Sejak awal, Sara tahu dirinya tidak punya seseorang yang bisa diandalkan untuk membantunya kabur, itu sebabnya mengikuti paket liburan yang ditawarkan oleh jasa sebuah agen perjalanan adalah salah satu solusi. Dengan begitu, Sara akan pergi ke suatu tempat bersama orang-orang yang bisa dipercaya sekalipun tak mengenal mereka. Nanti setelah tiba di destinasi tujuan, barulah ia akan memisahkan diri dari rombongan.
Kabar baiknya, travel agent yang sudah lama Sara ikuti media sosialnya, mengadakan beberapa paket perjalanan baik di dalam maupun ke luar negeri. Sara mencoba mencari yang jadwalnya sesuai dengan waktu pernikahannya dan ia menemukan perjalanan yang berangkat pada H+1 waktu pernikahannya. Itulah yang Sara pilih.
Tentunya Sara sudah bertekad pada malam harinya, ia harus berhasil kabur. Jika tidak, Sara akan gagal. Sara bersyukur dirinya kini telah berhasil kabur tepat saat Ravi tertidur lelap. Waktu menunjukkan pukul dua malam saat Sara naik ke sebuah taksi online yang akan membawanya ke kantor agen perjalanan.
Sara berharap-harap cemas. Semoga Ravi tidur sampai pagi dan baru menyadari Sara kabur saat wanita itu sudah berangkat ke tempat tujuan. Sara mengecek destinasi liburannya.
Senjaratu?
Jujur saja Sara baru mendengarnya, tapi sekarang bukan waktunya untuk memilih tempat tujuan. Ke mana pun, tak peduli Sara baru pertama kali mendengar nama daerahnya … yang terpenting ia bisa meninggalkan kota ini.
Kenapa Sara tidak memilih perjalanan ke luar negeri? Sara pikir itu lebih ribet. Sekalipun Sara punya paspor, tetap saja tidak semua negara bebas visa. Terutama yang di luar ASEAN, sehingga Sara pikir pengurusan administrasinya jauh lebih memakan waktu. Tak hanya itu, Sara takutnya terlacak oleh Ravi atau keluarga Bima sehingga memutuskan memilih paket liburan di dalam negeri saja yang minim risiko ketahuan.
Sara hanya membawa ransel yang hanya berisi satu setel pakaian ganti yakni atasan dan bawahan. Ia tidak bisa membawa banyak karena hanya itu sisa pakaiannya karena sejak berkunjung ke rumah orangtua Bima, ia langsung menetap di sana sambil menunggu hari H pernikahannya. Dan itu adalah pakaian yang secara mendadak dibeli oleh Nurita untuk Sara.
Sebenarnya tersisa dua setel pakaian di ransel Sara, tapi satunya sudah melekat di tubuhnya karena wanita itu mustahil memakai setelan tidur.
Sara melirik ponselnya. Cara agar Ravi tidak perlu mencarinya adalah … Sara harus jujur kalau dirinya kabur dan tidak ingin dicari. Tapi apakah Ravi akan menurut dengan tidak mencari keberadaannya? Ah, entahlah. Sekarang yang terpenting Sara mengirim chat pada pria itu. Sara mengetikkan pesan tapi kemudian menghapusnya lagi sebelum meng-klik send.
“Oke. Besok aja. Kalau sekarang takutnya pesan masuk membuatnya terbangun,” batin Sara.
Sambil menunggu tiba di kantor agen perjalanan, Sara memeluk ranselnya yang bukan hanya berisi satu buah setelannya, melainkan ada satu kotak perhiasan seserahan dari Ravi yang sudah ia amankan sebelum ibu tirinya mengambilnya.
Tentu Sara tidak akan kabur se-tenang ini jika tak punya pegangan apa-apa. Ya, salah satu hal yang membuat Sara sangat tenang adalah … ia punya pegangan berupa satu set perhiasan emas, juga uang cash yang juga merupakan pemberian dari Ravi sebagai hadiah pernikahan.
Uang dan emas itu, Sara masukkan ke dalam paperbag lalu menimpanya dengan lingerie pemberian ibu tirinya. Setelah itu, barulah ia memasukkannya ke dalam ransel. Sara melakukan itu demi keamanan.
Beberapa saat kemudian, taksi online yang ditumpanginya berhenti tepat di depan lobi sebuah kantor agen perjalanan yang Sara tuju. Setelah membayar lebih dari yang harus Sara bayar, sang sopir tampak sangat berterima kasih.
Sara membayar lebih karena selain ada uangnya, ia juga merasa sopir taksi ini sangat berjasa baginya. Jujur saja, Sara sempat menduga akan sulit menemukan pengemudi pada menjelang dini hari seperti ini. Namun, syukurlah kini Sara bisa tiba di kantor agen perjalanan dengan selamat.
Begitu turun dari taksi, Sara langsung disambut oleh security.
“Maaf, ada keperluan apa?” Tentu security itu kebingungan. Orang gila mana yang datang ke kantor agen perjalanan hampir jam tiga malam?
“Aku adalah salah satu yang akan ikut perjalanan ke Senjaratu besok pagi. Aku sengaja datang lebih awal karena takut terlambat,” jelas Sara. “Datang dari jauh soalnya. Makanya nyampe di sini jam segini,” sambungnya.
“Boleh informasikan pada saya nomor referensinya? Sekalian KTP-nya.” Security hanya menjalankan sesuai SOP, takutnya wanita di hadapannya ini hanya mengaku-ngaku lalu melakukan hal kriminal saat diizinkan masuk.
Sara kemudian menunjukkan KTP dan kode referensi yang security inginkan. Tak lama kemudian security itu meneruskan nomor referensi tersebut ke security satunya yang saat ini duduk di depan layar komputer.
“Cek ini,” ucapnya.
Selama beberapa saat security satunya mengeceknya.
“Maaf, apa nama Nona adalah Sara?” tanya security yang depan komputer.
“Ya, Sara Linanda.”
“Datanya valid. Nona Sara ini akan berangkat ke Senjaratu besok.”
Security yang berdiri di depan Sara langsung meminta maaf dan membukakan pintu. Ia tidak lupa mengembalikan KTP Sara.
“Sekali lagi maaf ya, Nona Sara,” ucap sang security setelah mempersilakan Sara masuk.
Sara tersenyum. “Bukan masalah. Aku memang layak dicurigai. Siapa coba yang datang jam segini?”
“Sebetulnya sesekali memang ada yang datang pada waktu-waktu kurang lazim seperti ini, tapi mereka yang akan melakukan perjalanan liburan biasanya membawa koper besar atau setidaknya ransel yang besar. Sedangkan Nona Sara hanya membawa ransel yang saya pikir isinya tidak penuh. Seperti bukan mau liburan, padahal setahu saya liburan ke Senjaratu itu selama seminggu.”
Ah, benar juga. Agar tidak mencurigakan … Sara berusaha menemukan alasan.
“Aku memang paling malas direpotkan dengan barang bawaan, jadi nanti beli pakaian di sana. Makanya sekarang sengaja bawanya sedikit,” jelas Sara kemudian.
“Kalau begitu mari saya antar ke ruangan istirahat. Ada beberapa peserta yang juga datang lebih awal dengan alasan yang hampir sama. Rumahnya jauh,” kata security. “Mereka sudah tiba sejak tadi sore,” pungkasnya.
Ah, baik sekali agen perjalanan ini sampai menyediakan tempat istirahat sehingga peserta yang akan ikut perjalanan liburan tak perlu menginap di hotel.
***
Sampai jam tujuh pagi, Ravi sama sekali belum meneleponnya. Hal itu membuat Sara bertanya-tanya … Ravi tidak mencarinya karena belum bangun atau pria itu memang sengaja mengabaikannya sehingga walaupun sudah bangun, Ravi memilih mengabaikan apa yang Sara lakukan. Kabur pun silakan dan tak masalah baginya.
“Jadi mana yang benar? Dia udah bangun atau memang masih tidur?” batin Sara.
Namun, terlepas mana dugaan Sara yang benar, baginya yang terpenting adalah … saat ini dirinya sudah berada di sebuah kapal yang mulai melaju meninggalkan pelabuhan. Dalam kata lain, Ravi mustahil menyusulnya. Jangankan menyusul, menemukan keberadaannya saja sangat kecil kemungkinannya.
Aku benar-benar kabur. Ini adalah cita-citaku sejak lama. Cita-cita yang baru terwujud….
Hal paling utama adalah setelah ini, Sara akan sepenuhnya merdeka dari gangguan keluarganya yang toxic.
***
Waktu menunjukkan pukul tujuh pagi lewat sepuluh menit saat Ravi terbangun dari tidurnya. Ia mendapati tempat di sampingnya kosong, hal yang membuatnya sadar Sara sudah bangun lebih dulu. Apa mungkin istrinya itu sedang mandi?
Ravi sejenak mengubah posisinya dari berbaring menjadi duduk. Jujur, ia benar-benar merasa segar. Bangun dalam keadaan seperti ini tentu membuatnya jauh lebih bersemangat. Hal yang menurutnya aneh adalah … padahal ia tidur di kasur dan bukan di sofa, tapi sama sekali tidak bermimpi buruk. Bahkan, konyolnya Ravi bisa tidur dengan mudah.
Apa karena Sara? Ya, keberadaan wanita itu di samping Ravi sedikitnya bisa membantu pria itu mendapatkan kualitas tidur yang lebih baik tanpa harus bermimpi buruk seperti biasanya. Apakah ini sinyal baik? Tanda bahwa gangguan tidur Ravi bisa sembuh seiring berjalannya waktu selagi Sara yang menjadi teman tidurnya.
Kalau begini ceritanya, sepertinya Ravi akan sangat bersemangat menjalani pernikahannya dengan Sara. Parahnya lagi, Ravi sampai kesiangan begini, saking nyenyaknya ia tidur. Ravi bahkan lupa kapan terakhir kali tidur se-nyaman dan se-nyenyak semalam.
Ravi turun dari tempat tidurnya dan berjalan menuju kamar mandi. Setelah menyelesaikan urusannya di dalam sana, Ravi mencari-cari keberadaan Sara. Istrinya itu tidak ada di mana pun padahal Ravi sudah mencari di kamar hotel tipe honeymoon suite ini.
Sungguh, Ravi tak bisa menebak Sara ada di mana karena ini sebenarnya masih pagi walaupun Ravi merasa dirinya agak kesiangan.
“Apa dia sedang jalan-jalan di luar hotel?” gumam Ravi karena menyadari piama yang semalam istrinya kenakan ada di kamar mandi, sehingga menguatkan dugaan kalau Sara sedang keluar karena telah mengganti pakaiannya.
Sebentar … Ravi sepertinya baru saja menyadari sesuatu! Ransel Sara yang semalam diletakkan berdampingan dengan ransel milik Ravi, kini menghilang. Apa masuk akal jalan-jalan membawa ransel? Seketika Ravi mulai gundah. Sara tidak mungkin kabur, kan?
Untuk memastikan, Ravi segera menghubungi wanita yang kini berstatus sebagai istrinya itu. Ia menunggu cukup lama sampai akhirnya suara Sara yang menjawab panggilannya terdengar di ujung telepon sana.
“Sara?” ucap Ravi.
“Ya, ini Sara. Kenapa, Mas?” tanya Sara dengan begitu santai.
Respons Sara yang seperti itu membuat Ravi menghilangkan sedikit keraguan di hatinya tentang Sara yang kemungkinan kabur. Ya, menurutnya kalau Sara kabur, tidak akan se-santai ini!
“Kamu ada di mana sekarang? Saya baru bangun tidur mencarimu ke mana-mana, tapi kamu nggak ada,” tanya Ravi kemudian. Samar-samar ia merasa suara berisik di ujung telepon sana, hal yang membuatnya berpikir kalau istrinya itu sedang berada di tempat yang ramai.
“Aku sedang dalam perjalanan ke suatu tempat. Aku harap Mas Ravi nggak perlu mencariku.”
Mendengar jawaban Sara, mulai muncul firasat buruk di hati Ravi.
“Apa kamu bilang? Maksudnya suatu tempat ke mana?”
“Kalau aku ngasih tahu, namanya bukan kabur.”
“Tunggu, kamu sungguh kabur? Kenapa?” Jangan ditanya bagaimana perasaan Ravi. Pria itu terkejut dan ada perasaan kecewa yang sulit ia jelaskan. Rasanya menyesakkan. Kenapa Sara harus kabur?
“Apa saya punya salah sama kamu?” tanya Ravi lagi. “Atau kamu nggak nyaman saat saya meminta izin untuk menyentuhmu? Kamu hanya perlu menolak saya, Sara. Kamu nggak perlu kabur seperti ini.”
“Aku memang nggak pernah menginginkan pernikahan ini. Maaf,” balas Sara. “Aku berusaha membuat pernikahannya jangan sampai berlangsung, tapi aku nggak bisa,” lanjutnya.
“Jadi, kamu benar-benar ingin pergi?”
“Ya. Sekali lagi maafkan aku ya, Mas. Aku tahu aku keterlaluan, tapi aku nggak bisa menjalani pernikahan yang nggak aku inginkan,” kata Sara. “Tapi tenang aja, aku akan memastikan janin di rahimku tumbuh dan berkembang dengan baik. Jadi, Mas Ravi nggak perlu mengkhawatirkan apa pun.”
“Sara, setidaknya beri tahu saya kamu ada di mana sekarang?”
“Maaf, aku nggak bisa,” jawab Sara. Keputusan Sara sudah bulat, sekalipun ia tahu kalau ini bukan hanya akan mengecewakan Ravi, melainkan mengecewakan orangtua Bima juga.
“Aku tahu tindakanku sangat nggak bertanggung jawab. Untuk itu aku harap Mas Ravi bisa menemukan seseorang yang lebih layak bersanding dengan Mas Ravi, bukan perempuan sepertiku,” tambah Sara.
“Sara, dengar….”
“Pernikahan kita belum genap dua puluh empat jam. Kita juga belum melakukan hubungan selayaknya suami dan istri. Jadi, tolong ajukan saja pembatalan pernikahannya ya, Mas. Aku akan sangat berterima kasih kalau Mas Ravi mengajukan pembatalan pernikahan kita secepatnya.”
“Sara….”
“Aku akan memastikan kita nggak bertemu lagi selamanya. Tolong biarkan aku mencari kebahagiaanku sendiri.” Setelah mengatakan itu, Sara menutup sambungan teleponnya.
Sudah. Semuanya berakhir sudah.
Bukankah pernikahan mereka sangat singkat? Seperti kilat.
Benarkah Sara dan Ravi tidak akan pernah bertemu lagi?