Arshan dan Sanvi baru saja tiba di rumah setelah hari yang melelahkan. Mereka berjalan berdampingan, pelan menapaki lantai menuju kamar. Arshan menoleh pada Sanvi, sorot matanya lembut namun penuh rasa ingin tahu. “Bagaimana, apa masih sakit bekas semalam?” tanyanya dengan suara rendah. Sanvi menunduk sebentar, lalu menjawab lirih, “Masih, tapi apa ada cara untuk meredakannya?” Arshan tersenyum tipis, matanya menyipit penuh arti. “Ada.” Sanvi mengerutkan kening, penasaran. “Apa?” “Dengan mengulang lagi seperti semalam,” ucap Arshan, tawa kecil lolos dari bibirnya. Sanvi sontak memandangnya tajam, wajahnya yang semula serius berubah jadi jengkel bercampur malu. Ia pun mencubit da-da bidang Arshan. “Kamu itu!” desisnya. “Aduh, sakit!” Arshan meringis, tapi senyumnya tak pernah hilang.

