Bel tanda waktu belajar selesai pun berbunyi nyaring, membuat para siswa bersorak. Begitu pun Riri, ia langsung membereskan buku-buku yang berserakan di atas mejanya, di masukkannya kembali kedalam tas ranselnya.
Febi menepuk pundak Riri pelan, "Ri, hari ini lo ada jadwal latihan?"
Riri menatap temannya itu lalu menggeleng, "Rio bilang kita baru mulai latihan lagu lusa, sekarang masih di liburin."
Febi menggandeng lengan Riri, "Kalau gitu berarti lo kosong kan? Kita makan baso mang Ujang yuu, terus kita bisa jalan-jalan dulu di mall bentaran. Ya? Ya? Yaaa??" Rengek Febi.
Sejak Riri dan Sania saling mendiamkan satu sama lain, Febi memutuskan untuk bermain secara bergiliran dengan mereka sembari menasehati secara perlahan untuk segera berbaikan. Bagaimanapun caranya Febi ingin mereka bertiga kembali akrab seperti sebelumnya.
"Iyaaa, iyaaa."
"Asiikk."
Mereka berdua pun berjalan beriringan dari kelas mereka. Di sepanjang lorong sekolah mereka, ramai murid-murid lain berlalu lalang. Baik yang sendiri ataupun mengobrol sambil bergerombol.
Ada yang menuju tempat ekskulnya juga ada yang langsung pulang atau ketempat tongkrongan mereka.
Atau sama seperti Riri dan Febi yang memutuskan untuk mampir sejenak mengisi perut di warung mang Ujang, warung langganan para murid.
Setelah memesan baso untuk mereka berdua, Riri berjalan kembali menuju tempat duduk mereka.
Riri menolehkan wajahnya saat pundaknya di tepuk oleh seseorang.
"Hai." Sapa Juna dengan senyuman lebarnya.
"Oh, elo. Gw pikir siapa."
Juna tersenyum pada gadis itu, "Lo sendiri?"
Riri menggeleng, mengakibatkan rambutnya yang sengaja ia kucir bergoyang kecil.
"Enggak, gw bareng temen. Noh, di sono."
Riri melihat kebelakang Juna, "Lo sendiri?"
Juna mengangguk kecil, "Tadinya gw mau makan bareng Haikal tapi ternyata dia ada latihan dadakan hari ini. Jadi mungkin dia nyusul."
Riri mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kalau gitu mau gabung sama gw?"
Juna mengangguk santai, "Kalau lo gak keberatan gw gabung."
"Apa sih, ya boleh lah." Ucapnya sambil tertawa
Riri membalikan badannya dan kembali berjalan ke meja tempat Febi sudah menunggu.
Mereka pun jalan bersama setelah Juna memesan basonya.
"Loh, ada lo Jun." Sapa Febi begitu melihat temannya datang bersama Juna.
"Hai, sori ya gw ikut gabung."
"Santai aja kali." Jawab Febi sambil mengibaskan tangannya
*
"Gilaaaa. Gw kenyang banget." Febi menepuk-nepuk perutnya pelan.
"Bangeet. Sini duit kalian, kita bayar dulu." Riri menadahkan tangannya di hadapan kedua temannya.
Langit menaruh gelasnya, dan mengambil dompet dari dalam tasnya dan menyerahkan uang senilai seratus ribu rupiah pada Riri.
"Nih, Gw yang traktir kalian berdua hari ini."
"Eh? Enggak usah, Jun! Kita biasa bayar sendiri-sendiri kok." Tolak Riri halus.
Juna tersenyum, "Enggak apa-apa. Anggep aja sebagai rasa terima kasih udah di ijinin gabung makan siang bareng."
Riri menatap Febi lalu kembali menatap Juna.
"Yakin?" Tanya Riri memastikan. M
Juna mengangguk mantap.
"Ok. Thanks."
Setelah membayar makanan mereka, Riri dan Febi memutuskan untuk langsung pergi dari warung bakso itu.
"Kalian langsung balik?" Tanya Juna pada para gadis di depannya.
Riri menggeleng, "Kita mau jalan-jalan bentar."
Juna mengangguk paham, "Ok. Kalau gitu gw balik duluan."
"Ok, sekali lagi makasih traktirannya." Kata Riri sambil tersenyum.
"Santai. Btw, Radi bilang kalau besok dia mau traktir anak-anak. Gw gak tau kalau dia udah chat di grup apa belum, tapi tadi pas di kelas dia udah bilang ke gw.
"Dalam rangka angka apa?" Tanya Riri.
Juna mengedikan bahunya, "Kurang tahu gw, dia cuma bilang gitu ke gw."
"Hmmm... Ya udah ntar lo kabari aja ke gw kapan pastinya."
Juna mengangguk, lalu mereka pun saling berpamitan.
*
Juna memarkirkan motornya di halaman rumah. Di bukanya helm dari kepala lalu berjalan masuk sembari menenteng helm kesayangannya tersebut.
"Juna pulaaang. Yuhuuu!" Sapanya saat memasuki rumah tercinta.
Sang Ibu menemui anaknya sambil berkaca pinggang, "Yuhhuu gundul mu! Kalau pulang itu salam, bukan yuhuu!"
Juna mendekati ibunya sambil cengengesan dan mencium pipi sayang perempuan hebat di hadapannya itu.
"Maaf, maaf. Assalamualaikum mamah Juna yang paling cantik dan menawan serta baik hati, rajin menabung dan tidak sombong."
Mamah tersenyum lembut, "Gimana sekolah kamu?"
Juna mengangguk mantap, "Baik doong. Juna ganti baju dulu ya, Mah."
Mamah mengangguk sambil menepuk pelan punggung putra sematawayangnya itu.
Juna menaiki tangga sambil bersiul senang. Begitu memasuki kamar, Juna melempar tasnya ke kasur.
Berjalan ke arah lemarinya dan menanggalkan seragamnya untuk ia ganti dengan kaos polos.
Ia mengambil ponselnya sembari merebahkan dirinya di kasurnya yang empuk dan nyaman itu lalu membuka aplikasi pesan dan mencari nama Sania.
Ia mengetuk-ngetukan dagunya dengan ujung ponsel miliknya.
Menimbang-nimbang apakah ia harus menge-chat Sania saat ini juga?
Melihat Riri yang tadi hanya pergi berdua tanpa Sania.
Sepertinya Sania dan Riri masih saling mendiamkan satu sama lain, dan ia merasa tidak enak karenanya.
Juna melihat layar ponselnya, masih pukul 3 sore. Mereka belum lama pulang dari sekolah.
Dan kalau tidak salah ingat, Haikal bilang klub voli putri sedang tidak ada latihan hari ini. Itu berarti ada kemungkinan Sania sedang berada di rumah.
Juna mendesah pelan, di tutupnya aplikasi pesan tersebut dan melempar pelan ponselnya ke samping.
Juna memutuskan untuk tidak memberi pesan pada Sania saat ini. Ia akan melihat dulu beberapa hari lagi, jika Sania dan Riri masih saling berdiam diri, ia akan meminta maaf pada Sania. Juna tidak mau masalah kemarin membuat pertemanan Sania dan Riri menjadi renggang.
Selama ini ia memang mengharapkan untuk bisa dekat dengan seseorang dan merasakan yang namanya pacaran, ia juga bukannya tidak sadar jika Sania sedang berusaha mendekatinya.
Saat Juna sedang asik melamun, ia di kagetkan dengan pintu yang di buka dengan keras.
"Yoo! Teman kuu!"
Juna berdecak, ia dengan malas menutup wajahnya di bawah bantal, "Apa sih, Gen! Ganggu orang aja!" Gerutu Juna.
Sejak kenal Genta mereka memang langsung akrab sama seperti Haikal. Jika mereka bertiga berkumpul, ramai sudah dengan segala ocehan dari Genta juga Haikal.
Genta duduk di kursi empuk Juna, kursi yang sepaket dengan meja belajarnya.
"Lo tadi abis darimana? Gw nyariin lo di kelas tapi kata temen sekelas lo, lo udah balik. Padahal gw mau ngajak lo main PS.
Genta kembali membaringkan kepalanya di atas bantal, "Begitu kelas bubar, gw langsung cari makan di depan sekolah. Lo ngapain sore-sore udah ke sini aja? Mana masih pakai seragam lagi."
Bintang cengengesan sambil menepuk perutnya, "Numpang makan lah. Lo sih makan gak ngajak-ngajak."
"Dasar tukang numpang."
"Bawel lo."
Genta menghidupkan lapotop Juna yang ada di hadapannya.
Sebuah benda kecil mendarat sempurna di kepala Genta.
"Heh, Monyet! Lo ngapain nyalain laptop gw?"
"Nyari Bokep."
"Anjir!"
Juna memandang langit-langit kamarnya, di ambilnya lagi ponsel miliknya dan membuka kontak Sania.
Juna kembali mendesah pelan.
Mungkin lain kali, bisa gawat kalau Sania dan Riri tambah berantem....
"Kenapa lo?" Tanya Genta saat melihat Juna hanya memandangi ponselnya dengan wajah di tekuk.
"Sania sana Riri masih diem-dieman kayaknya, gw gak enak kalau mereka masih berantem gini."
"Kenapa jadi lo yang gak enak? Kan yang salah si Sania."
"Tapi kan tetep aja masalah nya dari gw." Bantah Juna.
Lagi Juna hanya bisa menghembuskan napas panjangnya.
*