Arshan menatap wajah Sanvi yang tengah termenung. Pagi itu cahaya matahari masuk melalui jendela, menyorot lembut pada senyum tipis yang tersungging di bibir wanita itu. Sanvi tampak ragu sesaat, namun ketika Arshan menyebutkan “kebun teh,” matanya sedikit berbinar. “Kebun teh?” ulang Sanvi, seolah ingin memastikan. “Ya,” jawab Arshan sambil tersenyum. “Di sana udaranya segar, pemandangannya indah, dan kamu bisa merasakan langit seolah dekat sekali di atas kepala kita. Tempat itu selalu membuatku tenang.” Sanvi mengangguk pelan, senyumnya melebar. “Itu terdengar indah. Aku rasa, ya… aku mau ke sana.” Arshan lega mendengarnya. Ia tahu, Sanvi butuh sesuatu yang bisa melepaskan sedikit beban dari hatinya, sesuatu yang membuatnya bernapas lebih lapang. Ia meraih tas kecil Sanvi yang sudah

