Lokasi: Kafe Hotel Orchid Andini duduk tenang di meja pojok. Matanya menatap pintu masuk tanpa ekspresi. Begitu Melati masuk, matanya menyipit sepersekian detik—cukup untuk memberi tahu dunia: ini bukan sekadar ngobrol biasa. Melati datang dengan langkah percaya diri. Blazer krem, rambut dicepol rapi, bibir merah. Di belakangnya, dua staf wanita. Tapi saat melihat meja pojok dan siapa yang duduk di sana—dia langsung mengangkat tangan, menyuruh staf mundur. Andini duduk tenang. Cangkir teh di hadapannya sudah hampir habis. Tak ada senyum, tak ada sinis. Hanya tatapan jernih tapi dingin. Dia seolah tidak berusaha menyembunyikan keengganan dan ketidaksukaannya dengan pertemuan ini meski dia yang mengusulkan. “Aku nggak nyangka kamu akan ngajak ketemuan,” kata Melati sambil duduk. “Kita

