Waktu sudah lewat tengah malam ketika Melati menatap layar ponselnya yang tak berhenti bergetar. Nama Roy muncul berkali-kali di pikirannya, tapi bukan di layar. Ia sudah menelepon, mengirim pesan, bahkan meninggalkan belasan voice note dengan suara memelas. Semuanya diabaikan. Hal itu membuat tubuhnya gemetar bukan karena takut kehilangan Roy, tapi karena takut kehilangan kendali. Ia tahu, ada sesuatu yang berubah. Sejak dua hari lalu, Roy tidak lagi makan masakan yang ia siapkan. Tidak lagi membiarkan dirinya disentuh dengan hangat. Pandangan Roy dingin, kaku, seperti orang yang menyembunyikan rahasia. Ketika pagi datang, Roy pergi lebih awal tanpa menatapnya, dan saat malam tiba, ia hanya menyisakan keheningan. Keheningan yang menjerit. Melati menekan bibirnya, menatap kosong ke arah

