"Heh! Mending aku gak usah beri pendapat, kalau kenyataan mereka gak terima. Apalagi si muka papan gabus!"
"Iihh ... aku pengen resign saja! Tapi ... kalau aku resign? Kerja di mana lagi?"
Kirana sangat frustrasi banget, sampai-sampai dia meminta izin untuk ke toilet. Alasan itu sengaja dia gunakan untuk membuang betapa sangat memalukan menghadapi empat lelaki sekaligus.
Dia belum keluar dari toilet itu. Meskipun kelihatan sangat sepi. Di dalam, dia mengumpat, mengentak kakinya. Memukul pelan dinding kamar toilet. Sepertinya dia sangat kesal pada diri sendiri.
Sementara di ruang rapat masih belum usai pembahasan soal penerima karyawan baru untuk perusahaan mereka. Tomi akan merekrut beberapa karyawan mungkin menurutnya, untuk sikap, psikis dan skill, tidak akan diragukan. Karena dia sangat mengenal sekali anak mahasiswa tahun 2010.
Sedangkan Hendra, malah akan menerima semua karyawan di mana mereka melamar dengan keinginan. Akan tetapi, Hendra tidak bisa memutuskan sepihak. Karena sang kakek meminta kepada Riko untuk membantu, menyalurkan penerima karyawan terbaik. Selama ini perusahaan Hendra tanggung jawabkan, tidak ada satu karyawan bisa berbuat secara jujur. Maka dari itu beliau membuka kembali pekerjaan untuk orang yang ingin bekerja. Sebaliknya dengan Tomi.
Namun, setelah mendapat beberapa CV lamaran dari peserta akan menerima pekerjaan. Harus melewati dulu dari Galen. Karena, Galen adalah manusia yang bertanggungjawab sangat besar. Resiko ini harus Galen urus. Bukan itu saja, dia juga harus memeriksa segala CV ditetapkan untuk peserta menerima pekerjaan diberikan nanti olehnya.
"Jadi ..., masalahnya, sudah diputuskan? Saya terima peserta satu ini!" Hendra menunjukkan seorang wanita dengan wajah yang polos. Nama tertera sangat jelas adalah Megayanti.
Galen menatap CV itu. Lalu beralih ke tempat lain. "Kalau kamu sendiri?" Dia malah bertanya ke Tomi.
"Seperti yang kamu putuskan, saya terima dengan sukarela," jawab Tomi.
Galen akan menutup pembahasan ini. Kirana baru saja akan kembali bergabung. Melihat empat manusia sudah ke luar dari ruang rapat. Padahal dia belum memutuskan untuk menerima yang mana.
"Jangan lupa nanti malam, kakek meminta untuk berkumpul," ucap Tomi menyampaikan pesan pada Galen.
Galen tidak menjawab, Kirana menunduk sebagai tanda kehormatan kepada mereka. Saat Tomi melewatinya, disusul oleh Hendra dan Riko. Riko menoleh sambil beri sebuah senyum yang penuh tanda tanya.
Kemudian, Galen serahkan CV kepadanya. Kirana menerima dengan tanpa rasa keraguan. Dia melihat data peserta yang diterima oleh perusahaan tersebut.
"Ini?"
Dia berhenti sejenak merasa melihat data peserta yang melamar di perusahaan cabang milik Galen.
"Ada apa?"
Galen sebaliknya menoleh dan bertanya pada wanita itu. Seakan raut wajah Kirana memberi sebuah pertanyaan. "Gak, gak ada apa-apa," ujarnya dengan sikap biasa. Tidak merasa terjadi apa pun.
Dalam hati dia merasa ada akan terjadi sesuatu tanpa diketahui oleh siapa pun termasuk Galen pastinya. "Semoga yang aku lihat ini, bukan kebetulan."
Masing-masing memasuki mobil sendiri, pastinya Riko nebeng Hendra. Karena mobilnya masih di kampus. Itu juga kebetulan mendadak dapat telepon dari sang kakek untuk hadir rapat penting. Jadinya, Hendra menjemput si adik ketiga tersebut.
Alasan itu tidak logis banget buat Riko. Entah mengapa sang kakek masih mempercayakan padanya untuk ikut campur soal bisnis perusahaan. Padahal sudah terang-terangan, dia menolak semua diinginkan sang kakek tersebut.
"Kenapa kamu masih bersikeras untuk menolak pemberian saham dari kakek? Bukannya, saham milik kakek sangat pengaruh masa depanmu?" ucap Hendra, saat dia membuka isi file data beberapa dari peserta diterima.
Riko berlagak bodoh, dia paling malas membahas soal dunia bisnis pekerjaan. Apalagi soal saham. Menjadi seorang dosen saja sudah bagus. Bebas menerima konsekuensi diperoleh. Bukan karena posisi dosen itu memberi sebuah keburukan untuk keluarga. Malah memberi contoh untuk anak menuju masa depan.
Bahkan, dia masih teringat setahun yang lalu, di mana salah satu anak didiknya merasa kesulitan untuk membuat sebuah skripsi. Walaupun skripsi pertama wanita itu serahkan dari hasil campur tangan seseorang dia kenal. Bukan karena dia tidak mau menerima hasil kerja keras dari orang sudah membantunya.
Melihat sosok Kirana saat itu, mungkin dia tergolong dosen paling menyebalkan sedunia. Sikap rasa angkuh dan sombong dimiliki oleh dirinya, itu juga agar tidak ada satu orang pun menghina jejak perjuangan dia jalani.
"Aku rasa, kamu pantas jadi asisten sekretaris," ucap Hendra lagi.
Riko bukannya menjawab, dia lebih memandang luar jalanan di sana. "Lain kali kalau soal rapat. Bilang sama kakek, cari orang yang lebih tahu sisi psikis yang profesional," kata Riko.
Setelah itu, dia ke luar dari mobil Hendra dan masuk begitu saja tanpa embel mengucapkan sepatah kata pun dari bibir itu. Hendra tentu tidak merasa keberatan, jika sikap sang adik ketiga masih sok jaim dan sok tidak peduli.
Sementara di mobil, Tomi masih sibuk dengan isi pikiran yang tidak bisa lepas sampai sekarang. Seorang wanita duduk di meja informasi. Seorang wanita dengan pakaian yang cukup sangat sopan memberi salam dan hormat kepadanya.
Bukan itu, saat ini dia pikirkan. Melainkan seseorang. Yang tak lain adalah Kirana. Entah sejak kapan Tomi sangat memerhatikan sikap penampilan wanita itu. Yang awal mulai sebagai dosen dan mahasiswa. Tomi tidak terlalu suka dengan penampilan terlalu barbar.
Sebelum keputusan diberikan oleh Kirana tentang peserta dari lamaran yang akan dia terima. Tomi bisa melihat, jika wanita itu mempunyai potensi cukup baik.
Beberapa jam saat Kirana pamit untuk ke toilet.
"Menurut aku, yang dikatakan sama Bapak Galen. Kita gak bisa mengambil kesimpulan karena IQ dari hasil nilai ada di kertas. Sebagai karyawan, skill itu gak wajib dari jurusan diambil. Kita juga gak akan tau, di mana skill dimiliki, jika dia diterima di perusahaan tersebut," kata Kirana sebagai pendapat yang dia maksud.
"Terus, kita bisa lihat dari sisi foto yang ada di sini. Kita bisa menilai wajahnya. Apakah dia pantas dipercaya oleh perusahaan? Di setiap mata, kita gak akan tau, apakah dia memang dapat dijadikan seorang karyawan yang berperilaku baik untuk teman-teman lain?" ucap Kirana lagi.
Dilayar monitor, entah mulai sejak kapan Kirana bisa menggunakan benda proyektor. Bahkan data itu juga tidak ada di sana. Lalu wanita itu masih menjelaskan segala isi peserta yang patut diterima.
Tomi yang melihat secara antusias, merasa kalau anak didiknya itu mempunyai sesuatu skill susah ditebak. Tidak dipungkiri olehnya. Semenjak dia beri tugas beda dari temannya. Galen, sang adik paling disayangi sang kakek. Malah lebih dukung pada wanita seperti Kirana. Tidak heran jika Galen sangat menyukai wanita itu. Sehingga mengklaim sebagai kompeten di perusahaan milik kakek.