Bab 12 - Siapa Dia?

2274 Kata
Berkali-kali memikirkannya pun Sara masih merasa tidak masuk akal Ravi berada di sini. Sambil berjalan mengikuti Desy menuju halaman belakang, jangan ditanya betapa jantung Sara berdebar sangat hebat. Rasanya seperti tertangkap basah dan ketahuan tempat persembunyiannya. Padahal Sara sempat begitu yakin kalau ia dan Ravi tak akan pernah bertemu lagi. Hanya saja, nyatanya apa ini? Mereka dipertemukan lagi di tempat dan waktu yang tanpa pernah Sara duga sama sekali. Ini seperti sebuah kejutan. Saat ini hati Sara tak henti-hentinya bertanya-tanya … bagaimana caranya Ravi ada di sini? Ini kebetulan atau sesuatu yang disengaja? Dalam kata lain, apa Ravi punya motif tersembunyi? Ah entahlah, yang pasti Sara tak habis pikir kenapa pria itu harus datang ke sini dan menjelma menjadi bos barunya? Sumpah demi apa pun, Sara tidak pernah menduga hal ini akan terjadi. Namun, ini sungguh nyata dan bukanlah mimpi. Sekarang kemungkinannya hanya dua. Sara tetap bertahan di Radiant Rose, atau mengundurkan diri. Mengundurkan diri? Memangnya Sara gila atau apa? Sara sudah mencintai pekerjaannya dan sangat nyaman bekerja di sini. Mana mungkin Sara mundur hanya karena Ravi datang? Justru, seharusnya Ravi-lah yang mengundurkan diri. Pokoknya Sara akan bertahan bagaimana pun caranya, tentunya ia akan sekaligus mengusir Ravi secara perlahan. Ini tempatku, kenapa aku yang harus pergi? Bukannya apa-apa, Sara yakin antara dirinya dengan Ravi akan canggung sekali. Sampai kapan pun mereka tidak bisa bekerja sama. Selain itu, siapa yang menjamin Ravi datang ke sini dengan tujuan baik? Takutnya pria itu punya rencana untuk membalas dendam atas apa yang Sara lakukan padanya lima tahun lalu. Lima tahun? Sebenarnya lima tahun itu bukan waktu yang singkat. Rasanya Sara sudah lama meninggalkan Jakarta dan lebih memilih tinggal di kota kecil penuh kenyamanan bernama Senjaratu ini. Namun, saat dipertemukan kembali dengan Ravi seperti ini … kenapa lima tahun lalu itu rasanya seperti baru kemarin? Benarkah dunia se-sempit ini sampai-sampai kami dipertemukan kembali? Sampai pada akhirnya, Sara dan Desy sudah tiba di halaman belakang, tepatnya berdiri di hadapan dua pria yang langsung berdiri menyambut kedatangan mereka. “Wah, kebetulan ada Sara di sini,” kata Ibnu. Suami dari Desy itu kemudian menoleh ke arah Ravi. “Rav, kenalin … ini orang nomor satu yang paling istri gue percaya di Radiant Rose. Namanya Sara.” “Sara, kenalin ini bos baru kamu yang resmi menggantikan aku mulai besok,” timpal Desy. Tanpa ragu Ravi langsung mengulurkan tangannya pada Sara. “Kenalin, saya Ravi.” Apa? Berpura-pura tidak kenal? Baiklah, Sara akan mengimbangi apa yang Ravi lakukan. Lagian menurutnya ini adalah langkah terbaik. Bukankah aneh kalau tiba-tiba memberi tahu Desy dan Ibnu tentang yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Ya, memberi tahu kalau mereka sebenarnya pernah menikah lima tahun lalu. Baiklah, biarkan begini saja dulu. Sara berharap Ravi tidak akan lama di sini. Bila perlu, Sara akan membuat pria itu tak betah bekerja di Radiant Rose. “Saya Sara,” kata Sara seraya membalas uluran tangan Ravi. Selama beberapa saat mereka berjabat tangan. “Senang berkenalan denganmu. Mohon kerja samanya, ya,” balas Ravi. Setelah itu, mereka saling melepaskan tangan satu sama lain. Sara mengangguk-angguk. “Selamat datang di Radiant Rose ya, Pak.” “Terima kasih.” *** Sebenarnya Sara sempat menolak pulang bersama Ravi. Selain karena ini sangat canggung, Sara juga berencana mampir ke suatu tempat. Namun, memangnya siapa Sara? Sara tak bisa menolak. Apalagi Ravi adalah bos barunya yang berdalih belum terlalu hafal jalanan sehingga perlu ditemani agar tidak nyasar. Itu sebabnya di sinilah mereka berada. Ya, saat ini Sara sedang mengemudikan mobil dengan Ravi yang duduk di kursi samping kemudi. Ini jauh lebih baik daripada mereka bertukar posisi yakni Ravi yang mengemudi lalu Sara yang duduk di kursi samping kemudi. No, Sara tidak mau seperti itu. Jujur saja Sara masih belum bisa leluasa duduk di samping kursi kemudi karena hal itu terus-terusan mengingatkannya pada peristiwa nahas itu. Padahal sudah lima tahun berlalu, tapi Sara belum sanggup jika harus duduk di posisi itu. Ada yang bilang, terkadang waktu bisa menyembuhkan. Namun, Sara merasa itu tidak sepenuhnya benar karena sampai detik ini … jika ia membayangkan saat-saat terakhirnya bersama Bima, semuanya masih tergambar jelas. Bahkan, Sara masih kesulitan tidur. Lima tahun ini, Sara sampai tidak ingat kapan dirinya bisa tidur sangat nyenyak atau menikmati waktu tidur dengan berkualitas. Bagi Sara, waktu tidak sepenuhnya bisa menyembuhkan, hanya saja … sedikit membuatnya terbiasa sehingga seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa. Saat ini Sara masih mengemudikan mobil yang sebelumnya terparkir di garasi rumah Desy. Ravi sendiri yang memilih mobil ini untuk digunakan olehnya selama bekerja di Radiant Rose. Usia kehamilan Desy sekarang masih delapan pekan, itu artinya masih butuh setidaknya tiga puluh dua pekan lagi Desy melakukan persalinan. Setelah bersalin pun, apa mungkin Desy langsung kembali ke kantor? Belum tentu. Apalagi Desy bilang ingin fokus merawat dan meng-ASI-hi bayinya. Jika itu dua tahun … Sara menggeleng cepat. Lama sekali! “Kamu kenapa?” tanya Ravi yang sekaligus memecah keheningan di antara mereka. Sejak mobil meninggalkan rumah Desy dan sampai setengah perjalanan menuju Radiant Rose, memang sama sekali tidak ada pembicaraan antara mereka. Sara dengan tetap tenang langsung menjawab, “Maksudnya kenapa?” “Kamu terus menggeleng,” balas Ravi. “Saya pikir kamu kenapa.” “Maaf kalau membuat Pak Ravi menjadi kurang nyaman.” “Bukannya begitu, saya hanya bertanya.” Jujur, Sara tidak pernah kepo dengan kehidupan Ravi sejak ia kabur lima tahun lalu. Namun, Sara juga tidak menduga kalau Ravi akan bersikap seolah tak mengenalnya saat mereka dipertemukan kembali seperti ini. Tunggu, apa Ravi memang melupakannya? Bagus, sih, kalau lupa. Dengan begitu kecanggungan akan lebih bisa diminimalisir. Hanya saja, bagaimana kalau ternyata Ravi hanya berpura-pura lupa? Sadarlah, Sar. Buat apa memikirkan itu? Sekarang yang harus kamu lakukan adalah bersikap biasa aja, berpura-pura lupa juga terkadang bukan hal buruk demi kenyamanan…. “Saya juga hanya menjawab,” balas Sara kemudian. Jeda sejenak. Tidak ada lagi pembicaraan antara mereka. Sampai kemudian, Ravi kembali bertanya, “Desy bilang kamu bekerja di RR sejak awal-awal masih merintis?” “Ya, bisa dikatakan begitu,” jawab Sara. “Saya bergabung saat Radiant Rose masih awal banget. Bahkan, belum ada offline store karena tujuan Mbak Desy memang membuka toko online di Senjaratu ini yang tadinya belum akrab dengan belanja online.” Sara masih ingat, Desy yang memang awalnya membuka toko busana khusus online yang diberi nama Radiant Rose ini tanpa diduga langsung disambut baik oleh warga Senjaratu dan sekitarnya. Sampai kemudian, Radiant Rose semakin ramai dan semakin berkembang pesat sehingga Desy memutuskan membuka offline store-nya juga. Bisa dibilang, Radiant Rose merupakan pelopor toko busana online terbesar dan terlengkap di Senjaratu. Makanya sampai hari ini Radiant Rose menjadi pilihan nomor satu. “Saya akan banyak belajar darimu. Mohon bantuannya, ya.” Sara hanya mengangguk. Ia masih tak habis pikir akan ada situasi semacam ini. Astaga. Bisakah Sara melalui semua ini? “Dengan