Radith baru saja akan melewati ruangan kerja Dika saat melihat pintu itu terbuka lebar. Dan menampakkan Dika yang sedang duduk di balik meja nya menatap laptop dengan bibir tersenyum.
Itu membuatnya harus mengerutkan kening nya, heran dengan sikap sahabat nya yang aneh.
Ia memilih untuk mampir sebentar, tanpa mengetuk Radith langsung nyelonong masuk. Membuat Dika menoleh padanya.
"Kenapa loe ?" Tanya Radith langsung. Dika tersenyum sendiri. Kemudian ia menggelengkan kepalanya. Kembali mengetikkan sesuatu di balik laptop nya.
"Najis banget loe Dik, senyum - senyum gak jelas " ucap Radith lagi.
Dika mendelik padanya, kemudian mendengus malas. "Loe, gue itu lagi senang, jadi berbagi senang sama loe "
"Loe keliatan kayak orang stres tau enggak, s***p " cibir Radith, Dika mengabaikan cibiran itu. Membiarkan Radith pergi keluar dari ruangan nya.
Lalu ia meraih ponsel nya, membuka salah satu aplikasi chat. Ia tersenyum saat mendapati kontak Kinal di urutan teratas room chat nya.
Dika : hai
Ketiknya, lalu mengirim kan kepada Kinal.
Kedua nya memang sedang dekat sejak pertemuan tidak sengaja seminggu yang lalu. Sudah saling tukar kontak dan mengobrol melalui chat atau telfon selama seminggu ini.
Kling.
Kinal : Hai juga.
Dika : kalau mau ngajak kamu makan siang, boleh ?
Kembali Dika melanjutkan pekerjaan nya selagi menunggu balasan dari Kinal.
Beberapa detik kemudian balasan kembali datang.
Kinal : boleh.
Dika sama sekali tidak bisa menahan senyum nya ketika membaca satu kata itu di layar ponselnya.
Dika : yaudah. Nanti aku jemput, ya ?
Kinal : oke.
Kinal : nanti kalau udah jalan chat aja, biar gue nunggu di lobi.
Dika hanya membaca tanpa membalas chat terakhir dari Kinal.
Kembali ia meneruskan pekerjaan nya dengan cepat. Sebelum jam makan siang nanti.
***
"Hai " sapa Dika ketika ia menghampiri Kinal yang menunggu nya di depan lobby kantor nya.
"Hai, mau makan siang dimana ?" Balas Kinal. Dika diam sejenak untuk berfikir. Ia membuka pintu penumpang samping kemudi untuk Kinal. Kemudian berjalan memutar untuk kembali ke bagian kemudinya.
"Kamu suka makan, apa ?" Tanya Dika saat ia sudah duduk di balik kemudi.
"Gue enggak terlalu pemilih kalau soal makan, semua makanan asal enak gue makan " jawab Kinal dengan santai. Membuat Dika takjub dan tertawa pelan.
"Bagus dong, jadi gampang kalau ngajak kamu makan " ujar Dika melajukan mobil nya.
Kinal hanya tertawa, keduanya mulai terlihat santai ketika berdua, tidak ada yang terlihat canggung. Seolah sudah saling nyaman. Bagi Dika, Kinal itu unik. Cewek yang tidak pernah pencitraan. Kinal apa adanya. Itu yang membuat Dika berubah fikiran dengan ide Radith.
Sebenarnya, bukan karena rujukan Radith juga ia mau mendekati Kinal. Tapi, karena sifat Kinal lah yang membuat Dika berubah fikiran. Kinal selalu tampil apa adanya.
Keduanya tiba di sebuah rumah makan padang.
"Suka nasi padang, juga ?" Tanya Kinal setelah keduanya duduk di salah satu meja.
"Suka sambal nya " jawab Dika ringan. Kinal mengangguk.
"Oo.. suka pedes dong. "
"Iya. Kamu suka pedes juga ?"
"Lumayan, sih. Tapi, kalau udah terlalu pedas suka gak kuat "
"Sakit perut, ya ?" Kinal mengangguk.
Tidak lama kemudian sang pelayan datang membawakan banyak lauk. Menata di atas meja keduanya.
Setelah mengucapkan terima kasih dan pelayan pergi. Keduanya memulai makan sambil mengobrol.
"Selain nasi padang, kamu suka apa lagi ? Maksud ku, yang paling kamu suka ?" Tanya Dika di sela makan nya.
"Martabak "
"Martabak manis apa telor ?"
"Manis sih. Loe ?"
"Lebih suka yang telor " jawab Dika dengan santai.
"Loe di sini tinggal sendiri ?" Tanya Kinal setelah meneguk minumannya sedikit.
"Dulu sih sendiri, tapi sekarang berdua sama adik " jawab Dika.
"Cowok, cewek ?"
"Cowok, kelas tiga SMA masih " jawab Dika. Kinal hanya mengangguk mendengar penjelasan cowok di depan nya.
Setelah menyelesaikan makan nya, mengobrol sejenak. Kemudian Dika kembali mengantar Kinal kembali ke kantor nya.
"Kamu enggak bawa mobil kan? nanti, Aku jemput, mau ?" Tawar Dika, ketika keduanya sudah tiba di depan lobby.
"Eh, boleh. Kalau enggak ngerepotin. Lumayan hemat ongkos " jawab Kinal tanpa malu - malu. Dika tertawa, ia menggeleng.
"Yaudah, nanti aku jemput di sini " ujar Dika. Kinal mengangguk, kemudian ia pamit untuk pergi.
Setelah di pastikan Kinal masuk kedalam, Dika langsung melajukan mobil meninggalkan depan lobby kantor Kinal.
"Sama siapa, Nal ?" Tanya Erwin yang kebetulan bertemu di depan lift.
"Apa nya ?"
"Tuh, tadi " ujar Erwin dengan nada tidak suka.
Kinal hanya tersenyum manis. "Ke. Po " ucapnya nya jail. Membuat Erwin mendengus malas. Kinal pun melangkah masuk kedalam lift.
"Gue ajakin jalan enggak, mau. Tapi sama cowok itu mau " gerutu Erwin berdiri di samping nya. Kinal melirik pada Erwin. Kemudian tertawa sendiri.
"Lagian, setiap loe ngajak gue, gue nya lagi sibuk atau keduluan janji sama orang " jawab Kinal.
Erwin mendengus akan jawaban ngasal Kinal. "Kalau Free juga, loe tetap gak mau kan jalan sama gue ?" Kinal langsung tertawa sambil menggeleng. Kembali Erwin mendengus malas.
"Sabar ya. " ujar Kinal menepuk pundak Erwin, dan masih menertawa kan Erwin.
***
Hari - hari berlalu, Kinal dan Dika semakin dekat. Tanpa di ketahui oleh kedua sahabat mereka, keduanya semakin sering jalan berdua.
Kadang suka makan siang berdua di luar kantor. Dika juga sering menawarkan diri untuk mengantar atau menjemput Kinal.
Ia suka dengan kepribadian Kinal. Kinal cantik tapi tidak membosan kan. Ia sempat berfikir kalau dirinya dan Kinal tidak cocok. Kinal sedikit bawel, dan Dika terlalu kalem.
Tapi, Dika tidak sama sekali menyangka. Dia yang tidak suka cewek bawel, justru menyukai saat Kinal terus bercerita panjang lebar padanya.
Dika yang tidak terlalu menyukai cewek yang rambutnya di ikat ponytail. Tapi, ia sangat menyukai ketika Kinal mengikat rambutnya seperti itu.
Seperti malam ini, Radith kembali di buat heran saat Dika pulang ke apartemen dengan muka sumringah dan terlihat senang. Ia melirik pada cowok remaja yang duduk di samping nya. Saat Dika melewati keduanya yang sedang menonton sedang kan Dika masuk ke dalam kamar.
"Abang loe kenapa sih ?" Tanya Radith pada cowok remaja di samping nya. Ia Khalif, adik nya Dika.
"Tau " jawab Khalif, mengendikkan bahu nya. "Tanya lah, sama orang nya " lanjutnya sambil mengganti chanel tivi.
Radith mendelik pada Khalif. Kemudian kembali menoleh ke kamar Dika. Karena Dika kembali keluar dengan pakaian sudah berganti. Sambil sedang menelfon.
"Udah kok, kamu istirahat aja " Radith hampir saja tersedak mendengar ucapan Dika dengan nada lembut itu. Ia melirik Khalif lagi. Cowok itu hanya tersenyum geli melihat tingkah Radith.
"Hm.. besok aku mau ke bandung. Ada kerjaan. " Dika duduk di sofa di dekat keduanya. Ia meneguk menuman nya masih belum menyadari tatapan Radith yang penasaran.
"....."
"Sehari doang kok, sekalian mau menentukan masa depan juga. Hahhaa. " Radith melongo mendengar tawa sahabat nya yang terlihat natural. Tidak di buat - buat sama sekali.
"..."
"Yaudah, bye. " Dika memutuskan sambungan telfon. Ia akan kembali meneguk air putih nya di dalam gelas saat tersadar kalau dua orang sedang menatap nya. "Kenapa ?" Tanya Dika dengan polos.
Radith dan Khalif dengan kompak menggeleng, dan memusat kan kembali perhatian mereka pada tivi.
Dika yang melihat itu cuma mengendikkan bahu. Ia juga ikut menonton.
"Loe lagi deket sama siapa, sih ?" Tanya Radith yang sama sekali tidak bisa menahan rasa penasaran nya.
Dika menoleh padanya. "Kinal "
"What ?"
***
"Apa ?" Ucap Jessica tidak percaya dengan jawaban Kinal, sahabat nya. "Loe serius ? Lagi deket sama Dika ?"
Kinal mengangguk lengkap dengan senyuman manis nya. "Sejak kapan ?" Tanya Jessica lagi masih belum percaya.
"Udah jalan sebulan ini sih " jawab Kinal dengan santai.
"Udah sebulan ini, tapi loe gak cerita sama sekali ? Ooo.. cukup tau aja. Gue.. "
"Bukan gitu Jess, gue... gue.. belum sempet aja " ujar Kinal tidak enak.
"Belum sempet.. ya ya ya.. gue percaya kok. Jadi itu yang ngebuat loe akhir - akhir ini senyum - senyum sendiri enggak jelas ?"
Mendadak muka Kinal memerah. "Apaan sih, enggak lah. "
Jessica mencibir jawaban salah tingkah Kinal. "Udah sejauh mana ?"
"Kita masih temenan aja kok "
"What ? Dia belum nembak loe ?" Kinal menggelengkan kepala nya tanpa beban.
"Masih terlalu cepat buat itu, Jess. Gue sendiri masih enggak yakin kalau gue suka sama dia. Gue memang nyaman sama Dika. Dia itu beda sama cowok - cowok yang selama ini ngedeketin gue. ..
Kadang Dika terlihat modus, tapi tulus. Modus nya itu enggak kelihatan. Dia kayak benar - benar ngelakuin itu dengan tulus "
"Emm.. gue enggak terlalu kenal Dika sih " ujar Jessica.
"Masa sih? Bukan nya Dika sama Radith.. "
"Iya sih " Jessica menyela. "Radith sama Dika itu sahabatan sejak kecil. Deket banget bahkan nih banyak yang nyangkain mereka homo saking mereka deket banget "
"Oo.. berarti udah dekat banget ya, " Jessica mengangguk setuju. "Tapi, loe gak tau Dika gimana ?"
"Nah itu.. gue pacaran sama Radith udah lama. Tapi, gue gak begitu deket sama Dika. Radith juga enggak pernah cerita - cerita soal Dika. "
"Kok gitu ?" Jessica hanya mengendikkan bahu nya santai. "Mungkin Radith ngelarang kali "
"Gak tau juga sih. Tapi, memang Dika sedikit jaga jarak sama gue "
"Dia takut kali. Kan banyak tuh yang kejadian suka nikung sahabat sendiri. Makanya Dika milih jalur aman. Atau mereka berdua punya janji apa, gitu. " ujar Kinal berspekulasi sendiri.
Dan setelah itu, Kinal malah kepikiran sendiri dengan obrolan itu.
Ingin menanyakan hal tersebut pada Dika. Tapi, ia sendiri masih ragu.
***
KINAL PoV
Seharian ini Dika tidak memberi kabar pada ku. Ya, wajar sih kami hanya dekat jadi tidak wajib juga ia memberi kabar setiap hari nya.
Tapi, biasanya ia selalu mengirim chat atau menelfon ku jika jam makan siang. Tapi, hari ini tidak.
Apa dia terlalu sibuk ya ?
Bisa jadi sih. Dika juga bilang kalau hari ini ia ke Bandung karena ada kerjaan yang harus ia tangani. Mungkin, ia belum sempat menyentuh hp nya.
Memang sudah sebulan ini aku dekat dengan Dika.
Awalnya sih biasa aja. Dika baik, perhatian dan juga sabar.
Dia kalem, ya. Tidak bawel kayak kebanyakkan cowok yang mendekati ku. Dan satu hal yang paling membuat ku semakin nyaman dan suka dengan nya.
Yaitu, saat aku berbicara atau bercerita, Dika selalu fokus pada cerita ku. Tidak pernah menyela atau pun sibuk dengan hal lain nya. Ia memberi perhatian penuh pada ku.
Cinta ?
Aku fikir aku belum sampai ketahap itu, dan mungkin Dika juga sama. Kami masih sebatas saling nyaman aja.
"Masih belum ada kabar ?" Tanya Jessica yang duduk di samping ku.
Aku menggelengkan kepala ku. Ini sudah pukul sembilan malam dan Dika belum juga mengabari ku.
Ku lirik hp ku yang ku letakkan di atas meja. Sedari tadi hanya teman kantor yang menotifkan hal yang tidak penting.
"Chat aja duluan "
"Udah, tapi gak di read, bahkan keterima aja enggak. Hp nya mati deh kayak nya " jawab ku.
Kembali aku menatap layar tivi di depan kami.
Hingga beberapa menit kemudian hp ku berdering. Aku langsung meraih nya.
Aku tidak pernah selega dan sesenang ini mendapatkan telfon dari seseorang. Apalagi dari cowok.
"Hallo, assalamualaikum " sapa ku dengan salam.
"Hallo, waalaikumsalam , kamu udah tidur ?"
"Belum, lagi nonton sama Jessica. Kenapa ?"
"Eemm.. aku mampir ke kosan kamu, boleh ?"
"Boleh, asal gak bawa diri doang "
"Enggak kok, aku bawa buah tangan " aku tertawa mendengarnya. Kemudian sambuangan telfon terputus.
"Dika mau ke sini " ujar ku pada Jessica.
"Oo.. kalau gitu gue pamit deh " ucap Jessica beranjak dari sofa.
"Gue cuma ngasih tau, Jess. Sensi banget sih "
"Dih, gue tau kok. Gue kan cuma ngasih ruang buat kalian berdua doang. " ujarnya. Aku hanya mendelik malas ketika melihat tatapan menggoda nya.
Aku baru saja akan berjalan menuju dapur setelah mengantar Jessica keluar, saat pintu kembali di ketuk dari luar. Membuat ku berbalik untuk membuka pintu.
"Hai, malam " sapa Dika lengkap dengan senyuman manis nya.
Aku hanya membalas senyum nya, lalu memberi ruang untuk ia masuk. "Aku gak datang cuma bawa diri kan ?" Ujarnya. Aku hanya tertawa pelan melihat nya menunjukkan satu kotak martabak manis dan satu martabak manis.
Aku mempersilahkan Dika duduk di sofa yang tadi aku dudukki bersama Jessica. Sedang kan aku pergi menuju dapur untuk mengambil minum untuk nya.
"Kamu baru balik dari bandung ?" Tanya ku sambil duduk di samping nya.
Dika mengangguk. Lalu ia tersenyum manis menatap ku dengan binar mata yang terlihat sangat senang. "Iya. "
"Kenapa ?" Tanya ku heran. Dika menggeleng masih dengan senyum nya.
"Seneng aja, kamu manggil aku kamu bukan loe. " ujarnya membuat nya terkesiap.
Aku tidak sadar sama sekali. Dan itu tadi keluar begitu saja.
"Lebih enak dengar nya, " ujarnya lagi masih dengan senyum nya.
Aku diam, ia seperti tau kalau aku mulai salah tingkah. Dika membuka dua kotak bawaan nya. Satu martabak manis satu lagi martabak telor tentu untuk sendiri.
Aku melihat Dika makan sambil menonton. Sedang kan aku makan dengan lahap. Martabak manis apalagi rasa keju adalah favorit ku banget.
"Kamu belum makan ya ?" Tanya Dika tiba - tiba. Aku menoleh sambil menguyah.
"Tadi udah makan nasi goreng sama Jessica. Kenapa? Kayak orang kelaparan ya ?" Dika tertawa mendengar nya. Ia mengangguk, aku tersentak saat tangan kanan nya mengusap ujung bibir ku.
"Aku senang, kamu makan lahap kayak gini. "
"Iya, tapi aku pantang makan berat kalau malam ini gara - gara kamu bawa martabak " ujar ku kesal tapi masih mengunyah.
Ku dengar Dika tertawa renyah. Ia menyuapkan sepotong martabak kedalam mulut nya.
Tapi, beberapa menit kemudian, kami sempat terjebak dalam keheningan. Hingga aku menghabiskan setengah martabak ku. Dan Dika menghabiskan semua potongan martabak telur nya.
Saat itu lah, Dika tampak menatap ku serius. Dan bahkan ia sempat menarik napas nya.
"Kenapa ?" Tanya ku heran.
"Nal, aku bukan tipe yang suka main - main sama satu hubungan. Aku ingin serius. Dan saat pertama kali aku mutusin buat ngedeketin kamu, aku mau serius. Bukan mau coba - coba.
Mungkin ini terlalu cepat, tapi aku tidak suka bertele - tele. Aku ingin terus terang sama kamu. Kalau aku mau kita serius. "
Ujarnya.
Aku diam memandangi nya. Tepatnya, masih mencoba untuk memahami maksud ucapan nya.
"Maksud kamu ?" Tanya ku.
Dika menghela napas berat nya. Membuat ku tau kalau bukan itu yang di nanti Dika.
Tapi, ia tersenyum manis dan tulus. Tangannya mengusap kepala ku dengan lembut.
"Udah malam, kalau gitu aku pamit ya " ujar nya padanya.
"Marah, ya ? Apa aku salah..."
"Enggak kok, udah malam banget. Gak enak sama yang lain. " ujar Dika. Aku menganggu dengan lemas.
Kemudian mengantar nya sampai pintu. Ia tidak mau aku antar hingga ke mobil nya. Katanya udah malam banget cuacanya dingin lagi.
"Aku pulang ya, kamu istirahat. " ujar nya lagi. Aku mengangguk. Belum pernah aku selemas ini membiarkan cowok pergi. Padahal jangan kan pergi. Cowok ke kosan ku aja tidak pernah aku izin kan.
"Besok pagi aku jemput ya, " ujarnya. Aku mengangguk, kini dengan senyum. Membuat Dika juga tersenyum sambil tangan nya mengusap puncak kepala ku.
"Assalammualaikum " pamit nya. Aku mengangguk.
"Walaikumsalam. Hati - hati. Kabarin kalau udah nyampe " ia mengangguk. Kemudian berbalik melangkah pergi. Aku menutup kembali pintu saat sosok Dika hilang di balik tangga.
Aku tersenyum sendiri kini, apalagai saat mengingat ucapan Dika tadi. Tapi, bodoh nya aku malah balik bertanya.
Huft...
Semoga Dika enggak berubah fikiran.
***