Bab 8.2: Hubungan Julian, Jovanka, dan Devian

393 Kata
Julian masih termenung dalam kalut hati. Entah mengapa pria itu merasa sakit yang teramat sangat. Hatinya sedang terus bergejolak, mencoba untuk tak percaya dengan pikirannya. Pikiran negatif tentang istrinya dan Devian, si pria yang selama ini diketahui punya rasa kepada Jovanka. Rasa cinta yang tak semestinya. Di detik berikutnya, terdengar suara langkah. Julian menoleh. Terlihat Devian yang tengah mendekat ke arahnya. Mata Si Abang terlihat lega. Di lengan kirinya ada sebuah kapas yang diyakini sang adik di baliknya adalah bekas jarum. "Gimana donornya, Dev?" sambut si ipar. "Lancar." Ada senyuman yang terbit bersamaan di bibir keduanya. Hal itu membuat si pria yang hanya menyaksikan, dibuat makin resah. Ia yakin sekali curiga di hati dan pikirannya memang bukan hal yang aneh. "Gue heran sama lo, Dev, kenapa mau repot-repot?" Celetukan Julian sanggup membuat si abang dan Jovanka menoleh bersama. Keduanya tak mengerti dengan Julian yang mereka anggap menanyakan hal aneh secara tiba-tiba. Bagaimana tak aneh jika mendonorkan darah untuk keponakan dianggap repot? Tatapan Julian begitu berapi-api. Untung saja, Devian segera mencoba mengalihkan fokus. Ia berlagak ingin ke toilet. Aslinya ia hanya ingin tidak terpancing dengan perangai Julian. Devian kenal betul perangai sang adik satu-satunya. "Kamu kenapa nanyanya aneh begitu, Lian?" "Menurut kamu itu pertanyaan aneh, Jov?" Keduanya saling menatap. Saling tak mengerti dengan arah pikiran lawan bicara mereka. Intinya mereka tidak seiya sekata. Jovanka mendengkus. Mata si wanita memejam demi meredam apa yang di dalam otaknya. Hatinya benar-benar resah melihat kelakuan Julian. Memikirkan anak yang sedang dalam kondisi sekarat di dalam sana saja, ia rasanya tak sanggup. Bahkan hampir saja tadi ia pingsan, saat mendengar kabar kecelakaan yang dialami Javier. Untung saja, Devian pas datang. Tadinya memang Devian mampir ke rumah Julian untuk menitipkan kado untuk Javier dan Jasmin atas prestasi yang telah mereka raih. Ternyata kedatangan Devian saat itu bertepatan dengan kabar kecelakaan Javier. Devian mendapati Jovanka yang tidak dalam keadaan baik. Devian yang tadi masih di luar, segera masuk rumah si adik dengan terburu-buru. Tangan itu sigap menjangkau Jovanka yang tidak bisa lagi berdiri tegak. Devian membimbing Jovanka untuk duduk. "Kamu sakit, Jov?" tanya Devian agak khawatir. Jovanka hanya menggeleng. Matanya menatap Devian. Ada kaca-kaca jelas terlihat. "Javier kecelakaan, Dev," kata Jovanka lirih. "Apa?" Tanpa banyak tanya, Devian menarik Jovanka untuk ke rumah sakit. Devian takut sesuatu yang buruk menimpa si keponakan yang disayanginya itu. Tak sanggup rasanya membayangkan hal itu terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN