Ch.05 Tidak Ada Masa Lalu

2554 Kata
Pertanyaan Keenan menusuk kalbu terdalam Aretha. Langsung ditembak, ditanya siapa meniru siapa tanpa ia bisa mengetahui terlebih dahulu situasi yang ada. Salah menjawab bisa berakibat fatal untuk dirinya sendiri. “Saya tidak mengerti maksud Tuan,” jawab Aretha berusaha menghindar. “Aku rasa kamu mengerti maksudku. Jawab saja dengan jujur,” tandas Keenan menatap kian lekat. Debaran khawatir muncul di dalam jiwa. Apa yang harus dikatakan? Berucap jujur kalau Jenny yang mencuri karyanya, dia tidak punya bukti. Bagaimana kalau justru menjadi boomerang untuk dirinya sendiri? “Baiklah, karena kamu diam, sepertinya aku sudah tahu siapa meniru siapa,” senyum Keenan tanpa berhenti menatap. Sejujurnya, ia sedang kembali mengagumi kecantikan karyawannya ini. Aretha menatap kian gugup, “Ma-maksud, Tuan?” Takut dirinya yang dikira meniru. “Kenapa tidak pernah menuntut Jenny atas plagiarisme terhadap rancangan desainmu? Kenapa diam saja dan membiarkan dia selalu mendapat poisisi teratas?” tanya Keenan masih dengan nada datar dan tajam yang sama. “Sa-saya … tidak, bukan begitu. Uhm, bagi saya kemiripan hanyalah hal yang wajar dalam membuat sebuah karya. Bukankah begitu?” jawab Aretha menggeleng ragu. “Apa yang kamu takutkan jika muncul dan membela dirimu?” Keenan terus mengulik, seakan ia sudah punya bayangan tersendiri apa yang sedang terjadi. “Karyamu selalu masuk second line dari koleksi setiap musim. Jumlah pembeli rancanganmu jauh lebih banyak daripada Jenny. Tapi, kamu tidak pernah dipilih untuk menjadi karya utama di setiap season selama ini. Kenapa begitu?” Aretha menggeleng, “Bukan saya yang menentukan, Tuan. Saya hanya membuat karya sebaik mungkin, lalu menyerahkannya.” Keenan menghela, lalu tersenyum tenang. “Aku bisa melihat bakat yang luar biasa di setiap karyamu. Sepertinya, kamu sangat mencintai berlian. Kamu begitu menyukai berlian?” “Saya pernah menjadi penjual berlian, Tuan. Hanya itu saja,” ucap Aretha, menyembunyikan kenyataan bahwa dia dulu memiliki begitu banyak perhiasan berlian. Menjadi putri seorang konglomerat yang masuk dalam daftar 50 orang terkaya di negaranya, menjadi menantu keluarga presiden, bisa dibayangkan banyaknya perhiasan berlian yang ia miliki! Namun, semua hanya masa lalu. “Dari goresan-goresanmu, bisa terlihat kamu membuatnya dengan hati. Jujur, aku tidak suka dengan desain Jenny yang dipilih untuk menjadi perhiasan utama koleksi musim ini,” lanjut Keenan. “Aku mau kamu membuat desain yang baru.” Aretha terkejut, “Ta-tapi, Tuan, uhm … Tuan Brice sudah menentukan karya Jenny yang dipakai. Tuan tidak bisa menggantinya begitu saja, bukan? Beliau adalah CEO di perusahaan ini dan saya ta—” “Yang punya perusahaan ini siapa? Aku atau Brice?” potong Keenan, memandang lekat dengan senyum tampannya. “Uhm … Tu-Tuan …” “Ya, sudah. Berarti perintah siapa yang harus dituruti?” tanya sang lelaki sekali lagi. “Tuan Keenan,” jawab Aretha menunduk pasrah. Ia sungguh takut dianggap mencari masalah dengan Jenny dan Brice. Akan tetapi, ia juga tidak bisa menolak perintah sang pemilik perusahaan, bukan? “Jangan buat desainnya di kantor. Buatlah di rumah, jangan ada yang tahu. Aku beri waktu lima hari untuk merancangnya karena bagian produksi akan segera mulai bekerja satu minggu lagi,” lanjut Keenan memberi syarat. “Kamu bisa mengerjakannya dalam waktu lima hari?” “Bisa, Tuan. Saya akan lembur tiap malam untuk mengerjakannya.” “Ambil saja cuti selama tiga hari, tidak apa. Aku mau kamu fokus mengerjakan itu. Sampai di sini kamu sudah paham, bukan? Berikan aku desain yang elegan.” Aretha mengangguk, “Yang elegan itu seperti apa, Tuan? Mungkin ada spesifikasi tersendiri?” “Elegan seperti kamu,” jawab Keenan tersenyum simpul. “Ma-maaaf?” engah Aretha terhentak dengan jawaban bosnya. “Elegan seperti namamu, itu maksudku,” ralat Keenan setelah melihat wajah Aretha memucat akibat ocehannya. “Namamu Aretha Queen, bukan? Bentuk keanggunan itu sendiri adalah seperti seorang Queen. Paham maksudku?” “Ooh, ya, ya, saya paham,” hela Aretha dengan lega, meski masih gugup. “Baik, Tuan. Saya akan mengambil cuti di tiga hari terakhir. Semoga Anda menyukai karya saya.” Keenan mengangguk, “Kalau butuh apa-apa, hubungi saja aku. Ini nomor ponsel pribadiku. Aku tidak biasa memberikannya kepada semua orang. Jadi, tolong jaga kerahasiaan nomor ini, ya?” “Tu-Tuan memberi saya nomor pribadi?” gugup Aretha makin menjadi. “Iya, ada masalah?” angguk Keenan menyodorkan secarik kertas berisi nomor telepon pribadinya. “Ponsel ini selalu on 24 jam. Jadi, apa pun yang kamu butuhkan, telepon saja kemari. Setelah ini, chat aku supaya aku bisa menyimpan nomormu.” Menahan perasaan salah tingkah dan gugup, Aretha kembali mengangguk. “Baik, Tuan. Saya akan segera melakukannya. Uhm, apakah sudah tidak ada lagi yang ingin Anda bicarakan dengan saya?” “No, silakan kembali bekerja,” geleng Keenan. Begitu Aretha sudah keluar dari ruangannya, ia menelepon sang asisten. “Russel, berikan data lengkap tentang Aretha Queen. Aku mau tahu segala sesuatu tenang dia. Mulai alamat rumahnya, awal mula dia bekerja di sini, dan … apa masa lalunya.” *** Di sisi kota Los Angeles yang berbeda, ada dua orang pemuda sedang berbincang penuh emosi. “Apa maksudmu setelah ini kamu tidak menjadi CEO lagi? Bagaimana mungkin! Kenapa ayahmu diam saja dan tidak membela!" engah Jenny, wanita yang biasa mencuri desain karya Aretha. Saking terkejutnya, wanita itu sampai terengah-engah, menatap pada pria di hadapannya dengan penuh ekspresi panik serta khawatir. Brice mengembuskan asap cerutu dari bibir, “Keenan sudah kembali dari luar negeri. Dia merasa berhak mengambil kembali tahtanya sebagai CEO! Sepupuku itu memang bangs*t!” desisnya muram. Jenny menggeleng tidak percaya, “Tapi, Brice! Kalau kamu tidak lagi menjadi CEO, bagaimana ke depannya? Kamu akan jadi apa? Bagaimana denganku!” jeritnya kian bingung, ketakutan. Brice menatap kekasih gelapnya. Iya, kekasih gelap. Sebenarnya, Brice sudah memiliki tunangan. Hanya saja, tunangannya itu tidak berada di Los Angeles, melainkan ada di Washington. Status Jenny yang hanya karyawan biasa tidak akan pernah diterima oleh ibunya Brice yang merupakan seorang darah biru murni. Alhasil, empat tahun menjalin hubungan, mereka hanya bisa berada di balik kegelapan. Meski gosip santer berembus, toh tidak ada yang bisa membuktikan, apalagi berani melapor ke keluarga Brice. Semua karyawan merasa lebih baik tutup mulut, mengingat jaman sekarang sulit sekali mencari pekerjaan. "Kenapa ayahmu diam saja? Kenapa dia tidak membelamu?” engah Jenny cemberut, menghempaskan diri di atas ranjang yang acak-acakan bekas pergumulan mereka. Brice menghela berat, “Ayahku kalah suara. Dewan direksi terlalu takut dengan Keenan. Sialan, kenapa dia tidak di luar negeri saja selamanya! That fvcking shitt!” desis sang mantan CEO, kesal. “Memangnya dulu kenapa Keenan pergi ke luar negeri?” tanya Jenny. “Dia mengambil S2 jurusan bisnis dan management di Inggris. Sekaligus mengurusi perusahaan baru, ekspansi dari Raymond & Co yang baru mulai bergerak di sana,” jelas Brice. “Sekarang, dia kembali karena ada yang melapor padanya mengenai penurunan laba selama tiga tahun terakhir.” “Fvcking Keenan mempengaruhi dewan direksi untuk melihat aku sebagai seorang pecundang! Dia menyalahkan aku atas turunnya laba bersih selama tiga tahun terakhir! b******k! Dia benar-benar b******k!” gebrak Brice pada sandaran ranjang. Wajahnya memerah, penuh dengan amarah. “Dia sekarang sengaja mempermalukan aku! Dengan sengaja dia menjadikan aku direktur humas. Aku harus sering bertemu wartawan dan media yang pasti mempertanyakan kenapa sekarang aku tidak lagi jadi CEO!” Jenny menyahut, “Apa keluargamu tidak punya usaha sendiri? Kamu bisa jadi CEO di perusahaanmu sendiri, bukan? Aku akan ikut pindah denganmu!” rengeknya, memeluk manja. Namun, Brice menggeleng. “Ayahku mempunyai beberapa perusahaan memang, tapi tidak ada yang sebesar dan seterkenal Raymond & Co. Lagipula, ini adalah perusahaan keluarga! Aku berhak ada di sini!” Jenny menghela panjang, masih bingung dan resah, “Lalu, sekarang apa yang akan kita lakukan? Bagaimana dengan nasibku? Selama ini aku selalu mendapat dukunganmu.” “Teman-teman takut padaku karena mereka tidak mau dipecat. Banyak karyawan yang menjilat kepadaku, ingin menjadi sahabatku karena gosip santer beredar aku dan kamu ada hubungan spesial,” ungkap Jenny kian cemberut. Ia lalu memekik kencang sambil menenendang-nendang kasur seperti anak kecil sedang tantrum. “Mereka akan menertawakan aku! Begitu mereka tahu kamu bukan lagi CEO, semua akan menertawakan dengan sangat kencang! Sialaaan! Aku benci dengan Keenan!” Brice mengangguk lirih, “Percayalah, aku juga merasakan apa yang kamu rasakan. Bahkan, aku tahu kalau ayah dan ibuku juga pasti menanggung malu akibat pergantian CEO ini. Kami akan menjadi bahan gosip satu Los Angeles!” Lalu, ia membusungkan d**a sembari mengambil napas sangat dalam, dan membuangnya kasar. “Tapi, tenang saja, Jenny Sayang. Aku tidak akan hanya diam melihat singgasanaku direbut begitu saja oleh Keenan!” “Dia menempatkan aku di divisi humas, bukan?” desis pemuda itu menyeringai. “Oke, aku akan membuat nama baik Raymond & Co semakin buruk di mata publik! Lihat saja nanti! Program apa pun yang dia punya, akan aku sabotase!” kekehnya culas. Jenny melirik setuju, “Aku suka kalau kamu sedang merencanakan sebuah kelicikan begini, Brice Baby! Kamu nampak menawan dan semakin tampan! Apa yang ada dalam benakmu?” Brice meraih tubuh Jenny yang masih sama polos dengan dirinya. Ia menciumi leher sang kekasih hingga menyasar pada dua bundaran empuk di d**a. Menyesap ujungnya hingga menimbulkan suara desahan nyaring. Sambil mencumbu tubuh sintal sang kekasih, Brice menjawab, “Aku akan membuat semua agenda campaign season ini kacau berantakan! Raymond & Co akan menjadi bahan tertawaan dunia!” “Keenan akan disalahkan oleh direksi, dan posisi CEO akan dikembalikan kepadaku! Lihat saja nanti!” *** Keesokan hari, CEO yang baru sedang mengumpulkan para direktur serta manajer di perusahaan pusat Raymond & Co. Rapat dimulai jam sembilan tepat, di mana semua hadir sekitar lima belas menit sebelumnya. Bagaimana Keenan selalu menyukai segala sesuatu tepat pada waktunya telah menyebar di kantor. Oleh karena itu, tidak ada yang berani melanggar. Hanya Brice saja yang tetap datang telat. Sepupunya itu muncul pada pukul 09.25. “Di mana kursiku?” tanya Brice begitu memasuki ruang rapat. “Apa kamu tidak menerima undangan rapat dan membaca jamnya?” sahut Keenan tersenyum dingin, menghentikan pembahasan rapat yang sedang ia lakukan. Brice tertawa santai, “Aku hanya telat sedikit, tidak usah berlebihan.” “Aku tidak berlebihan. Mereka yang tidak disiplin tidak akan bisa mengelola pekerjaan dengan benar. Tidak ada kursi bagi mereka yang datang telat. Silakan kamu mengikuti rapat ini sampai selesai dengan berdiri,” tukas Keenan tetap tersenyum dingin dan tenang. Alis lelaki itu yang begitu tebal dan berbentuk seperti golok menjadikan wajah tampannya kian berkarakter tegas. Sorot mata tajam berani menatap Brice dengan ketentuan yang tak bisa diganggu gugat. “The fvck, Keenan? Kamu menyuruhku berdiri?” engah Brice tak mempercayai apa yang dia dengar. “Ya, aku menyuruhmu berdiri. Kecuali, kamu mau meminta maaf karena datang terlambat dan berjanji di depan semua orang tidak akan mengulangi lagi keterlambatanmu,” angguk sang CEO. Seisi ruangan sontak berbisik, kasak-kusuk melihat pertikaian antara dua saudara sepupu ini. Para direktur yang merupakan orang-orang lama saling pandang dengan wajah tegang. Banyak dari mereka yang sudah paham karakter keras seorang Keenan Raymond. Hanya bisa menatap prihatin pada Brice. Apa yang sudah diucap oleh Keenan, tak akan ditarik kembali! “Aku lebih baik pergi dari rapat sialan ini daripada kamu suruh berdiri, b******k!” bentak Brice menggebrak pintu dengan kencang. Akan tetapi, gebrakan itu seakan tak ada artinya bagi Keenan. “Kamu pikir aku takut dengan pukulanmu di pintu? Silakan pergi kalau memang itu yang kamu mau. Tapi, sekali kamu pergi, jangan pernah kembali lagi ke perusahaan ini,” seringainya dingin. Brice makin mendelik, napas tersengal luar biasa. Ingin benar-benar pergi saking marahnya, tetapi teringat kalau dia memiliki misi balas dendam! Keluar dari perusahaan ini sama saja mengaku kalah! Tidak, itu tidak boleh terjadi! Maka, ia tertawa melunak, “Fine! Terserah kamu saja, Keenan! Tapi, aku tidak akan mau berdiri! Aku akan duduk di atas meja kosong itu!” tunjuk Brice pada sebuah meja kecil yang biasa dijadikan tempat meletakkan laptop apabila ada presentasi. Sang CEO hanya tersenyum datar dan membiarkan sepupunya bergerak ke arah belakangnya. Begitu Brice sudah duduk, ia mulai berucap, “Baik, karena Brice Raymond sudah di sini, pembahasan masalah penetrasi pasar akan saya hentikan sebentar.” “Buat kalian yang belum tahu, per hari ini, keputusan resmi sudah dibuat oleh Dewan Direksi. Yaitu, pergantian posisi CEO. Mulai detik ini, aku yang akan menjadi CEO di perusahaan pusat Raymond & Co!” Lalu, ia melirik pada sepupunya di belakang, “Sementara Brice akan dipindahtugaskan menjadi direktur humas, menggantikan Peter yang baru saja pensiun dua hari lalu.” Pengumuman ini kembali membuat bisik-bisik di antara peserta rapat. Mereka tak menyangka pergantian CEO terjadi sedemikian mendadak. Keenan menghentikan kasak-kusuk itu dengan suara tegas dan beratnya. “Bagi siapa saja yang tidak bisa mengikuti ritme kerjaku, yaitu cepat dan tepat, kalian dipersilakan untuk mengundurkan diri.” “Profit perusahaan sudah terus menurun tajam selama tiga tahun terakhir. Akan tetapi, hutang di bank semakin bertambah!” desisnya melirik kesal pada Brice. “Sekarang, saatnya perubahan! Aku ingin semua bekerja keras untuk mengembalikan keadaan menjadi seperti semula!” “Siap, Tuan Keenan!” angguk peserta rapat bersedia mengikuti arahan bos baru mereka. Keenan tersenyum dingin, “Good! Sekarang, seperti yang kalian tahu, kita akan segera melaksanakan Winter Collection Campaign. Kalau aku tidak salah, sebuah desain telah terpilih untuk menjadi ikonnya, benar?” “Betul, Tuan,” jawab direktur pemasaran. “Kami telah memilih satu set desain perhiasan dari Nona Jenny.” “Hmm,” tanggap CEO tampan berkulit putih tersebut. “Batalkan desainnya!” “APA!” bentak Brice dari belakang. Saking terkejutnya, dia sampai melompat dari atas meja, lalu nyaris terjatuh. Tanpa menoleh ke belakang, tidak peduli sepupunya itu mau apa, Keenan mengulang ucapannya. "Aku mau tim desainer membuat karya baru dalam tiga hari ini! Aku akan memilih ulang karya terbaik untuk dijadikan ikon kampanye! Paham?” “Ta-tapi, tapi aku sudah memilih Jenny! Kamu tidak bisa membatalkannya begitu saja!” Brice mendadak sudah ada di sebelah Keenan, protes hingga membuat telinga sepupunya berdengung akibat diteriaki dari jarak dekat. “Masalah pemilihan ikon Winter Collection selesai! Kita lanjut ke topik berikutnya!” Lalu, barulah Keenan menoleh ke belakang. “Tidak suka dengan keputusanku? Pintu keluar di arah sana, sepupuku tersayang!” desis sang CEO, menyeringai geram. Brice hanya mencibir dalam diam, batinnya berkata, ‘Lihat saja, aku akan membuatmu tersungkur dan berdarah-darah, bangs*t! Aku akan mengalahkanmu!’ *** Selesai rapat, Keenan mengecek ponselnya. Sudah satu hari berlalu, kenapa masih belum ada chat dari Aretha? Bukankah kemarin diberi pesan untuk segera menghubungi agar dia bisa menyimpan nomornya. Sejak semalam, menunggu wanita itu mengirim pesan. Bahkan, sampai sulit tidur karena tidak bisa mengenyahkan bayang cantik Aretha dari benaknya. Akan tetapi, untuk lebih dulu mengirim pesan, ia merasa malu dan ragu. Sebenarnya, ia bisa saja bertanya kepada HRD berapa nomor ponsel karyawannya itu? Akan tetapi, ia takut dianggap terlalu bernafsu dan sejenisnya jika menghubungi duluan. Entahlah, Keenan bingung sendiri harus berbuat apa! Pintu diketuk, Russel kemudian masuk membawa sebuah map berisi beberapa lembar kertas. “Berkas Nyonya Aretha seperti yang Anda minta, Tuan.” “Hmm, berikan padaku,” angguk Keenan segera membuka dan membaca satu per satu. Keningnya kemudian mengernyit, “Kenapa hanya ini? Aku bilang cari masa lalunya, bukan?” Russel mengangguk, “Itulah anehnya, Tuan. Data yang ada hanya setelah beliau tiba di Los Angeles. Data selama tinggal di Lake Camp sama sekali tidak ada mengenai wanita bernama Aretha Queen.” Keenan menatap lekat pada foto cantik Aretha, gumamnya terdengar, “Hmm, siapa kamu sebenarnya? Masa lalu apa yang kamu sembunyikan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN