Suasana di dalam mobil terasa menekan. Biasanya Arshan selalu punya bahan obrolan, entah sekadar candaan kecil atau pembicaraan ringan untuk mencairkan suasana. Namun kali ini, pria itu hanya fokus menatap jalan, bibirnya terkatup rapat, seolah tak ada ruang untuk kata-kata. Sanvi yang duduk di sampingnya beberapa kali mencuri pandang. Setiap kali melihat wajah tegang Arshan, hatinya makin gelisah. Ada sesuatu yang terasa asing. “Ar, aku khawatir padamu.” Akhirnya ia memberanikan diri berkata, suaranya pelan namun jelas. Arshan menoleh sekilas, menatap istrinya dengan mata yang sedikit sayu. “Khawatir kenapa?” tanyanya, meski nadanya berusaha tenang. “Kamu terlalu tegang,” jawab Sanvi jujur. Pria itu menarik napas panjang, lalu menggeleng ringan. “Nggak. Aku biasa saja, San. Kamu tak p

