Arshan menggenggam erat setir mobil, wajahnya tegang, matanya menatap lurus ke depan tanpa benar-benar melihat jalan. Nafasnya sedikit memburu, menandakan betapa besar tekanan yang ia rasakan saat ini. Sanvi yang duduk di sampingnya sempat melirik, lalu memberanikan diri bertanya dengan nada lembut, “Kenapa wajah kamu tampak tegang?” Arshan tersentak kecil, lalu berusaha tersenyum meski jelas terlihat kaku. “Aku dapat kabar dari temanku dokter. Katanya, dia tahu di mana tempat praktik Dokter Rendra Wijaya.” Suaranya bergetar pelan, ada campuran marah, gelisah, dan harapan yang menyatu jadi satu. Mata Sanvi membelalak, kilat penasaran dan semangat langsung terpancar. “Benarkah? Itu berarti kita punya petunjuk besar untuk mengungkap kasus ini.” Senyumnya merekah, sedikit menulari Arshan

