ... maaf. Aku lagi buru-buru. Aku pergi dulu."
"Nyonya tunggu!"
Yuri membalikkan badannya padahal sebentar lagi dia sudah berhasil mencapai pintu. "Apalagi?"
"Nyonya mau ke mana?"
"Aku ada urusan."
Lagi-lagi Yuri tak mengindahkan teriakan sang pelayan dan tetap berlari sampai halaman depan.
Sayangnya, lelaki berseragam safari yang tadi mengantarkan dia ke rumah ini, menghadang jalannya. "Anda mau ke mana, Nyonya? Kenapa lari-lari?"
Dengan asal Yuri menjawab, "Mau kabur!"
Sang sopir tersenyum. "Mari saya antar?"
Yuri berdecak. "Kau yakin mau mengantarku? Kau tidak akan menculikku kan?"
Kepala si pria menggeleng. "Saya akan mengantar ke mana pun Nyonya ingin pergi."
"Ya sudah. Ayo!" Yuri masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibuka oleh si sopir.
Gadis itu membuang napas panjang untuk kesekian kali. Hidupnya hari ini bagai mimpi. Tiba-tiba dia menjadi seorang Nyonya yang tinggal di rumah mewah dan dijaga oleh banyak pelayan. Lalu sopir pribadi yang saat ini mengantarnya dengan mobil mewah. Yuri menepuk-nepuk kedua pipinya. Dalam hati ia bertanya, 'Ini bukan mimpi, kan?'
•••
"Aku bisa keluar sendiri. Kamu jangan ikut turun!" perintah Yuri pasa sang sopir yang baru Yuri tahu bernama Zakwan. Saat di perjalanan tadi, Yuri memang bertanya agar memudahkan komunikasi dengan sosok lelaki yang mengenalkan diri sebagai sopir pribadinya.
"Baik, Nyonya," jawab Zakwan mengangguk paham dan menurut saja dengan apa yang diperintahkan Yuri.
"Satu lagi. Jika di depan orang jangan memanggilku Nyonya. Risih sekali aku mendengarnya."
"Tapi Nyonya. Ini adalah perintah dari Tuan Erik."
"Kau jangan khawatir. Nanti aku sendiri yang akan bilang ke Paman Erik. Dan satu lagi. Setelah ini kamu langsung pulang dan jangan menungguku di sini. Aku tidak suka diikuti dan diusik ketenangan hidupku. Aku belum terbiasa ada kamu di sekitarku."
"Tapi Nyonya. Bagaimana jika Tuan Erik marah?"
"Dia tidak akan marah. Dan setelah aku keluar dari mobil ini ... kamu buruan pergi. Jika tidak ... jangan salahkan aku jika aku teriaki maling. Biar kamu diusir dari tempat ini."
Ngeri juga ancaman Nyonya mudanya. Namun, Zakwan tidak berani membantah. Bisa-bisa dia yang akan kena masalah. Yang penting dia sudah tahu di mana keberadaan sang Nyonya Muda sehingga ketika nanti Tuannya menelpon, Zakwan bisa menjawab.
"Zak!" panggil Yuri menyentak lamunan Zakwan. "Kamu dengar tidak?"
"Iya Nyonya. Saya dengar."
"Ya sudah. Sana pergi. Aku turun dulu."
"Siap, Nyonya."
Yuri buru-buru keluar dari dalam mobil. Lalu celingak celinguk takut ada yang melihatnya keluar dari dalam mobil mewah. Dan sial! Rupanya Tania melihatnya. Gadis yang tadinya berdiri di balik meja kasir toko, keluar hanya karena penasaran kenapa ada mobil mewah berhenti di depan tokonya. Ia pikir pembeli.Tania bahkan sudah siap menyambutnya dengan ramah. Nggak tahunya malah Yuri yang keluar dari dalamnya.
Yuri terkesiap. Terkejut ketika kedua netranya beradu pandang dengan Tania. Melirik sebentar pada mobil yang kemudian berjalan menjauh.
