*Author Pov*
Setelah jam pelajaran berakhir, Juna dan Radi segera menuju tempat latihan di dekat rumah Pak Alvan, sedangkan Rio dan Haqi menyusul begitu kelas mereka selesai.
Begitu sampai di lapangan, Pak Alvan sudah menunggu sembari membuat batas di tanah.
"Kayaknya kita bakal latihan per tim lagi deh." kata Radi saat mereka memarkirkan motor.
"Kayaknya."
Juna dan Radi segera menghampiri Pak Alvan, karena baru mereka berdua yang datang, pelatih mereka menyuruh kedua laki-laki remaja itu untuk pemanasan lebih dahulu menunggu anggota yang lain datang.
Mereka berdua mulai melakukan pemanasan lalu di akhiri dengan lari mengitari lapangan sepuluh kali. Untungnya lapangan di sini tidak sebesar lapangan Indoor sekolah mereka.
"Dua hari lagi kita akan latihan tanding dengan klub Elang, ku harap kalian juga bermain sebaik mungkin seperti saat melawan White Lily." ucap Pak Alvan begitu kedua pemuda itu menyelesaikan lari mereka.
Radi dan Juna melakukan latihan kecil saling menendang bola setelah beristirahat sebentar. Tidak lama berselang, Rio dan Haqi pun datang dengan motor mereka masing-masing.
"Loh? Genta sama Riri belum dateng?" tanya Rio begitu menghampiri Juna dan Radi.
"Bentar lagi juga dateng mungkin."
"Lo udah bilang ke Riri kan, Jun?" tanya Rio lagi.
Juna mengangguk kecil, "Udah kok, udah gw chat sama minta tolong ke Sania untuk nyampein kalau kita latihan di sini hari ini. Lagian Riri juga kan sekelas sama Genta, pasti mereka bareng sih." jawab Juna.
"Lo bener." balasnya. Kemudian Rio dan Haqi pun memulai pemanasan mereka seperti yang dilakukan Juna sebelumnya.
*
Riri membereskan buku-bukunya dengan cepat begitu pelajaran terakhir mereka selesai. Karena hari ini ada presentasi kelas akhirnya membuat kelas mereka pulang lebih lama daripada kelas yang lain.
"Ri, sori ya gw duluan. Ada urusan nih!" ucap Sania sambil melambaikan tangannya pada Riri dan pergi dari sana secepat kilat.
"Kenapa tuh anak?" tanya Febi.
Riri hanya mengangkat bahunya tidak tahu. Selesai membereskan buku juga proposal presentasi miliknya, ia segera bergegas menuju ruangan klub.
"Heh, mau kemana lo, Ri?" tanya Genta saat melihat Riri berjalan dengan cepat ke arah yang berbeda dengan nya.
"Kemana apanya? kan ketempat latihan. Lo gimana sih."
"Lah. Kan hari ini latihan nya di pindah ke lapangan dekat rumah nya Pak Alvan. Lo gak baca grup w******p ya?"
"Masa sih?"
Riri pun mengecek ponsel nya yang sejak istirahat tadi ia taruh di tas. Ia mendengus kecil saat melihat pesan yang menumpuk di w******p nya.
Pesan dari grup juga, Juna dan Rio sejak beberapa jam lalu.
"Untung lo ingetin. Gw nebeng motor lo ya?"
Genta nyengir lebar dan mengangguk cepat.
"Of Course!"
Genta dan Riri segera menyusul ke lapangan, mereka yakin jika semuanya sudah berkumpul karena saat kelas mereka bubar, beberapa kelas sudah kosong.
Di sepanjang perjalanan, entah sudah berapa kali Riri misuh-misuh pada Genta karena mengemudikan motornya cukup ngebut dan beberapa kali hampir menerobos lampu merah.
Akhirnya setelah lima belas menit mereka tiba di lapangan yang di maksud.
"Lain kali gw gak mau nebeng lo lagi! gila jantung gw rasanya mau copot." misuh Riri meninggalkan Genta.
"Nah, tuh mereka dateng." kata Radi begitu melihat kedatangan Genta dan Riri.
"Kenapa lo manyun gitu?" tanya Juna saat Riri sudah menghampiri anggota yang lain yang sedang istirahat.
"Tuh si Genta, naik motor kayak ngajak uji nyali. Untung jantung gw gak kenapa-napa." jawabnya membuat para pemuda itu terkekeh. Juna dan Radi sangat tahu jika Genta memang sangat suka mengemudi kan motornya bisa sangat cepat.
Baik Juna dan Radi juga pernah merasakan hampir menantang maut seperti itu. Juna pernah protes kalau Genta terlalu melajukan motor nya terlalu cepat, tetapi pemuda itu bilang, kalau jalannya pelan itu bukan motor namanya. Sejak itu Juna bertekad jika bukan karena terlalu mendesak, ia tidak akan pernah mau nebeng bareng Genta lagi, yang langsung di amini oleh Radi juga.
"Tapi kan kalau bukan kerena gw yang ingetin lo pasti cuma bisa cengok ngeliat kita gak ada di lapangan sekolah."
Juna mengerutkan keningnya, "Lo nyari kita di lapangan sekolah?"
"Hampir, pas gw mau ke sana, Genta nyegat gw duluan." jawab Riri yang mulai mengucir rambutnya agar tidak mengganggu saat melakukan pekerjaannya sebagai manajer klub.
"Makanya chat grup tuh sesekali di liat neng." ucap Rio.
"Bentar, lo gak di kasih tau sama Sania kalau tempat latihan kita hari ini pindah ke sini?" tanya Juna tidak mengerti.
"Hah? kenapa harus Sania yang ngasih tahu gw?" tanya Riri.
"Waktu istirahat tadi gw ketemu Sania di kantin. Karena waktu itu lo belum juga baca pesan di grup, gw bilang ke dia untuk sampein pesen ke lo untuk cek pesan di HP lo sekalian titip pesan ke lo tentang ini."
Riri tidak percaya dengan apa yang di katakan Juna karena Sania sama sekali tidak menyampaikan apapun padanya. Ia bahkan tidak memberitahu jika bertemu Juna.
Sebenarnya ia juga tidak terlalu peduli jika gadis itu bertemu dengan Juna dimana pun tapi Riri tidak menyangka jika Riri tidak mengakatan pesan yang di maksud Juna.
"Mungkin lo salah kali Jun." kata Riri mencoba berpikir se positif mungkin terhadap temannya.
"Kalau lo gak percaya, lo bisa tanya juga ke Haikal, ada dia juga kok." jawab Juna serius. Pemuda itu paling tidak suka dengan sifat yang seperti itu.
"Atau mungkin Sania juga lupa."
"Gw bahkan jalan bareng ke kelas, dan di depan kelasnya gw nitip pesan itu lagi." jawab Juna mulai kesal.
"Udah, udah. Hal itu bisa diselesaikan nanti. Gw yakin ini paling cuma salah paham kok." kata Rio menengahi saat melihat Juna yang mulai kesal dan Riri yang tidak tahu harus bagaimana.
"Rio benar. Juna, jangan sampai masalah ini bikin lo jadi kurang fokus latihan hari ini. Lo bisa selesaikan masalah lo besok."
Radi menepuk-nepuk pundak Juna agar teman nya itu sedikit lebih tenang. Pemuda itu menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya kencang hingga akhirnya mengangguk setuju.
Saat anggota tim kembali berlatih di lapangan, Riri masih berdiam diri di bangku panjang itu. Ia tidak tahu harus menanggapi seperti apa.
Kenapa Sania tidak menyampaikan pesan jtu padanya setelah ia kembali dari kantin? Kalau yang Juna katakan tadi, rasanya tidak mungkin jika Sania lupa untuk menyampaikan pesan dari Juna.
Ia tahu jika Sania menyukai Juna tapi kenapa harus sampai seperti ini padanya?
Riri menggelengkan kepalanya, ia tidak boleh membiarkan masalah ini semakin berlarut-larut. Ia harus segera menyelesaikan hal ini agar tidak menjadi kesalahpahaman yang lebih parah lagi nantinya.
Gadis itu kembali membuka ponsel nya, ia mengetik dengan cepat pesan yang akan ia kirimkan pada Sania.
"Pokoknya lo harus ngejelasin ini semua sejelas-jelasnya, San!" gumam Riri.
**