Sembilan

1203 Kata
Aku berjalan menuju kelas yang sudah ramai, walaupun masih ada waktu dua puluh menit untuk bel pertama berbunyi, anak-anak di kelas ku ini memang hobi datang lebih awal. Begitu memasuki ruangan, suara gaduh para penghuni kelas langsung terasa berisik di telinga tetapi entah kenapa aku tidak pernah merasa terganggu dengan suasana ini. "Jun, lu udah ngerjain PR mtk?" tanya Dono yang duduk di samping meja ku. "Udah dong, gini-gini gue rajin ngerjain PR. Mana si kupret Haikal?" tanya ku sambil duduk di bangku ku yang kosong. Tumben masih kosong nih bangku, biasanya tuh anak udah berantakin meja sama cemilan nya. "Gue nyontek dong, gue baru ngerjain separoh. Kalau Haikal tadi di panggil sama kating yang sering datengin lu." jawab Dono. Aku mengerutkan kening ku. "Ngapain tuh anak di panggil Rio?" tanya ku sambil menyerahkan buku tugas ku pada Dono. "Gak tahu. Lo coba aja chat anaknya." jawabnya. Aku pun mengeluarkan ponsel ku untuk mengirim pesan pada teman semata wayang ku itu. Junaaaaa : Lu lagi sama Rio? Hai_kal : Y Kampret nih anak satu, jawabnya kaya anak perempuan yang lagi PMS cuma satu huruf. Ngomong-ngomong tumben kakak kelasnya itu lebih memanggil Haikal? apa mungkin karena tadi aku belum datang ya? Aku mengedikkan bahu ku tidak peduli. Aku kembali memasukan ponselku ke dalam saku celana setelah nada dering nya ku matikan agar tidak mengganggu saat pelajaran nanti. Enaknya sekolah ku ini adalah kami para siswa di perbolehkan membawa ponsel hanya saja ponsel itu harus dalam keadaan dering off agar tidak mengganggu. Aku mengambil buku paket Sains dari tas ku dan membaca sedikit penjelasan materi kemarin, kalau tidak salah Bu Titi selalu mengadakan ujian dadakan setiap kami menyelesaikan satu bab, karena kemarin bab terakhir sepertinya hari ini akan ada ulangan dadakan yang akan di berikan. Baru saja aku mulai fokus dengan bacaan ku, aku merasakan ponsel ku bergetar. Langsung saja aku mengambilnya dan melihat siapa yang menelpon ku di saat jam masuk sebentar lagi berbunyi. Aku menghela nafas saat nama Rio terpampang di layar ponsel ku. "Ya?" jawab ku sedikit ketus padanya. "Jam istirahat nanti ke gedung barat, aku sudah menyiapkan buku latihan untuk mu juga teman mu itu." "Kalau hanya untuk memberitahu hal itu kenapa harus menelpon gue? lu kan bisa ngasih tahu Haikal yang lagi sama lo." "Oh benar juga. Ya sudah." Aku mengernyit kan dahi ku tidak mengerti dengan tingkah Rio. Setelah mematikan telpon aku memasukan ponsel ku ke dalam saku. Sepuluh menit kemudian Haikal datang dan berjalan menuju bangkunya yang bersebelahan dengan ku. "Tadi kak Rio bilang, istirahat nanti lu di suruh ke gedung barat." ucap Haikal begitu pemuda itu sudah duduk di bangkunya. "Iye gue tau, tadi si Rio telpon gue." "Gak jelas emang satu kating itu." ucap Haikal datang yang langsung ku amini. "Nih Jun, tengkyu contekannya." kata Dono sambil menyerahkan buku tugas ku Kembali. "Emang ada PR ya?" tanya Haikal pada ku dan Dono. "Yoi men, lu udah ngerjain kan? pelajaran kedua loh men. Lu tau sendiri Pak Samsul kalau kita gak ngerjain barang sekali pun tugas dari beliau. Beeuuh nilai kita langsung merah!" Haikal melirik ku lalu menatap ku tanpa berkata-kata. Aku menghembuskan napas ku maklum. Yah sebagai teman yang baik aku sangat tahu apa yang sedang di lakukan Haikal dengan menatap ku seperti ini. Aku menyerahkan buku tugas ku padanya, "Nih, lu kalau mau ikutan nyontek mending langsung lu salin sekarang." * Sesuai dengan dugaan ku kalau Bu Titi mengadakan ulangan mendadak. Walaupun aku sudah mempelajari materi yang sebelumnya tetap saja soal yang di berikan oleh beliau sangat-sangat menguras otak. Sekarang aku dan Haikal sedang dalam posisi yang sama yaitu kami menaruh kepala kami di atas meja, mungkin kalau di kartun-kartun kepala kami saat ini sedang mengeluarkan asap. "Sumpah gue enek sama soal cuma 5 tapi anaknya se RT!" keluh ku. Teeeeet! teettttt! bel tanda pelajaran jam pertama berakhir terdengar, dan menunggu Pak Samsul masuk untuk melanjutkan pelajaran mtk. Untung saja sebelum Bu Titi memberikan ujian mendadak, Haikal sudah selesai menyalin tugas dari buku ku. Dua puluh menit berlalu Pak Samsul tidak juga datang, alhasil ketua kelas kami yaitu Lara langsung bangun dari duduknya untuk mendatangi ruang guru. Ini sudah menjadi peraturan di sekolah kami, jika dalam waktu dua puluh menit guru yang mengajar tidak juga datang dan tidak ada guru pengganti yang datang, maka ketua kelas wajib mendatangi ruang guru untuk meminta tugas agar tidak menjadi jam kosong yang sia-sia. Begitu Lara keluar kelas untuk mendatangi ruang guru, anak-anak yang lain langsung ribut. Ada yang mengobrol, bergosip, bahkan bermain gitar sambil bernyanyi. Aku dan Haikal? tentu saja menikmati cemilan snack yang selalu di bawa oleh teman baik ku ini. Percaya atau tidak, Haikal selalu membawa berbagai macam snack di tasnya, mulai dari permen hingga ciki bahkan terkadang roti. Aku juga Haikal menikmati ciki kentang yang sudah di buka dan di gelar di atas meja sambil mengobrol sembari menunggu ketua kelas kami kembali dengan membawa seabrek tugas. "Lu kapan mulai latihan sepak takraw?" tanya Haikal sambil mengunyah ciki nya. "Kayanya mulai hari ini bakal latihan mengingat si Rio itu mau ikut pertandingan sepak takraw antar sekolah." jawab ku kesal. Tentu saja aku masih kesal dengan sikap semaunya Rio itu. "Terus tadi ngapain lu di panggil Rio?" kali ini aku yang bertanya. "Bukan di panggil Rio sih sebenarnya tapi Kak Haqi. Temannya kak Haqi satu klub sama gue, dan ngasih tau kalau temennya itu gak bisa ikut latihan beberapa hari karena ada urusan keluarga. Kebetulan aja ada Rio di sana. Lu tau sendiri di mana ada Rio di situ ada Kak Haqi." jelas Haikal panjang lebar. "Terus lu sendiri gimana masalah padepokan?" tanya Haikal sambil menyeruput teh kotak miliknya. Buset dah nih anak apa aja ada di tasnya. Jangan-jangan di tasnya juga ada beras sama telor? "Gue udah bilang sama bonyok gue sih kalau mungkin masalah padepokan bakal gue serahin ke mas Satria untuk kepengurusannya. Bokap gue sih udah setuju, paling nanti gue sama bokap gue bakal ngadain rapat secepatnya di padepokan." jawab gue lugas. "Mas Satria itu yang naksir kakak lu kan?" Aku mengangguk, "Iya, yang kalau udah gombal cringe abis itu. Duh kenapa sih yang deket sama mbak gue bentukannya gak ada yang jelas." sungut ku kesal. Mbak ku itu bisa di bilang sangat manis, walaupun cerewet tetapi selalu baik pada siapapun, tidak memandang bulu untuk berteman atau pun dekat dengan siapapun. Makanya banyak pria yang mendekati mbak ku, tapi semuanya sama. Sama-sama cuma tukang gombal. Padahal mbak ku ini paling gak suka hal seperti itu, tapi tetap saja semua yang mendekat tidak berubah. Mungkin karena wajah mbak Ina ini kalau diam terlihat ramah, lugu nan polos. Makanya banyak yang salah mengira, yang bertahan sampai sekarang hanya mas Satria walaupun selalu di acuhkan oleh mbak ku. "Kakak lo cantik sih." kata Haikal yang membuatku menoleh padanya galak. "Awas lu ya kalau naksir kakak gue." "Lah emang kenapa? kalau ternyata kakak lo suka gue gimana?" "Dih pede amat lo." jawab ku sambil mendengus. "Cinta itu tidak memandang usia." "Preet lah." "Ya tapi kakak lo bukan tipe gue sih." "Yakin banget lo kalau kakak gue naksir lo." "Yoi, gue kan ganteng." Aku menatap Haikal dengan geli, lalu menempelkan tangan ku di dahinya. "Lo sakit?" tanya ku dan langsung mendapat geplakan tangan Haikal yang membuat ku tertawa. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN