Sanvi duduk memunggungi Arshan, tubuhnya masih gemetar halus. Selimut ia tarik semakin rapat menutupi tubuh polosnya, seakan ingin menghapus jejak nyata yang masih terasa di kulitnya.
Ingatannya berputar cepat, potongan demi potongan peristiwa semalam kembali menampar pikirannya. Suara tawa kecil, sentuhan hangat yang awalnya terasa biasa, lalu rasa panas yang sulit dikendalikan. Semuanya tersusun seperti potongan puzzle, hingga membuatnya menggigit bibir bawah dengan keras.
'Bukan cuma Arshan, aku juga salah,' pikirnya lirih.
Ada dorongan aneh dalam dirinya semalam, sesuatu yang membuatnya kehilangan kendali. Rasa malu dan bersalah membuatnya tak sanggup menoleh, apalagi menatap mata pria itu.
“Sanvi…” Suara Arshan parau, penuh penyesalan. “Maaf…aku benar-benar minta maaf. Aku tahu
