Dika tengah duduk tenang di halaman belakang rumah nya. Di sebuah kursi kayu panjang yang warna sudah pudar. Dengan tenang dan santai, dia meneguk air putih dingin. Itu semua hanya untuk menutupi kegugupan dirinya.
Setelah merasa cukup, dia meletakkan gelas di samping dan beralih pada ponsel yang ia letakkan di atas meja di hadapan nya.
Dengan tenang, mimik wajah yang pura-pura meringis, dirinya membuka sebuah website dari google.
Dimana website tersebut penentuan hidup dirinya ke depan.
M. RANDIKA ADRIAN
LULUS
Hanya dua itu saja yang dia lihat, Dika menelan ludahnya, muka nya yang tadi tenang seketika berubah terkejut, kemudian sudut bibir nya tertarik berlawanan.
"Alhamdulillah." Ucapnya dengan suara kecil.
Laki-laki remaja umur 17 tahun lebih tiga bulan itu seketika menoleh sekitar, ia juga mengintip kedalam. Memastikan tidak akan ada orang yang bisa melihat nya. Merasa aman, maka seketika dia langsung beranjak dari duduknya untuk melakukan sujud syukur.
Dia melakukan nya dengan cepat, benar-benar tidak ingin ada yang melihatnya.
Setelah selesai, dengan hati bahagia penuh senyum lebar. Dia masuk kembali kedalam rumah, berjalan melewati dapur, dia menuju ruang depan, hingga keluar dari dalam rumah.
"Mak!" Panggil nya dengan nada tenang.
Dika tidak menemukan siapapun diluar, dia kembali masuk kedalam. Kaki nya kembali melewati ruang depan menuju dapur, di dekat dapur ada sebuah kamar dan satu satu kamar mandi. Dika membuka pintu kamar yang di tempati oleh orang tuanya.
Karena pintu nya tidak tertutup rapat, dia membukanya dengan pelan sambil memanggil Ibunya.
"Mak." Panggilnya.
Dika menemukan sang ibu sedang sholat, maka dia mundur dan berbalik. Dia memilih untuk duduk di luar, dimana di teras depan ada sebuah kursi panjang yang terbuat dari rotan.
"Dika!"
Dari ujung lorong rumah, seseorang memanggil dirinya sambil berlari. Dika sampai harus berdiri untuk melihat si pemanggil yang ternyata seorang teman nya.
"Dika!" Seru teman nya lagi, begitu sampai ke depan rumah yang memang tidak memiliki pagar.
" Apa Man?" Dika bertanya pada temannya.
" Kamu sudah melihat pengumuman? Aku sudah jadi pergi ke Malaya kali ini." Jawab teman nya dengan raut wajah bahagia.
" Jadi pergi?" Tanya Dika kaget dan ikut senang mendengar nya. Iman, teman nya itu mengangguk. Membuat Dika langsung mengucapkan selamat.
Dika juga mengatakan hal yang sama, jika dirinya juga jadi ke Jakarta. Artinya Dika telah di pastikan lulus dan di terima di sebuah universitas di Ibu kota.
Dua remaja laki-laki itu terlihat senang dan bahagia.
Dika juga memberi kabar bahagia itu kepada kedua orang tuanya saat di malam hari. Membuat kedua orang tuanya senang dan bangga, begitu juga dengan adik-adik nya.
Tidak hanya pada keluarganya, tapi kabar dirinya di terima di kampus yang ada di Ibu kota juga sampai kepada saudara-saudara juga tetangga sekitar. Sehingga membuat dirinya mendapatkan banyak ucapan selamat, dan beberapa wejangan.
••••
Sebulan berlalu sejak menerima pengumuman, Dika langsung mempersiapkan semua keperluan nya, semua berkas dia lengkap kan.
Lalu setelah sebulan, dia langsung memutuskan untuk berangkat ke Jakarta dengan menggunakan Pesawat terbang.
Dika beruntung, dia tidak sendirian dia Jakarta. Meski buta ibu kota, namun dia memiliki sahabat baik, yang tinggal di Jakarta tiga tahun lalu.
Namanya Radit Alvan, sahabatnya dan Radit. Namun, sejak lulus SMP, Alvan harus pindah ke Jakarta karena orang tuanya pindah dinas dari Aceh ke Jakarta.