senang hati,” jawab Sara yang tentu saja penuh kebohongan. Senang apanya? Malah yang ada Sara merasa tidak nyaman dan sangat canggung. Namun, mustahil ia jujur karena Ravi pun tampaknya nyaman-nyaman saja. “Saya juga akan beradaptasi dengan cepat,” kata Ravi lagi. Setelah itu, tidak ada pembicaraan lagi. Hanya ada keheningan di antara mereka dan jujur saja itu membuat Sara semakin canggung. Sialnya, perjalanan seakan terasa lama dalam situasi seperti ini. Padahal jarak dari rumah Desy ke Radiant Rose itu sebenarnya tidak terlalu jauh. Sampai kemudian, getaran ponsel membuat mereka saling menatap. Rupanya getaran tersebut berasal dari ponsel Sara. Secepatnya Sara menjawab panggilan telepon itu. Sara langsung menempelkan earbuds ke telinganya. Untungnya ia selalu membawa benda tersebut dan tadi sengaja menghubungkannya untuk berjaga-jaga ada yang meneleponnya saat masih mengemudi seperti ini. Tentu Sara sudah menduga akan ada yang meneleponnya karena ia memang sedang janjian dengan seseorang. Suara seorang pria di ujung telepon sana langsung terdengar saat panggilan mereka benar-benar tersambung. “Jadi, kok. Maaf ya, Mas, kalau lama. Ini aku udah deket, kok. Udah nyampe pertigaan,” ucap Sara pada seseorang yang ia sebut ‘mas’ di ujung telepon sana. Selama beberapa saat, Sara kembali mendengarkan suara lawan bicaranya. “Oke, Mas. Aku paham.” Setelah sambungan telepon terputus, Sara kembali fokus sepenuhnya mengemudi. “Harusnya kamu bilang kalau ada janji. Dengan begitu saya nggak perlu diantar begini,” ucap Ravi tiba-tiba. “Bukan masalah, kok, Pak. Karena memang kita satu arah.” “Kamu mau pergi ke suatu tempat? Bukan ke kantor?” Sara hanya mengangguk-angguk. Tidak ada kewajiban baginya untuk memberi tahu lebih detail tentang apa urusannya, kan? “Saya pikir ini masih jam kerja,” tambah Ravi. “Ini sudah jam lima sore, Pak. Jam kerja saya sampai pukul 16.30,” kata Sara. Memang benar apa yang Sara katakan. Kabar baiknya, sejak awal Radiant Rose berdiri, Desy sebagai owner tidak pernah meminta para stafnya untuk lembur kecuali pada momen-momen tertentu di mana orderan membludak. Itu pun biasanya hanya satu bulan sekali yakni pada tanggal dan bulan kembar. Sisanya para staf bekerja pada jam normal, dengan waktu yang semestinya. Inilah salah satu keuntungan memiliki bos yang menganut work-life balance. “Tapi kalau Pak Ravi ingin mampir ke store … masih bisa, kok. Memang tujuan Pak Ravi ingin diantar ke store, kan? Tenang aja, store-nya, kan, tutup jam sembilan malam,” jelas Sara. “Saya juga udah chat staf yang berjaga untuk menyambut Pak Ravi dan menemani jika ingin melihat-lihat,” sambungnya. Ravi masih terdiam. “Maaf ya, Pak. Seharusnya saya yang menemani….” “Bukan masalah,” potong Ravi. “Saya seharusnya berterima kasih karena telah diantar ke sini, padahal sebenarnya kamu mau pergi ke suatu tempat,” lanjutnya. Selama beberapa saat, tidak ada yang berbicara lagi antara mereka sampai kemudian mobil yang Sara kemudikan berhenti di halaman belakang Radiant Rose, tepat di tempat parkir khusus para staf. “Mari Pak, turun,” ajak Sara dengan sopan. Mereka pun turun dan langsung berjalan beriringan menuju bangunan tiga lantai yang berdiri kokoh di hadapan mereka. Melalui pintu belakang, mereka masuk menggunakan ID card yang Sara tap pada sensor pintu. Sara mengajak Ravi memasuki sebuah ruangan yang lumayan hectic suasananya. Ada empat staf yang sedang sibuk packing. “Mereka sedang packing untuk orderan yang masuk secara online baik lewat marketplace maupun sosmed resmi Radiant Rose,” jelas Sara. Sejenak, Ravi memperhatikan sekeliling sampai kemudian pandangannya berhenti pada printer thermal dengan resi yang cukup panjang. “Sama siapa?” tanya salah satu staf yang menyadari keberadaan Sara dengan Ravi. Meskipun menggunakan suara pelan, tapi Sara bisa melihat melalui gerakan bibirnya sehingga paham pertanyaan staf tersebut. “Bos baru,” jawab Sara yang juga setengah berbisik. Bersamaan dengan itu, manajer toko sekaligus teman dekat Sara datang menghampiri mereka. Sara memang sudah menghubungi Windy lewat chat agar bersiap menyambut Ravi. “Selamat datang, Pak. Saya Windy, manajer toko di sini,” sapa Windy. “Semuanya … perkenalkan ini bos baru kita,” sambungnya. “Halo semuanya. Saya Ravi. Saya tahu semuanya pasti terkejut karena ini sangat mendadak. Bu Desy memang sengaja tidak memberi tahu kalian perihal penggantiannya. Untuk itu kalian tidak perlu repot-repot memberikan sambutan terlebih saya hanya ingin mampir dan melihat-lihat aja,” jelas Ravi. “Jadi tidak perlu berdiri dan silakan lanjutkan pekerjaan masing-masing.” “Mari Pak, saya antar berkeliling,” ajak Windy kemudian. Sejenak Ravi menoleh pada Sara yang langsung memberikan anggukan sopan sekaligus senyuman. Tanpa mengatakan apa-apa, Ravi kemudian mengikuti manajer toko yang akan mengajaknya berkeliling kantor yang sekaligus merangkap store ini. Ravi memang sudah mendengar dari Ibnu bahwa gedung Radiant Rose ini terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama bagian depan itu khusus store yang merupakan surganya pakaian modis dan masa kini. Pembeli bisa memilih dan belanja secara langsung di situ. Di lantai satu bagian belakang juga ada tempat khusus packing untuk pesanan yang masuk secara online. Sedangkan lantai kedua adalah tempat para staf office bekerja, termasuk meja Ravi nantinya. Bagaimana dengan lantai tiga? Semuanya pun tahu kalau lantai tiga terdiri dari gudang dan ada pintu khusus yang menghubungkan langsung dengan tempat tinggal Sara yang tentunya hanya bisa diakses oleh wanita itu. Namun, meskipun ada jalan pintas, Sara jarang ke kantor lewat pintu itu. Ia masuk melalui pintu yang normalnya para staf lewati. Bersamaan dengan Ravi yang mulai naik ke lantai dua, Sara tampak berjalan terbaru-buru menuju keluar melewati store yang cukup ramai pengunjung meskipun sudah sore. Sejenak Ravi memperhatikan Sara sampai wanita itu berhasil menembus para pengunjung yang sedang memilih atau sekadar melihat-lihat pakaian. Di lantai dua, ada beberapa kubikel yang merupakan tempat kerja para staf office. Sedangkan tempat kerja Ravi letaknya sendiri dekat jendela. Windy dengan telaten menjelaskan banyak hal. Bukankah ini office tour dadakan? “Kamu boleh pergi. Saya ingin duduk sebentar,” kata Ravi, sehingga Windy itu langsung pamit undur diri. Sejenak, Ravi duduk di kursi kerjanya. Ia kemudian melihat ke arah jendela di mana suasana depan store di bawah sana cukup ramai dengan kendaraan yang didominasi oleh kendaraan roda dua. Itu pasti kendaraan milik para pengunjung yang sedang berbelanja. Namun, hal yang membuat Ravi salah fokus adalah … keberadaan Sara yang sedang berdiri di sana. Jelas sekali wanita itu sedang menunggu seseorang. “Siapa yang sedang kamu tunggu?” gumam Ravi. Tak lama kemudian, sebuah mobil mendekat pada Sara. Mobil itu berhenti dan tampak seorang anak laki-laki keluar dari sana lalu memeluk Sara erat. Anak laki-laki itu jika diperkirakan usianya empat atau lima tahun. “Tunggu, apa itu anakmu? Anak Bima,” gumam Ravi lagi. Ravi masih memperhatikan Sara bersama anak laki-laki itu sampai kemudian seorang pria dewasa yang bisa dikatakan tampan keluar dari mobil, tepatnya dari pintu kemudi. Pria yang jika diperkirakan berusia tiga puluhan awal itu menghampiri Sara dan anak kecil yang kini berada dalam rangkulan Sara. Sebentar, kira-kira siapa pria itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN