“Sanvi!” Suara Arshan menggema, penuh amarah sekaligus kepedihan. Namun langkah Sanvi tak berhenti, tubuhnya gemetar menahan luka batin, lalu menghilang di balik pintu kamarnya. Arshan berdiri tegak di ruang tengah, matanya menyala penuh bara. “Mila,” ucapnya lantang sambil menatap lurus, “kau saudara tiri, tapi selalu saja kau injak Sanvi, menempatkannya di sudut seakan-akan dia tak pantas ada di rumah ini.” Suaranya menggema, menusuk keheningan yang mencekam. Kemudian ia beralih menatap Haris, dengan nada getir bercampur keberanian. “Ayah…sebagai menantumu, aku terpaksa berkata. Kau buta! Kau menyia-nyiakan darah dagingmu sendiri, anak kandungmu, demi membela anak tiri murahan yang hanya tahu menyalakan api pertengkaran!” Wajah Haris menegang, Mila terperangah. Teguran itu seperti pet