Yuri tersenyum pada Tania. Merasa bersalah sekali pada sahabatnya ini. "Tan, maaf ya? Aku kesorean datangnya."
"Kamu dari mana? Kok bisa naik mobil mewah. Itu tadi siapa?" Rentetan pertanyaan yang terlontar dari mulut Tania membuat Yuri harus berpikir keras mencari jawaban yang tepat agar Tania tidak curiga.
Pasalnya, Yuri pun menyembunyikan dari Tania soalan pernikahan yang telah dia lakukan bersama Erik.
Tania sendiri, setelah pernikahan ibunya dengan Bayu Candra yang merupakan kakak kandung Erik Candra, belum pernah lagi berhubungan dengan keluarga besar Candra termasuk dengan kakek Erwin, karena sang mama yang belum pulang dari bulan madunya.
"Anu ... itu tadi taksi online. Nggak tau kok ya kebetulan sekali aku dapat mobil bagus. Mungkin orang kaya gabut."
Tania manggut-manggut. "Oh, aku pikir ...."
"Apa?"
"Aku pikir kamu sudah menemukan lelaki lain yang jauh lebih kaya sebagai pengganti Bagas."
Deg
Mendengar nama Bagas, wajah Yuri kembali sendu. Semenjak terakhir kali bertemu saat Yuri memergoki Bagas selingkuh di apartemen pria itu, hingga kini satu minggu lamanya Bagas sama sekali tidak menampakkan dirinya. Bahkan tidak menghubungi juga. Ah, memang Yuri sudah kehilangan handphone-nya dan ganti ponsel sekaligus ganti nomor yang baru sehingga Bagas pun tak akan pernah bisa menghubunginya.
Hanya Tania, Erwin, Erik dan Yoga saja yang mengetahui nomor ponselnya yang baru. Bahkan saat Tania bertanya dari mana dia bisa punya ponsel baru, Yuri menjawab jika itu pemberian orang yang telah menabrak Yoga. Sebab ponsel milik Yoga juga hancur saat kejadian kecelakaan waktu itu. Yuri tidak berbohong karena memang Erwin yang memberikan padanya. Hanya saja Tania juga tidak tahu menahu jika kakek Erwin lah yang sudah menabrak Yoga, kakaknya Yuri.
"Aduh, Yur. Maaf. Bukan maksud mau mengingatkan kamu tentang Bagas. Hanya aaja ... Bagas pernah bertanya padaku tentangmu. Dan aku memang tidak mengijinkan dia datang menemui kamu untuk saat ini sampai kamu tenang dan bisa berbicara empat mata dengan Bagas untuk menyelesaikan masalah kalian berdua."
"Tan, nggak ada yang perlu kami bicarakan lagi karena di antara aku dan Bagas sudah berakhir. Maaf Tan aku tau jika Bagas adalah kakak tiri kamu. Tapi tolong jangan lagi menyangkut pautkan Bagas denganku. Aku dan dia sudah benar-benar berakhir dan tak ada lagi yang perlu kami perbaiki."
"Yur, aku hanya ingin kebahagiaan kamu. Bahkan aku memohon sama Bagas agar tidak lagi menduakanmu."
"Terima kasih karena kamu sudah perduli sama aku, Tan. Tapi jujur aku sudah tidak mengharapkan apa-apa dari Bagas karena ..." Yuri membungkam mulutnya hampir saja keceplosan mengatakan jika dia sudah menikah.
"Karena apa?" Rania bertanya penasaran.
Yuri gelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa. Aku pikir aku sudah tidak mau lagi dipusingkan tentang asmara untuk sekarang ini karena aku hanya ingin fokus pada skripsi. Ini tahun terakhir kita kuliah dan aku berharap bisa lulus tepat waktu agar bisa segera bekerja dan membantu Kak Yoga dan Mbak Fina."
"Maafkan aku ya, Yur." Tania memeluk Yuri.
Dalam hati Yuri berucap, 'Maaf, Tan, aku belum bisa cerita yang sebenarnya ke kamu sekarang.'