Empat Puluh Dua

1042 Kata
*Author Pov* "Juna!" panggil Sania begitu melihat Juna sedang berdiri mengantri makanan di kantin sekolah. Juna yang merasa namanya di panggil langsung menoleh ke arah sumber suara, ia melambaikan tangannya pada wanita yang sedang berjalan menghampiri nya itu. "Ngapain lo lari-lari gitu?" tanya Juna terkekeh geli. Wajah Sania memerah, ia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga untuk mengurangi rasa gugupnya. "Hehehe, gw cuma takut kalau waktu istirahat keburu habis." jawabnya asal. "Lo mau pesen baso juga? biar sekalian gw pesenin." Sania mengangguk dengan cepat, sebenarnya sebelum ia melihat Juna di kantin sejak dari kelas gadis itu ingin memesan siomay yang terkenal lezat di kantin sekolah nya. Tapi ia mengurungkan niatnya dan beralih memesan baso agar bisa sama dengan Juna. "Lo tunggu aja dulu sama Haikal noh di bangku, nanti gw bawain sekalian." ucap Juna namun Sania menolaknya ramah. "Gw tunggu bareng lo aja di sini, biar lo juga gak repot bawanya." "Kalau lo mau begitu ya gak masalah. Oh iya lo sekelas bareng Riri kan?" Deg! "Umm.. iya, kenapa?" tanya gadis itu. Entah kenapa ada perasaan tidak suka saat Juna menanyakan Riri padanya. "Kalau lo nanti balik ke kelas tolong sampein ya untuk latihan hari ini langsung ke tempat latihan nya Pak Alvan. Rio udah chat sih di grup WA tapi Riri belum baca pesan itu kayaknya, jadi mau gw pastiin aja." Dengan senyum terpaksa, Sania menganggukkan kepalanya mengiyakan permintaan tolong Juna. "Oke, nanti gw sampein sama Riri. Hari ini emang kelas kita lagi ada kerja kelompok di pelajaran seni budaya. Gw sama Riri satu kelompok dan emang tadi lagi sibuk banget." jawabnya. "Ngomong-ngomong klub sepak takraw bakal latihan tanding lagi ya? kali ini sama klub mana?" tanya Sania. "Iya, kali ini klub gw bakal latihan tanding sama klub dari SMA Pelita Jaya, klub Elang." "Woow. Bukannya klub itu cukup terkenal ya? gw yang gak terlalu tahu sepak takraw aja kenal mereka. Salah satu klub yang terkenal setelah Bulan Biru." ucap Sania. "Keren lo. Gw aja baru tahu klub itu, mungkin karena gw benar-benar awam banget ya di olahraga ini." kata Juna sambil terkekeh geli. Wajah Sania kembali memerah saat melihat Juna tertawa seperti itu, d**a nya kembali berdetak kencang melihat Juna. Haaaa! rasanya gw mau peluk Juna! "Lo tau gak anak-anak di kelas lagi ada gosip kalau Genta lagi pdkt sama Riri." ujar Sania. Gadis itu menggengam roknya erat saat melihat ekpresi kaget Juna, entah kenapa rasanya ada sedikit retakan di hatinya. Lo gak naksir Riri kan Jun? gumam Sania dengan suara yang hanya bisa di di dengar oleh telinga nya. "Oh ya? gw gak tahu kalau ada gosip itu. Selama ini mereka deket kaya biasa aja sih, gak sampai yang gimana-gimana. Lo kan tahu sendiri Rio ada di sana, kalau Genta macem-macem pasti udah di amuk duluan sama Rio." ucap Juna menjelaskan. Sania menundukkan wajahnya, sampai segitu nya lo ngejelasin itu semua ke gw. "San? lo gak apa-apa?" tanya Juna yang khawatir melihat Sania tiba-tiba terdiam seperti itu. Gadis itu kembali mendengak dan menatap Juna sambil tersenyum lalu ia menggelengkan kepalanya. "Gw gak apa-apa kok, tadi gw cuma ngecek kalau uang gw ketinggalan apa gak hehehe." kilahnya. "Gw kira kenapa." Tidak lama Juna memesan tiga mangkok bakso untuk dirinya juga Haikal dan Sania. Begitu pesanan mereka jadi, Juna dan Sania segera mencari Haikal yang sudah duduk lebih dulu. Cukup lama mereka memutari kantin hingga akhirnya menemukan teman Juna duduk di bangku panjang dekat perbatasan ke arah taman. "Woi monyet, gw nyariin lo ternyata duduknya di mari." "Lah? kan gw udah chat lo kalau gw pindah tempat duduk biar adem." kilah Haikal tanpa rasa bersalah. "Ya mana gw ngecek njir, tangan gw penuh gini." sungut Juna sambil menaruh nampan berisi dua mangkok bakso miliknya juga Haikal. Sedangkan Haikal sudah memesan minuman untuk mereka berdua sejak tadi. "Lo temannya Riri kan?" tanya Haikal saat melihat Sania berdiri di belakang Juna dengan nampan berisi mangkok bakso juga segelas minuman miliknya. Sania mengangguk canggung pada Haikal, selama ini mereka hanya sering bertemu tapi belum pernah mengobrol. "Iya, gw Sania. Gw boleh gabung duduk kan?" tanya gadis itu. "Boleh, duduk aja. Lagian ini bangku umum punya kantin bukan punya gw." Sania tertawa canggung lalu duduk di depan Juna. "Oh iya, gw Haikal. Temen sekelas nya Juna." "Gw tahu. Lo anak klub basket kan? calon Ace baru mereka." Haikal mengangkat satu alisnya, "Lo tau darimana? lo punya kenalan anak basket? soalnya cuma mereka yang tahu kalau gw calon Ace." Gadis itu mengangguk kan kepalanya sembari menuangkan saus juga sambal pada baksonya. "Lo kenal Bima kan? dia sepupu gw." Haikal mengangguk mengerti, "Ohh, jadi lo sepupu dari wakil kapten gw. Baru tahu gw." "Itu karena Bima sama gw gak terlalu banyak ngobrol di sekolah. Tapi bukan berarti gw sama dia gak dekat loh." jawab Sania sambil tertawa. "Gw ngerti." Mereka bertiga mengobrol sambil sesekali tertawa karena beberapa jokes yang di lempar Haikal. Setelah menghabiskan semua bakso di mangkok mereka, mereka bertiga pun kembali ke kelas mereka masing-masing. "San, jangan lupa tolong sampein yang tadi ke Riri ya. Kasian dia kalau gak dapet pesan itu." Sania yang tadi sudah melupakan perasaan tidak enaknya, seakan kembali di siram oleh perasaan yang tidak enak itu. Tapi ia tidak ingin mengecewakan Juna, jadi Sania mengangguk kecil sebagai jawaban dari permintaan Juna. Gadis itu memasuki kelasnya yang sudah cukup ramai karena sebentar lagi jam istirahat akan selesai. Ia berjalan menuju bangkunya dimana Riri dan Febi sedang mengobrol sembari memakan cemilan bersama. Riri melambaikan tangannya semangat saat melihat Sania berjalan mendekati nya. "Makannya udah selesai besti?" tanya Riri sambil tertawa. "Sudah dong besti. Lagi pada ngobrolin apa?" "Ini si Febi, abis nekat minta nomor nya Pak Hikam." "Serius Feb? gila lo. Guru magang lo pepet." Febi menjulur kan lidahnya keki, "Biarin, yang penting ganteng." jawabnya sambil tertawa. Sania melihat ke arah Riri, ia ingin sekali menyampaikan pesan Juna pada temannya itu atau paling tidak menyuruh wanita itu untuk mengecek grup di pesan WA nya tetapi entah kenapa mulutnya tidak bisa berkata apapun pada Riri. Ia tidak ingin membuat Riri kecewa karena gadis itu adalah teman pertama nya di sekolah tetapi rasa cemburu nya membuat nya tidak karuan. "Kenapa lo ngeliat gw gitu? naksir lo?" tanya Riri sambil tertawa begitu mendapati Sania yang sedang menatapnya. "Dih najis." jawabnya ikut tertawa bersama. Maaf ya Ri.... *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN