"Aku nggak bohong... Tapi kalau kamu memang nggak percaya lagi sama aku, mungkin kita memang nggak seharusnya bersama," ulang Alena, suaranya bergetar tapi tegas. Tristan tertegun. Kata-kata Alena barusan menusuknya seperti pisau yang menggores perlahan namun dalam. “Alena, jangan ngomong kayak gitu,” kata Tristan cepat, menghampirinya dan berlutut di depan kursi tempat istrinya duduk. “Aku panik, aku marah, tapi bukan berarti aku pengen kehilangan kamu.” Alena memalingkan wajahnya, air mata masih menetes di pipinya. “Lucu ya... Kamu bisa marah cuma gara-gara bunga. Tapi aku?” Alena menatap suaminya, tatapan itu kini penuh luka. “Aku lihat kamu sarapan berdua dengan Cindy. Dia pakai kemeja kamu, Tristan. Kemeja kamu!” Tristan menghela napas panjang. “Itu... kejadiannya nggak seperti y