Gue melompat-lompat begitu melewati pintu rumah sakit dengan kedua tangan yang terjepit di ketiak. Syukurlah sakit gue ngga berkepanjangan. Sedari magrib kemarin Mama nyuruh gue bolak balik kumur air garam hangat plus cuci hidung. Seriusan cuci hidung gaes, pakai spuit. Dan pagi ini alhamdulillah gue ngga perlu izin beristirahat di rumah dan tetap bisa menjalankan tugas piket selama dua hari lagi sebelum ngabisin jatah cuti tahunan. “Ya Allah, dingin banget!” lirih gue. “Need a hug, doc?” tanya Floyd, salah satu perawat di sini. Badannya besar, enak buat dipeluk. “Yes, please,” jawab gue yang mengundang tawa renyahnya. “Kupikir aku akan mati beku sangkin dinginnya di luar sana.” “Kurasa kita sudah mulai masuk ke puncak musim dingin,” tanggapnya seraya memeluk gue erat. Benar yang gue

