Masih pukul satu siang, ketika aku bersama Teh Retna melakukan perjalanan menuju Jakarta. Terpaksa aku menutup Lintang Florist lebih cepat, lalu berpamitan pada Bapak dan Ibu untuk menemui Pram. Ibu sempat keberatan ketika aku meminta izin, namun akhirnya mengizinkanku pergi setelah Teh Retna menjelaskan apa yang didengar Teh Retna dari Mbak Narti. Sepanjang perjalanan, dadaku berdebar hebat. Entah karena ini pertemuan pertama setelah satu bulan lamanya aku dan Pram tidak bertemu, atau karena fakta tentang keluarga Ayu yang ternyata memiliki kendali luar biasa hingga mampu menyeret Pak Susilo ke balik jeruji besi dengan mudahnya. “Kamu yakin masih ingin bertemu Pram, Lin?” Entah ini pertanyaan ke berapa kali yang terucap dari bibir sepupuku ini. “Ini mumpung setengah jalan, kalau kamu be