Sanvi menunduk, matanya yang basah semakin tak terbendung. Air mata jatuh satu per satu, membuat Arshan yang semula tersenyum kini menegang, khawatir telah melakukan kesalahan. Dengan suara lembut ia bertanya, “Ada apa? Apa aku salah memberikan ini padamu?” Sanvi cepat-cepat menggeleng, senyum samar terbentuk di wajahnya meski air mata masih mengalir. “Bukan, Ar. Aku tidak bersedih. Aku bahagia,” ucapnya lirih. Tangannya meraba scarf lembut yang baru saja ia terima, seakan tak ingin melepaskannya. “Scarf ini... mengingatkanku pada almarhum ibuku. Dulu beliau punya yang hampir mirip. Aku sering melihatnya memakainya saat memasak atau sekadar duduk di beranda. Rasanya seperti ibu masih ada di dekatku.” Arshan terdiam, menatap Sanvi dengan hati yang ikut bergetar. Tak pernah ia sangka h