Bahkan yang membiayai akomodasinya adalah Alvan, keduanya memang sahabat dekat. Selain menjemput nya dan Radit di Bandara, Alvan juga sudah mencarikan kos yang letaknya tidak jauh dari kampus untuk nya. Pokoknya semua sudah di siapkan oleh Alvan untuk dirinya.
Btw, Radit juga keterima di salah satu Universitas kemuka Bandung.
"Dari semua tempat yang gue datangi, ini yang menurut gue paling oke." Ucap Alvan ketika mereka tiba di tempat kos yang akan di tempat oleh Dika selama dia tinggal di Jakarta.
"Bagus kok, tapi berapa nih? Mahal gak?"
"Enggak kok, gue udah talangi buat tiga bulan kedepan. " Ucap Alvan agar dirinya tidak perlu susah apalagi cemas.
"Thanks ya, nanti kalau aku udah dapat kerjaan, uang nya aku ganti." Ucap Dika dengan senang dan penuh terimakasih.
Alvan hanya mengangguk saja, lalu keduanya mulai beberes kamar, Dibantu oleh Radit juga sebelum besok nya berangkat ke Bandung. Dika mulai menyusun beberapa pakaian yang dia bawa di dalam lemari. Sedangkan Radit membantu menyusun buku-buku di atas meja belajar.
"Laper gak? Makan yuk? Sekalian kita liat-liat kampus lo." Ujar Alvan setelah mereka selesai dan rebahan di atas kasur.
"Laper sih." Jawab nya mengusap perut. "Ayo lah." Dia langsung beranjak bangun.
Radit menyusulnya, setelah membasuh muka dan rapi-rapi sedikit, ketiganya langsung berangkat.
••••
Dika merasa sangat beruntung, karena ketika masa OSPEK dia mendapat pembina yang ramah dan tegas. Sehingga dia dapat melewati dua hari masa OSPEK dan satu malam pengakraban dengan lancar.
"Stt.!"
Seseorang berseru padanya yang sedang duduk di tepi koridor. Dika baru saja istirahat dari kegiatan malam pengakraban yang di adakan di dalam lapangan kampus.
"Arsen." Seorang cowok tiba-tiba sudah duduk di sampingnya sambil mengulurkan satu cangkir kopi panas padanya.
"Dika." Jawab Dika menerima cangkir kopi hitam tersebut. "Thanks." Ucapnya lagi.
Arsen hanya mengangguk. Keduanya pun mulai mengobrol.
Dika memang tidak mengenal siapapun di kampus itu. Sejak hari pertama pun dia belum memiliki inisiatif untuk mengajak yang lain berkenalan atau mengobrol. Dika sangat fokus dan sebisa mungkin untuk tidak mengambil perhatian apapun selama OSPEK berlangsung.
Tapi, ada beberapa orang yang mengajaknya berkenalan dan mengobrol. Namun singkat saja, hanya basa basi saja. Karena, kebanyakkan yang mengajaknya kenalan atau mengobrol adalah perempuan. Sedangkan Dika tidak pandai dalam hal apapun yang menyangkut perempuan.
"Lo peratiin deh, senior cewek yang lagi gitaran itu." Arsen menunjuk salah satu pembina yang sedang duduk di jauh di sebrang mereka.
Kebetulan Dika mengetahuinya, karena senior cewek itu merupakan salah satu pembina grup nya selama dua hari ini.
"Kak Erika?" Tanya Dika menoleh pada Arsen.
"Hm." Gumam Arsen mengangguk dengan senyuman lebar. "Cantik banget kan? Seksi lagi." Lanjut Arsen dengan senyuman cowok nya.
Dika hanya mengulum senyum paksa saja, tanpa mengomentari lebih lanjut. Dia menyesap kopi nya pelan, sambil mendengar ocehan Arsen yang memuji senior mereka.
"Btw, lo asli mana? Kayaknya bukan Jakarta deh." Tiba-tiba Arsen berganti topik.
"Dari Aceh."
"Ooo.. gue asli Bandung. Tapi, lahir di Jakarta dan tinggal di Jakarta." Ucap Arsen.
"Tinggal nya jauh dari kampus?" Tanya Dika basa basi aja.
"Lumayan lah, 20 menit naik motor." Jawab Arsen. "Lo, disini tinggal disini sendirian? Atau anak rantau?"
Dika sedikit tergelitik akan pertanyaan kacau dari teman barunya barusan, tapi dia tidak terlalu menghiraukan.
"Sendirian, anak rantau." Jawab Dika mulai tertarik. "Kosan gue gak jauh dari sini, cuma sepuluh menit jalan kaki." Lanjut Dika lancar. Dia sudah belajar banyak dari Alvan dan Radit tentang ibu kota, termasuk perkataan, logat dan panggilan lo-gue.
"Biar gak keliatan banget cupu lo." Begitu Kata Radit padanya.
"Wuiihh.. Deket dong, bisa kali nanti-nanti gue dateng numpang tidur nunggu kelas." Ujar Arsen dengan akrab.
"Boleh-boleh."
Keduanya dalam waktu singkat langsung bisa akrab, tidak hanya Arsen, karena kemudian Dika kembali di hampiri oleh satu teman lagi bernama Banu, yang merupakan sahabat Arsen sejak SMA. Mereka kebetulan sama-sama di terima di kampus yang sama, hanya beda jurusan.
Kebetulan juga Arsen dan Dika satu jurusan. Sedangkan Banu ada di fakultas kedokteran.
Ketiganya juga dengan mudah mulai akrab. Dika bisa dengan baik berbaur dan beradaptasi dengan dua teman baru nya.
Selesai malam pengakraban, keesokkan pagi-pagi nya, tepat hari Minggu. Dika dan beberapa MaBa dan beberapa senior bangun lebih dulu. Dika bahkan bangun sebelum matahari terbit.
Selesai mengutip sampah, dia merasa ingin buang air kecil, maka dia langsung berlari ke toilet.
Setelah selesai, Dika keluar dan tidak sengaja melihat dua senior sedang memarahi seorang Maba perempuan di tepi koridor.
"Kita kan nyuruh kalian ngutip sampah, bukan nge-gosip! Sekarang mana sampah Lo?"
Dika memilih melewati nya saja, mengabaikan mereka dan tidak ingin ikut campur. Selama dua hari kemarin, dia sudah berhasil menjadi anak baik dan penurut. Jadi, dia tidak ingin ikut campur masalah orang jika tidak terpaksa.
Tapi sayangnya dia kurang beruntung saat itu, karena sempat melek dan menoleh kebelakang, sehingga ketika di persimpangan dia malah tidak sengaja menabrak senior yang sedang membawa berapa barang.
Dan membuat barang-barang bawaan itu terjatuh berserak kan.
"Ma,maaf maaf kak, maaf." Ucap Dika benar-benar merasa bersalah.
Bahkan dia langsung dengan cepat mengutip barang-barang yang jatuh.
"Er! Lo gapapa?!" Tiba-tiba senior yang tadi tengah memarahi Maba, menghampiri mereka dan dengan cemas menghampiri Senior yang tidak sengaja di tabrak Dika. "Woi! Kalau jalan pake mata, dong! Hah!"
"Maaf Kak, saya gak sengaja tadi." Ujar Dika mengumpulkan semua barang yang jatuh dan mengulurkan nya pada si kakak senior yang ternyata pembina nya.
"Punya mata di pakek!!" Lagi, si senior itu berkata marah padanya.
"Rian udah." Akhirnya Erika membuka suara dengan malas. "Dia juga enggak sengaja, gue juga enggak liat ke depan tadi." Jelas Erika dengan nada tidak ramah pada Rian.
Dika sendiri sudah berusaha menahan diri agar tidak menimpali apapun ucapan senior laki-laki bernama Rian itu dengan apapun banyolan lan.
"Sekali lagi maaf ya kak." Lagi, Dika mengucapkan kata Maaf pada Erika.
Setelah merasa jika dirinya di maaf kan, Dika langsung izin pergi dari sana. Tanpa berniat menoleh kebelakang lagi.
Karena itu pula, dia tidak sadar jika Erika terus memandangi kepergian nya dengan tatapan penuh arti, namun tanpa menunjukkan ekspresi lain selain datar.