Suara tangisan lantang yang menyayat hati menyapa pendengaran. Aku buru-buru melangkah ke foyer untuk membukakan pintu. Mama memindahkan Agha ke dekapanku, dan tangis itu langsung berhenti. Tersisa sesenggukannya yang membuatku turut bersedih. “Bangun tidur nyari Mama. Kelamaan kali sama Oma dan Opa. Biasanya kan Mama datang pas siang, mungkin Agha bingung makanya histeris,” jelas Mama seraya melangkah masuk. Papa Gi mengusap kepala Agha sembari melewatiku, nyaris membuat Agha menangis lagi. “Ngga, Opa ngga ajak gendong. Agha sama Mama dulu aja, oke?” ujar beliau. Agha tak menjawab. Padahal biasanya, ia pasti menunjukkan kepiawaian babbling-nya jika ada yang mengajaknya bicara. “Mewek tuh, Ay.” “Iya, Pa,” kekehku. “Gimana, Bang?” Papa beralih ke Bang Arga yang baru saja pindah dari m

